29/07/2023
KAMPUS POLITIK ATAU POLITIK KAMPUS?
KAMPUS POLITIK ATAU POLITIK KAMPUS?
Syamsu Alam
Di dalam kelas sebuah SD inpres, dua murid ditanya gurunya. Guru: A, kamu mau jadi apa? A: Jadi dosen !, Guru: Mengapa?, A: Supaya bisa jadi professor. Guru: Ok. B kamu mau jadi apa?, B: Politisi, Guru: Mengapa? Supaya tidak sengsara seperti A dan tetap bakal jadi professor (Cerita fiksi, Mati Ketawa Cara profesor NKRI, karya Prof. Arief Anshory)
Sependek pengetahuan saya, ada 11 pejabat publik yang telah dianugerahi gelar Profesor Kehormatan. Mantan Presiden Megawati (unhan RI), Mantan presiden Susilo Bambang Yudonoyo (Unhan RI-2014), Terawan Agus Putranto (Unhan RI, 2022), Muhammad Syarifuddin (UNDIP, 2021), Zainudin Amali (UNNES, 2022), Siti Nurbaya Bakar (UB, 222), Fahmi Idris (UNP, 2022), Edi Slamet Irianto (Unissula, 2022), Syahrul Yasin Limpo (UNHAS, 2022), Jafar Hafsah (UNM,2022) dan Nurdin Halid (UNM, 2023).
Dasar penetapan pemberian profesor kehormatan adalah Permendikbudristek nomor 38 tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan. Deretan nama-nama yang akan bergelar professor kehormatan akan bertambah. Meskipun Masa jabatan Profesor Kehormatan paling singkat 3 tahun dan paling lama 5 tahun dapat diperpanjang dengan mempertimbangkan kinerja dan kontribusi dalam melaksanakan Tridharma dan batas usia paling tinggi 70 (tujuh puluh) tahun.
Sebelas orang di atas dominan politis. Penetapannya tentu alot di Senat Akademik di kampus masing-masing. Universitas Gajah Mada (UGM) adalah kampus yang paling tegas menolak pemberian gelar tersebut, padahal prestasi dan kepakaran Perry Warjiyo (Gubernur BI) sangat mumpuni. Bagaimana civitas akademika kampus-kampus lain? Bagaimana atmosfer akademik, apaka kritis pada politisi atau menyemai praktik-praktik politik sumbu pendek di kampus?
Kampus: Benteng Akal Sehat dan Peradaban
Alwi Rahman menilai Kampus atau perguruan tinggi adalah benteng terakhir peradaban. Bisa juga kita sebut ia cerminan keadaban suatu masyarakat. Kata Prof Sigit, Universitas adalah benteng akal sehat dan keberadaban. Nilai dan tradisi yang dikembangkan adalah pemikiran yang jernih, etis, dan beradab; pertaruhannya adalah kebenaran, kejujuran dan kemaslahatan.
Sebagai orang yang pernah merasakan kuliah di kampus besar di Makassar, UNM dan UNHAS. Kedua kampus itu terasa perbedaannya memperlakukan mahasiswa atau akademisi yang kritis. Kultur kampus lain, bisa dipelajri dari oknum dan alumninya. Pengalaman studi banding dan Short Course di kampus lain menunjukkan kampus unggul adalah yang tradisi akademiknya kuat, tradisi yang menjamin kebebasan berpikir dan berpendapat lestari tanpa harus takut kehilangan rezeki dari TYME.
Prof Sigit (UGM) menganggap pengangkatan profesor kehormatan memuat kepentingan pragmatis individu maupun kelompok. Mengabaikan prinsip kesetaraan dan keadilan tentu mengkhianati pengorbanan para dosen menggapai guru besar. Para dosen di perguruan tinggi harus berjuang keras puluhan tahun untuk mencapai posisi profesor dengan berbagai beban kinerja, belitan regulasi dan birokrasi.
Apabila otoritas perguruan tinggi memihak pada kepentingan pragmatis maka kebenaran dan akal sehat akan tergadaikan. Tentu juga merendahkan martabat perguruan tinggi dan sivitas yang ada. Pengangkatan profesor kehormatan yang tak berkontribusi pada pencapaian misi utama perguruan tinggi, justru merendahkan martabat dan reputasi, merusak ekosistem, dan tata kelola PT.
Politik Kampus
Sedari dulu politik dan kampus selalu hadir dalam perbincangan di ruang publik. Evolusinya juga semakin kompleks. Mengurainya seperti mencari jerami dalam tumpukan jarum. Masalahnya rumit dan pelik dengan sejumlah variabel yang mempengaruhinya.
UNM dan UNHAS dua tahun terakhir ikutan tren memberikan gelar kehormatan pada tokoh politisi. SYL di Unhas dan NH di UNM. Keduanya sebenarnya adalah 'rival' politik. Salah satu perbedaannya adalah polemik penolakan anggota Senat Universitas. SA Unahs menolak, Di UNM nyaris tak ada riak, kecuali beberapa dosen UNM di sudut-sudut pojokan dan warung kopi yang kaget dan bersikap kritis bahkan tidak setuju. Dua tahun polemik pemberian gelar pada SYL dan Senat tetap mangajukan ketidak sepakatannya, namun ‘hak veto’ Rektor Unhas tetap memberikan gelar pada SYL.
Kekuasaan memang sangat membuai manusia karena pada dasarnya menurut Nietzsche manusia tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan karena keinginan untuk berkuasa ada pada tiap individu. Bicara kekuasaan tidak hanya pada ranah makro – institusi politik semata. Pada skala mikro juga ada. Relasi kuasa dalam diri, keluarga, komunitas, dan lain-lain.
Ketika praktik kekuasaan mewujud secara totaliter maka kebebasan dan kebahagian terancam pada setiap individu di bawah institusi. Tan Malaka (1926) mengingatkan “Seluruh insan kampus seperti dosen dan mahasiswa berhak memperoleh ruang dan kebebasan untuk mengembangkan, mengaplikasikan ilmu pengetahuan serta mengabdikan diri untuk kepentingan rakyat supaya tidak ditindas oleh rezim kekuasaan”.
Sepertinya sivitas kampus membutuhkan penting menggiatkan kembali kajian-kajian kritis pada sindikasi-sindikasi skala mikro yang terdesentralisasi, sehingga kekuasaan yang sentrallistik tidak semena-mena pada hak kebebasan berpikir dan berpendapat setiap individu.
Politik adalah tindakan. Setiap tindakan sadar selalu di awali proses berpikir. Politik adalah cara untuk mencapai tujuan. Berdasarkan definisi ini, sesungguhnya semua orang berpolitik. Tentu dengan ideologi dan nilai yang dianutnya.
Sebelum berbondong-bondong mengikuti tren pemberian gelar profesor kehormatan, perguruan tinggi Indonesia perlu fokus untuk membangun mutu, keunggulan, serta program studi yang unik dengan cara-cara bermartabat.
Oxford University Sejak berdiri pada 1096, konsisten berkomitmen untuk unggul di setiap bidang pengajaran dan penelitian. Meski punya sejarah sebagai universitas bagi bangsawan Inggris, Oxford modern telah menginisiasi transformasi jangka panjang untuk mewujudkan budaya yang lebih inklusif, misal dengan menerima mahasiswa dari berbagai latar belakang.
Mungkin membandingkan kampus kita dengan Oxford, seperti membandingkan langit dan sumur. Namun setidaknya memberikan pencerahan bahwa unggul tidak direngkuh dengan cara-cara instan dan jangka pendek, sebagaimana gelar profesor kehormatan. Wallahu a’lam bissawab.
02/12/2022
'Digital Storytelling': Doa dan Air mata, Kekuatan Kami
Abad ke-21 telah memperkuat suara user dalam hal bercerita dan bebas mengekpresikan idenya. Sekarang, setiap orang tidak hanya dapat berbagi cerita dengan bahasa lisan mereka, tetapi juga dengan alat digital yang memungkinkan mereka merancang, menggambar, dan menciptakan apa yang mereka ingin dengar. Dengan menggunakan alat storytelling (bercerita secara digital) seperti StoryBird, My Story, Cloud Stop Motion, Book Creator, dan Sock Puppets, kita (pelajar) dapat menemukan alat teknologi yang tepat yang memungkinkan imajinasi kita (mereka) menjadi hidup dan pengalaman mereka didengar.
Digital stories push students to become creators of content, rather than just consumers. Weaving together images, music, text, and voice, digital stories can be created in all content areas and at all grade levels while incorporating the 21st century skills of creating, communicating, and collaborating. (https://edtechteacher.org)
Menurutnya Suatu topik akan dianggap menarik, jika topik itu:
- PENTING bagi khalayak, yaitu berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan ekonomi mereka
- Mampu MEMBANGKITKAN EMOSI khalayak, yaitu bisa membuat mereka senang, marah, dongkol, sedih, dan atau nelangsa.
Catatan: Jika penulis mampu mendapatkan topik yang menarik, maka separuh tugasnya sudah terlaksana. Kalau topiknya sudah menarik, meski disajikan secara acak-acakan, pasti akan dibaca orang.
Bang Pepih berbagi tips seperti berikut:
Tips memilih Judul
Kedua, LEAD atau intro atau alinea pertama tulisan harus merupakan:
- Diawali unsur 5W+1H (what, who, where, when, why, how) yang paling menarik,
- Ditulis secara singkat dan padat yaitu maksimal tiga kalimat dan 35 kata,
- menggunakan bahasa sederhana dan menarik.
31/10/2022
PEMUDA ‘LATAH DIGITAL’ DAN SMART CITY
Syamsu Alam *)
HARI SUMPAH PEMUDA baru saja dirayakan dengan beragam cara. Dari seremoni upacara dengan fitur batik khas Aparat Sipil Negara sampai pakain khas Nusantara. Perayaan di media sosial dengan beragam konten Sumpah Pemuda 28 Oktober tak kalah heboh. Mulai dari yang heroik, narsis, kritis, sampai hanya sekadar lelucon sarkas.
Ada banyak cara, metode, dan ekspresi perayaan Hari Sumpah Pemuda. Misalnya yang kusimak pagi tadi adalah bisakah memberikan sumpah serapah pada pemuda yang membuang sampah sembarang tempat. ‘Sumpah saya masih Muda’, dan lain-lain.
Sebenarnya apa itu pemuda? Siap sebenarnya yang berhak disebut pemuda? Dan peran apa yang dapat dilakukan di tengah era digital dan maraknya ‘latah digitalisasi’? Benarkah usia pemuda rentang 16 tahun sampai 30 tahun benar-benar muda secara hakiki? Pemuda akan menghuni banyak kota di Indonesia, bagaimana Kota berbenah memanfaatkan bonus demografi yang tidak cukup hanya dengan slogan.
Tugas Kaum Muda
Jika kita perhatikan geliat pemuda dan organisasi pemuda di Indonesia lumayan progresif. Sampai ada organisasi yang diangap pemuda, terpecah menjadi dua atau tiga kepengurusan. Entah apa sebabnya, dugaan saya karena perbedaan pilihan politik para elit atau donator elitnya, entahlah.
Berdasarkan UU RI Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan dan Perpres RI Nomor 66 Tahun 2017 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Kepemudaan, mendefinisikan Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 sampai 30 tahun.
Jika menggunakan definisi di atas maka banyak organisasi ‘tidak layak’ menyandang organisasi pemuda, termasuk organisasi yang saya tekuni saat ini, Pemuda ICMI (sebelumnya Masika ICMI).
Berbeda dengan UU di atas Soe Hok Gie mengatakan Generasi kita (muda) ditugaskan untuk memberantas generasi tua yang mengacau. Generasi kita yang menjadi hakim atas mereka yang dituduh koruptor-koruptor tua,….. Kitalah yang dijadikan generasi yang akan memakmurkan Indonesia.
Siapa yang dimaksud generasi tua, siapa kaum muda? Apa saja karakteristiknya?
Henry Ford (pendiri pabrikan mobil Ford Motor Company) berpendapat tentang orang muda atau tua. Ia mengatakan ‘Siapapun yang berhenti belajar adalah kaum tua, baik di dua puluh atau delapan puluh. Siapapun yang terus belajar tetap muda. Hal terbesar dalam hidup adalah untuk menjaga pikiran Anda tetap muda.
Jadi jika disimpulkan berdasarkan dua pandangan tokoh di atas Gie dan Henry Ford Tugas utama ‘kaum muda’ adalah belajar dan ‘memberantas generasi tua yang mengacau’. Nah, ukuran belajar dan membarantas itu apa?
Belajar Sepanjang Masa
Berdasarkan data sejarah Peran pemuda begitu vital dalam proses menuju Indonesia merdeka. Pemuda memegang peran penting dalam masa perjuangan melawan penjajahan, baik melalui perlawanan fisik juga perlawanan diplomatik. Kebangkitan pemuda berawal sejak mereka mulai berorganisasi pada era kebangkitan nasional pada 1908.
Buku Indonesia dalam Arus Sejarah (2013) menjelaskan, perubahan radikal yang dilakukan organisasi pemuda mendorong mereka untuk bersatu dan berkumpul dalam satu wadah. Ada banyak tokoh pemuda yang terlibat dalam upaya perumusan Sumpah Pemuda yang intinya, ikrar pemuda Indonesai tentang satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.
Pada saat reformasi lahir Sumpah Mahasiswa Indonesia yang berbunyi:
10/10/2020
MELAWAN KORUPSI KEBIJAKAN
Sekadar mengingatkan saja. Korupsi kebijakan lebh berbahaya dari korupsi uang. Kita kadang lupa pada sesuatu yang pernah kita lalui. Atau bisa juga pura-pura lupa. Caleg, Capres dan Calon Kepala Daerah yang membeli kita dengan sangat murah
24/06/2020
Mengapa Open Source dan Open Society Penting?
30/05/2020
Tausiah Aristoteles : Breaking The Habit
Syamsu Alam
Seberapa sulit kita mengubah habit? Bisakah hanya dengan anjuran, himbauan, atau cambukan?
Sejak massifnya penyebaran info Covid-19 yang mengguncang dunia pada awal tahun 2020. Ia seperti Shock Doctrin, secara psikologis menciptakan ketakutan dan panik. Dalam situasi demikian kita mungkin saja bertindak sporadis bahkan brutal.
Kisah Lama bersemi Kembali
Berikut ada e-book New Normal. Begitu siap lembaga ini membuat panduan 'new normal'. Mari kita baca dan pelajari baik-baik dan diterapkan, tanpa menunggu cambukan dari pihak lain.
Di hutan belantara pun, dimana Singa adalah Raja hutan, memiliki habit yang tidak barbar. The Lion King, bukan hewan terbesar dan terkuat tetapi ia memiliki habit yang mengagumkan. Makanya disebut sebagai raja hutan. Googling saja The Habit of Lion. Kita akan temukan, jika Singa hanya brutal saat lapar sekali, dan habit yang lain.
Sayangnya secara empiris manusia kadang brutal bukan saat dia kelaparan, namun saat mereka berhasrat menumpuk-numpuk "makanan" dan harta.
Apakah kita dapat begitu mudah beradaptasi dengan "kebiasaan baru"? Filosof empiris-rasional, Aristoteles memberikan tausiah "we are what we repeatedly do. Excellence, then is not an act, but a habit.
30/03/2020
KULIAH ONLINE DAN KITA YANG SEOLAH-OLAH
05/08/2019
“Hijrah” antara Rahmat untuk Semesta atau Berkah Bisnis Fashion
[][] *) Ketua Masika ICMI Orda Makassar)
21/07/2019
Kuliah (Sekolah), untuk apa?

28/03/2019
MEMBACA PENEMBAKAN DI NEW ZEALAND DARI PERSPEKTIF GEOPOLITIK

Selanjutnya terkait asumsi global "If you would understand world geopolitics today, follow the oil" (Deep Stoat), bila ingin paham geopolitik hari ini, ikuti aliran minyak, kita coba memakai teori Deep Stoat sebagai salah satu pisau bedah untuk menguak kasus penembakan masjid di New Zealand (NZ) yang menelan korban tewas 40-an orang lebih.
Pertanyaan pertama, apakah NZ produsen minyak? Ternyata tidak. Tidak ada minyak di NZ, bahkan sejak 2000-an ia mencanangkan go north demi mencari minyak ke utara.
- Pergeseran geopolitik (geopolitical shift) dari Atlantik ke Asia Pasifik. Entah akibat pertumbuhan ekonomi, atau faktor konsumsi, entah karena pasar yang potensial, dan seterusnya. Yang jelas, ada geopolitical shift dan para adidaya berbondong-bondong ke Asia Pasifik. Kajian Jala Sutra ---air yang paling halus--- pergeseran tersebut merupakan ujud keseimbangan alam. Bila kemarin orang melihat Barat, wajar kini menengok ke Timur. Jika Barat adalah era ketenggelaman (matahari) sebab bergerak dari atas ke bawah, maka Timur adalah masa keterbitan (matahari), bergerak tumbuh dari bawah ke atas. Jadi cuma masalah keseimbangan belaka;
- Ada perubahan "power concept" dari militer ke power ekonomi. Power cöncept itu sendiri adalah politik kekuatan dalam dunia geopolitik dimana untuk memenuhi tujuan serta cita-cita dilandasi oleh power politik, militer dan power ekonomi. Agaknya tren yang berkembang kini adalah power ekonomi di depan ketimbang dua power (militer dan politik) lainnya. Maka frasa perang dagang lebih disukai daripada lobi politik dan invasi militer yang biaya tinggi serta perlu restu internasional;
Kelompok negara di lintasan OBOR termasuk negara polinesia digelontar utang dalam jumlah besar yang tak akan sanggup mereka bayar. The Sun melansir, beberapa negara yang menunggak utang dipaksa menyerahkan aset negara, harus mengizinkan Cina membuat pangkalan militer, hingga pemberlakuan mata uang Cina (Yuan) di negara tersebut, dan seterusnya. Salah satu negara di lintasan Jalur Sutra Baru adalah Sri Lanka. Ia menyerahkan pelabuhannya ke Cina dengan konsesi 99 tahun karena gagal bayar. Belum lagi Djibouti yang telah bercokol pangkalan militer Cina, ataupun Zimbabwe dan Angola yang telah memakai Yuan sebagai alat transaksi sehari-hari, dan seterusnya.
Tampaknya geliat OBOR melalui invasi senyapmya telah mengusik hegemoni Barat di Pasifik Selatan karena kelompok negara polinesia mulai "jatuh" satu persatu dalam debt trap Cina. Hanya soal waktu saja (jatuh tempo) untuk mengakuisisinya.
Dan hari ini, agaknya supremasi dan hegemoni Barat di Pasifik mulai meredup. Bukan karena geliat Cina, namun Jala Sutra mengisyaratkan, niscaya matahari akan kembali terbit dari Timur meski ia tengah mengurai dimana titik epicentrumnya. Tentang gerak laju Cina di lintasan OBOR, agaknya mulai ada geliat perlawanan dari bangsa-bangsa pada negara dimana invasi senyap Cina beroperasi di Jalur Sutra (baru) Abad ke 21. Ini poin pokok atas kondisi geopolitik di Asia Pasifik. Lantas, siapa pemilik hajatan atau pemilik skema di baik isu penembakan jamaah masjid pada Jumat, 15 Maret 2019 di NZ?
- Kemungkinan I adalah Barat. Apa mens rea dan motivasi Barat di belakang isu penembakan? Kharakter perilaku geopolitik ala Barat cenderung membendung gerak siapapun yang berpotensi menggerus supremasi dan hegemoni. Makanya, apapun elemen penguat hegemoni harus dijamin keamanannya. Irak misalnya, ia digempur secara militer pimpinan Amerika Serikat (AS) karena Saddam Hussen berencana mengubah alat transaksi minyak dan cadangan devisa Irak dari US Dollar ke Euro. Demikian pula Libya. Tatkala Kadhafi hendak membuat uang emas/Dirham dan mewajibkan semua piutangnya dibayar dengan Dirham seketika Libya pun dibuat luluh lantak oleh Barat. Itulah skenario "utang dibayar bom" yang pernah berlangsung di Jalur Sutra.
Ya, Kemungkinan II adalah Cina. Mengapa Cina, lantas apa motivasinya? Ada beberapa alasan, antara lain misalnya:
- Terungkapnya Sheri Yan ---ratu sosialita Australia--- yang kuat diduga adalah agen atau mata-mata Cina. Ia ditangkap oleh agen FBI pada Oktober 2015 di New York;
- Ditangkapnya Weng Wanzhou, FCO Huawei oleh otoritas Kanada atas order Paman Sam;
- Terbit dan beredarnya buku-buku yang mengurai model "silent invasion" ala Cina yang ditulis oleh Gart Alexander dan Clive Hamilton; dan
- Munculnya kesadaran serta penolakan rakyat di Vietnam dan seterusnya, selain akibat tsunami TKA Cina yang merebut lapangan kerja warga lokal, juga faktor jebakan utang dengan segala konsekuensi ketika jatuh tempo. Kedaulatan negara minimal berkurang akibat akuisisi aset-aset strategis, dan seterusnya.
Tampaknya top manajemen OBOR membaca atmosfer dan fenomena ini. Adakah operasi senyap telah bocor? Entahlah. Tetapi setidaknya sudah tercium muncul kesadaran bangsa-bangsa di Jalur Sutra Baru di satu sisi, sedang anak panah OBOR telah dilepas dari busurnya pada sisi lain. Selain sulit untuk ditarik kembali, OBOR tak bisa ditarik kembali. Artinya, tak mungkin OBOR dihentikan, namun kesadaran publik yang harus segera digerus atau dialihkan agar tidak mengendala bagi kelanjutan program di kemudian hari. Memang terbaca meski samar, usai AS meninggalkan ruang konflik di Suriah, isu ISIS pun hambar. Kurang laku. Publik global perlu "permainan baru" agar kesadaran yang muncul kembali (tergerus) teralihkan.
All warfare is deception, kata Sun Tzu, semua peperangan adalah tipuan. Butuh strategi dan taktik 'mengecoh langit menyeberangi lautan'. Persepsi dan logika publik perlu dikocok-kocok kembali. Contohnya, bila opini publik selama ini tergiring pada stigma bahwa terorisme identik dengan Islam (radikal), maka isu di NZ telah menimbulkan ruang diskusi baru, isu-isu baru, dialog dan asumsi-asumsi baru. Seperti isu bangkitnya supremasi ras putih, misalnya, atau dialog sentimen perang salib, radikalisme agama dan ras semodel Ku Klux Klan, dan seterusnya. Kondisi semacam ini justru diharapkan oleh Cina terus menggelombang (snowball process). Sekali lagi, opini dan persepsi publik kembali diaduk-aduk, dikocok-kocok. Pelaku teror dipilih ras kulit putih (nonmainstream) menyerang jamaah masjid, ini merupakan kontra isu atas kelaziman subjek dan objek terorisme selama ini yakni "muslim menyerang gereja".
Sampailah pada ujung catatan ini. Meski masih prematur namun dapat dijadikan simpul awal melihat kasus di NZ, yaitu:
Pertama, bila yang berlangsung adalah Kemungkinan I, niscaya agenda lanjutan usai isu ditebar adalah pergeseran pasukan ke NZ dengan skema kuno: "Membendung gerak laju Cina" di Pasifik Selatan; dan
Kedua, bila yang berlangsung adalah Kemungkinan II, maka agenda lanjutan ialah deception atau penyesatan, pengalihan secara terus menerus, dan seterusnyasedang skemanya adalah: "OBOR berjalan sesuai tahapan".
Barangkali, inilah bacaan sementara geopolitik atas isu penembakan di NZ. Kendati sentimen ras dan agama itu hidup serta berkembang di publik global, namun isu sentimen tidak menjadi bahasan utama, karena selain untuk menghindari trap geostrategi ala Barat yang selama ini bermain-main di ranah persepsi publik, juga bahasan sentimen nantinya malah bisa menyulut kegaduhan baru berbasis persepsi yang justru menjauhkan dari akurasi kajian.
Apa boleh buat. Tulisan ini cuma analisa, bukan text book. Artinya masih akan muncul kemungkinan-kemungkinan lain selain Kemungkinan I dan II di atas. Dan penulis sangat menyadari keterbatasan fakta, data serta informasi yang berkembang terutama keterbatasan kemampuan serta wawasan, sehingga analisa ini belumlah final. Karena minimnya data, analisa ini hanya berpijak pada pola-pola yang kerap terjadi di panggung geopolitik global.
Dan sesungguhnya kebenaran apapun sifatnya cuma nisbi, relatif dan bergerak sesuai tuntutan zaman. Tesis akan memunculkan antitesis, dan antitesis membidani sintesis dan seterusnya. Tak ada maksud menggurui siapapun terutama pihak-pihak yang berkompeten dibidangnya. Hanya sharing pemikiran tentang apa yang telah terjadi berbasis kredo geopolitik guna mendekati kebenaran sejati, yakni kebenaran-Nya.
Terima kasih.