Showing posts with label Inspirasi. Show all posts
Showing posts with label Inspirasi. Show all posts
15/04/2020
Sombayya ri Gowa Hadapi Ancaman Resesi Akibat Wabah
Sombayya ri Gowa Hadapi Ancaman Resesi Akibat WabahSyamsu Alam *)
Ulasan tentang Corona persfektif sains ilmiah sampai nir-sains (hoax) sudah sangat banyak, melimpah berseliweran di media sosial dan group-group. Ia telah menjadi infodemik (bahkan melampaui pandemi itu sendiri). Soal penyakit, apakah harus selalu ilmiah? Fakta sejarah menunjukkan, tidak. Ada orang bisa sembuh hanya dengan ditiup ubun-ubunnya, atau hanya diusap dengan air *idah. Bagaimana dengan Corona yang seperti hantu.
Dalam Sinrilik Daeng Tutu yang berdurasi 51 detik yang viral, ia menyampaikan pesan-pesan agar tetap menjaga diri dan menjaga keluarga seisi rumah agar terhindar dari Virus Korona.
Terjemahan bebasnya sinriliknya kira-kira begini "Tidak ada tanda-tanda awal, tidak jelas asalnya, tiba-tiba ada penyakit yang namanya Virus Corona. Membawa penyakit tak ubahnya 'Garring Pua'. Ia seperti hantu. Oleh karena itu, kepada warga, dengarkan himbauan pemerintah, menjaga kesehatan dan menjaga keluarga agar tetap di rumah saja".
Gara-gara Corona saya mengetahui apa itu "Garring Pua". Istilah yang biasa dilontarkan orang tua kalau melihat anak-anak yang nakal dan tidak mau mendengar orang tuanya. "Na alle laloko Garring Pua", semoga 'Garring Pua" menimpamu. Kata-kata itu masih terekam dalam alam bawah sadar, dan baru seminggu ini saya tahu kalau "Garring Pua" adalah sejenis wabah/penyakit yang menjangkiti seluruh wilayah. Bahkan, kalau saya bertanya, apa itu "Garring Pua" Orang tua kesulitan memberikan jawaban yang memuaskan.
Dulu dan Kini
Wabah 'Garring Pua' tercatat dalam Lontara Bilang Gowa (Prof. Mukhlis Paeni). Wabah ini terjadi pada pemerintahan Raja Gowa Sultan Alauddin Raja Gowa ke-14 yang pertama menerima Islam. Wabah ini hampir menyeluruh di bawah daerah kekuasaannya hingga tercatat puluhan ribu korban rakyat dari wabah ini.
Wabah ini sangat menakutkan dan membuat panik rakyat dan terutama Sultan, karena kejadiannya sangat aneh dan tiba tiba. Sekiranya rakyat terkena sakit pagi hari, sore sudah meninggal dan begitupun sebaliknya diserang sore pagi pun meninggal. Sehingga wabah seperti hantu yg akan mengambil nyawa mereka hingga rakyat sangat takut dan mengurung diri dirumah.
Kini, Virus Corona meskipun tingkat kematiannya sekitar 2-3%. Namun kepanikan telah menghipnotis manusia sejagad. Jejaring internet memudahkan penyebaran informasi beserta reduksinya. Koneksi transportasi dan interaksi global mempercepat penyebaran virusnya. Derasnya informasi dan transportasi di fase-fase awal penyebaran virus Corona diperparah dengan teror statistik yang disajikan seperti balapan.
Di Indonesia sendiri dua kegiatan agama yang menjadi media penyebaran yang massfi adalah Ijtima Jamaah Tabligh di Gowa dan penahbisan uskup di Ruteng NTT. Padahal pemerintah sudah memberi peringatan bahkan larangan untuk tidak melakukan acara yang melibatkan banyak orang.
Belajar dari Sombayya ri Gowa
Semua negara di dunia, semua daerah di Nusantara gagap menghadapinya. Ini sejarah baru bagaimana seluruh dunia disibukkan dengan mahluk mikro yang tak kasat mata. Bahkan beredar di media menteri kesehatan mengaku tidak mempunyai cara mengatasi pandemi ini.
Menanggapi Wabah yang sangat mencemaskan itu Raja Gowa Sultan Alauddin (1593-1639) juga melakukan sejenis “Self Quarantine” pada tanggal 4 Agustus 1636. Ia pun meninggalkan istana di Somba Opu dan mengisolasi diri di Istana yang lebih kecil di Bontoala. (Prof. Mukhlis Paeni).
Melihat wabah "Garring Pua" Sombayya ri Gowa mengumpulkan seluruh perangkat kerajaan dengan istilah memanggil untuk "akkusiang" sejenis rapat bersama. Mencari langkah mengatasi bencana ini. Khadi kerajaan Gowa waktu adalah Datuk Ri Bandang. Ia penyebar agama Islam di kerajaan gowa. Meminta kepada Sombayya Sultan Gowa untuk melakukan ritual agama dalam hal ini di awali dengan tobat bersama dan melakukan pengamalan ritual Rate Juma.
Lazimnya Rate jumat atau populernya "Zikkiri Jumat" di laksanakan malam jumat setelah Isya di Balla Lompoa, Istana Somba Opu, yang sebelumnya lepas Magrib di tabuhlah gendang tunrung pabballe. Majelis zikir di ambil dari kelompok Anrong Guru Mokkinga Taeng dengan jumlah empat puluh orang di samping itu sultan perintahkan juga para Tupanrita, Tabib untuk mencari "tambara pa'bballe" (obat) untuk mecegah wabah ini.
Sombayya Sultan juga memerintahkan para menteri untuk bersama sama membuka persedian negeri untuk rakyat Gowa. Seluruh simpanan padi dan beras dalam rumah penyimpanan padi palampang dibuka dan disalurkan ke seluruh rakyat Gowa.
Sekilas terlintas bagaimana Sombayya bersama Ulama (Khadi), Tupanrita, Tabib, Anrong Guru, Para Menteri, dan juga Warga melawan wabah "Garring Pua". Nampak pula organisasi dan orkestrasi kolaborasi melibatkan pihak-pihak utama. Sementara dari rapat-rapat yang dilaksanakan oleh pemerintah saat ini cenderung sangat terbatas pada pihak keamanan yang dominan. Apakah warga saat ini demikian sulit didisiplinkan? ataukah tidak ada ulama se-Zuhud Datuk Ri Bandang yang didengar oleh Pemerintah dan warga sekaligus.
Saran pertama Datok Ri Bandang pada Sombayya diawali dengan pertobatan. lalu dilanjutkan dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Jika dulu Kerajaan membagikan pangan yang ada di lumbung pangan. Mungkin saat ini adalah relokasi anggara. Tupanrita dan Tabib tetap pada keahliannya. Semua berkontribusi berdasarkan keahlian dan kapasitas.
Kolaborasi Sombayya, Ulama (Khadi), Tupanrita (Termasuk Tabib), dan Para Pejabat kerajaan. Masyarakat kita sepertinya cukup patuh pada pemimpin yang bsai ditauladani. Asal jangan seperti pagar makan tanaman. Seperti Larangan Polisi melaksanakan pesta, namun ternyata petinggi polisi berpesta di tengah merebaknya Corona. Masyarakat kita membutuhkan kejujuran, keberanian, integritas dari pemimpinnya, serta kedermawanan bangsawan.
Jika diringkas kira-kira, menghadapai resesi akibat wabah kita membutuhkan kolaborasi apik antara pemerintahan yang berintegritas, agamawan yang Zuhud, Orang kaya yang dermawan, dan Aparat keamanan yang pemberani dan bermoral. Siapa yang bisa mengorkestrasi? Kita memiliki kekuatan lokal spirit Sulapa Appa, yang semoga saja tidak tergerus oleh politik transaksional dan kepentingan pragmatis. Semoga.
*) Pegiat di Praxis School
Dimuat di Harian Tribun TImur "Sombayya ri Gowa"
08/05/2015
TOKOH INSPIRASI: Out of the Box
TOKOH INSPIRASI: Out of the Box
Spesial Hari Pencerahan Nasional ala
alam-yin.com
Foto di atas bukanlah kandidat
calon gubernur/bupati/walikota. Beliau-beliau adalah inspirator di komunitasnya
masing-masing. Pertama, Pak Madjid
(Madjid Sallatu) adalah sosok akademisi yang mumpuni ide-ide yang menghentak di
bidang perencanaan pembangunan, meskipun secara akademik hingga pensiun tidak
menyandang gelar professor di depan namanya namun kapasitasnya melebihi gelar
tersebut. Menurutku, salah dua jasa monumental beliau adalah berhasil
membangun tim solid peneliti yang kini berkecimpung di P3KM (Pusat Studi
Kebijakan dan Manajemen) Unhas dan gagasan tentang ‘memerdekakan’ KTI (Kawasan
Timur Indonesia) dari Indonesia Barat. Kedua, Ka Sul (Sulhan Yusuf) adalah
sosok yang akrab dengan buku, gerakan literasi tepatnya pegiat literasi Boetta
Ilmoe Kab. Bantaeng, koes plus dan
Arsenal, beliau juga tak jarang digelari sebagai ‘prof’ lebih tepatnya provokator. Meskipun profesi mereka
berbeda, namun yang pasti secara fisik dan semangat mereka ada kemiripan dan
bahkan kesamaan, salah satu kesamaannya adalah kepala boleh plontos tetapi
pikiran kritis kosntruktif harus tetap subur.
Lalu, apa yang menjadikan kedua
tokoh ini penting. Tentu bagi siapapun yang sering atau kadang-kadang
berinteraksi dan mendengar diskusi-diskusi kedua orang ini akan menemukan
semangat dan inspirasi dan harapan baru dari beliau. Setidaknya ada dua momen
di awal bulan mei secara sengaja dipertemukan oleh Tuhan di waktu dan tempat
yang berbeda dengan topik perbincangan yang berbeda pula.
Senin 3 mei 2015. PSKMP (P3KM) Unhas adalah salah satu rute
mingguan saya, dalam seminggu menyempatkan diri bertandang ke tempat ini. Cerita pak madjid tentang gigi dan reparasi
gigi.
Dia bercerita tentang pengalamannya konsultasi dengan dokter gigi.Hal yang baru
menurut saya adalah tentang implant gigi.
Sepengathuan saya teknologi implant biasanya ditanam ke jaringan syaraf.
Seperti film mendiang Robbin Williams dalam The Final Cut. Dengan teknologi
implant, orang yang sekarat bisa di replay
kehidupannya. Prinsipnya sama dengan implant gigi dengan menanamkan besi di
tulang. Biaya implant gigi lumayan mahal minimal 10 juta/gigi, belum biaya
perawatan. Bisa di bayangkan kalau gigi kita sudah rontok sekitar 10 buah. Tapi
apa pesan menarik beliau tentang cerita itu. ‘bagi kalian yang giginya masih
bagus, jagalah gigimu baik-baik’.
Tentu, pesan sederhana tersebut penting
menjadi perhatian. Kenapa? Pertama.
Bisa Anda bayangkan kalau Anda tidak punya gigi. Kita tidak bisa menikmati
indahnya senyum dan lezatnya makanan. Kedua,
Dampaknya pada pola konsumsi dan cara kita menjalani hidup. Pastilah, kita
tidak ingin menghabiskan usai produktif mencari nafkah dan akhirnya terpaksa kita
setor ke para dokter.
Pesan lainnya yang serap adalah
bahwa dunia kedokteran memang tak ubahnya seperti bengkel otomotif. Saya curiga
ungkapan Ivan Illich semakin nyata benarnya, bahwa salah satu yang bisa merusak
dunia pendidikan kesehatan adalah ‘bisnis rumah sakit’. Praktik kedokteran dan
bisnisnya kadang dan pada umumnya memposisikan pasien layaknya ‘mesin rusak’,
yang jika suatu organ tidak berfungsi normal atau menunjukkan gejala disfungsi,
maka solusinya adalah ‘amputasi’. Ibarat motor jika onderdilnya rusak ganti
sparepartnya, atau seperti amputasi ala orde baru dimana para pembangkang/kritikus
harus diculik atau bahkan dibunuh persis
seperti Adam Suttler dalam film V for Vendetta. Saya curiga ada persekongkolan paradigmatik antara dunia pendidikan,
kedokteran, otomotif, dan para diktator pada setiap tingkatan.
Sepintas, hidup di dunia memang
penuh biaya. Namun pastilah ada dunia yang lain yang tidak selalu bicara soal
biaya. Kita masih bisa memandangi cahaya rembulan di malam hari bersama kekasih
dengan free. Atau tertawa bahagia di
warung kopi lostcost karena ditraktir
teman yang baik hati J.
Dan salah satu tokoh dan pegiat komunitas, yang mencoba memandang dunia tidak
dengan dasar biaya seperti yang ada dalam cerita berikut.
Rabu 6 mei 2015, sekitar pukul 12.30 saya menyambangi Toko Buku
Papirus (pusat dakwah Muhammadiyah/ depan Unhas), dari jauh senyum sumringah ka
Sul begitu menggoda, sapaan khasnya yang kadang sedikit ‘membully’ saya ketika
memasuki ruang Toko Bukunya. Secara sengaja (Takdir) Tuhan mempertemukan juga
dengan Ka Herman Pabau (salah seorang guru spiritual, yang sempat bekerjasama
apim dalam training spiritual tentang penyembuhan dengan teknis meditasi ala
sufi ketika saya masih sangat muda J
dan aktif di LK UNM). Tentu ketemu dengan kedua guru ini, kita akan hanyut
dalam diskusi yang tak berkesudahan. Diskusi tentang dari yang kiri hingga yang
paling kanan, dari yang materil bahkan yang immateri, hal vulgar hingga sakral,
organisasi profit dan non profit, pengalaman spiritual pribadi hingga
pergumulan rekayasa sosial. Pokoknya banyak, dan ini tidak mungkin sya dapat di
ruang-ruang kuliah.
Di penghujung perbincangan (sekitar
pukul 16.50 wita) dengan beliau, dengan sesekali perhatian kami dialihkan oleh
pengunjung Toko Buku. Ada hal yang menarik dan menghentak dalam benak saya
ketika beliau berbagi pengalaman di Boetta Ilmoe tentang “MANAJEMEN ORANG
MATI”. Apa itu manajemen orang mati?
Manajemen orang mati adalah
praktik langsung dari apa yang orang anggap baru adalah “mass collaboration”. Dalam kolaborasi komunikasi berlangsung cair
dan mengalir, tanpa hirarki, tanpa administrasi, dan semua orang tergerak dan
bergerak melakukan pekerjaan masing-masing sesuai bidangnya hingga mayat masuk
di liang lahat. Cukup dengan pengumuman kedukaan, orang-orang pun berdatangan
secara sukarela. Ada yang mengurusi nisannya, kerandanya, kainnya, tendanya,
persiapan shalat jenasahnya dan seterusnya. Sebuah kolaborasi yang digerakkan
atas dasar tolong menolong dan mensukseskan suatu ‘event kematian’. Tentu,
kolaborasi seperti ini tidak bisa terwujud jika tidak ada kohesi sosial yang
kuat atau modal sosial yang kokoh dalam suatu komunitas/masyarakat.
Metode di atas coba beliau
praktikkan dalam mengelola event ulang tahun Boetta Ilmoe. Tanpa manajemen yang
rigid yang berdasar pada hubungan
hirarki yang kuat, administrasi yang ketat tetap mensukseskan kegiatan
tersebut. Tentu, itu bukan kali pertama daeng
Sulhan bereksperimen melawan arus mainstream. Dan tentu pula kita tidak
serta merta bisa menduplikasi kesuksesan beliau bereksperimen tanpa melihat
latar sejarah terbangunnya kohesi sosial dan pandangan politik di komunitasnya.
Sebuah komunitas yang berbasis modal sosial yang kuat pasti dapat mewujudkan ‘mass collaboration’ yang apik, elegan
dan menarik.
Panjang umur
Pak Madjid dan Ka Sulhan. Dua tokoh dari dua kampus yang berbeda yang
menginspirasi dan berjasa membangun budaya kritis dan mendorong tradisi
intelektual yang “out of the box”. Semoga kampus merah UNHAS dan Kampus Orange UNM
bersinergi membangun tradisi tersbut dan menjadi ‘center
of excellent’ di Indonesia.
Selamat Hari Pendidikan Nasional 2015
@alamyin, makassar mei 2015
23/06/2013
In memorial Prof. Dr. H.M. Idris Arief. M.Si
Prof. Dr. H.M. Idris Arief, M.Si (Mantan Rektor UNM/ Ketua Yayasan STIEM Bungaya) |
Sekitar jam 6 pagi sabtu 22 juni 2013 menerima sms dari teman.
beritanya tidak begitu mengasikkan namun harus diterima dengan lapang
dada.
Innalillah wainna ilaihi rajiuun.
telah wafat bapak Prof. Dr. H.M. Idris Arief. M.Si
pada jam 04.00 dini hari. disemayamkan di rumah duka.
Diam. . mulut terasa dikunci. Saya pun segera berkemas dan mengajak teman untuk melayat beliau.
Catatan ini hanyalah sepenggal kisah perkenalan penulis dengan beliau.
Perkenalan kami (saya dkk) dengan almarhum bisa dibilang tidak biasa.
kami berkenalan dalam sebuah ajang protes "demo" penolakan pungutan
selain spp. tepatnya sekitar tahun 2004an. ketika penulis masih menjabat
selaku ketua BEM FAKULTAS MIPA. Kata-kata beliau yang masih terekam
jelas dalam benak adalah
"saya suka ji kalau kau 'anu' sambil
menunjukku, caramu demo mau diskusi tidak seperti itu. . . . si anu yang
datang saja teriak-teriak baru pulang".
itulah momen pertama perkenalan saya dengan beliau yang masih menjabat REKTOR UNM.
Perkenalan berlanjut diberbagai forum kemahasiswaan. Khususnya program
kerja Traianing Advokasi Aliansi BEM SE-parang tambung
(Mipa-Teknik-Fbs), salah satu latar belakang program inilah adalah untuk
merajut kembali keakraban antara fak.Teknik dan Fak.Fbs yang baru saja
"merenggangkan persaudaraan" alias "tawuran". Kegiatan yang awalnya
dimediasi oleh BEM MIPA ketika itu mengundang BEM FT dan FBS untuk
merumuskan bersama program aliansi bem.se-partam.
Kegiatan
tersebut sangat di respon oleh beliau termasuk pendanaan kegiatan secara
keseluruhan. Target minimal tercapai beberapa pelaku tawuran di dua
fakultas dapat saling berbaur dan menyapa di lokasi training.
Dampak positif dari kegiatan tersebut saya dkk di Mipa dapat lebih mengenal kawan2 di Teknik (Jumair dkk), Inul dkk di FBS.
Keakraban kami dengan Almarhum "puang Derri" panggilan akrab beliau di
STIEM Bungaya, berlanjut setelah pelantikan BEM UNM 2005. Kabinet Alam
dkk kembali membangun BEM UNM dari reruntuhan 1 periode sebelumnya.
Tidak ada harta inventaris yang diwariskan. Sehingga Beliau melalui PR3
(Pak. Hamsu Gani) yang secara bertahap membantu kami membanahi keperluan
administratif dan kesekretariatan.
Karena keakraban dengan
beliau kami tidak pernah mengalami kendala dalam hal finansial. Meskipun
demikian gaya hidup kawan2 pengurus BEM UNM dan simpatisan yang sering
nongkrong di Sek. bem (Alfiil, Ismail Amin, Eva, Jalil, Lili, Adi
Tambur, La Ode, dll-Para Alumni Training Pendampingan Masyarakat) ketika
itu sangat sederhana, jauh dari "aji mumpung".
Walaupun cukup
akrab dengan birokrasi, namun api protes tetap menyala dan kami tidak
pernah dilarang protes oleh beliau. Salah puncaknya yang juga merupakan
kebesaran hati kawan2 pengurus BEM ketika itu untuk lebih menempuh
dialog dan penyelesaian internal adalah kasus seleksi PUML (Panitia
Ujian Masuk Lokal). Salah satu jalur penerimaan mahasiswa di UNM yang
diseleksi secara lokal (unm sendiri). Ceritanya seperti berikut.
BEM UNM dilibatkan dan di SKkan bersama civitas akademika selaku
pengawas ujian. Delegasi BEM perperan ganda selain selaku pengawas ujian
lokal, mereka juga berperan mengawasi kecurangan ujian versi Lembaga
Kemahasiswaan. Tepat jam 12 Ujian selesai dan semua delegasi bem rapat
di sekretariat (Ged.PKM lt.2 di Parang Tambung) temuannya sama. Banyak
kecurangan dalam proses seleksi, rapat sejenak dan langsung aksi di
depan rektorat. Awalnya aksi kami lancar dan rektor (almarhum) bersedia
menemui kami. Entah kenapa tiba2 kami diserang oleh "mahasiswa bayaran"
dan polisi. Kejar2an dan aksi serang tak terelakkan. Beberapa teman
termasuk saya kena pukulan polisi kampus. Berita menyebar bahwa anak2
bem diserang mahasiswa bayaran dari fakultas yang 99% pelajarannya
adalah Fisik. --sebut saja FPOK--
Keesokan harinya kawan2 di
Parang tambang (FT &FBS) menawarkan aksi balasan. FBS melakukan aksi
solidaritas dengan membawa keranda ke rektorat. sementara mahasiswa FT
(khususnya Mapatek) masih menunggu isyarat dari bem unm. Kami mengambil
langkah yang sedikit "soft" bertemu dengan pak Rektor (Almarhum) dan
membicarakan sejelas jelasnya duduk permasalahannya. Akhirnya kami bisa
memahami dengan syarat bahwa polisi yang ikut-ikutan menyerang saat aksi
mesti di Nonjobkan dari kampus.
Hal di atas hanya sekilas dari
perkenalan saya dkk selama di kampus unm. Kebaikan dan Semangat berbagi
senantiasa mewarnai keakraban kami. Walau, beliau tahu kami sering
memprotes kebijakannya. tak jarang setiap ketemu di jalan dan di forum
kemahasiswaan menyempatkan menyapa dan bercanda dengan kami bahkan
memberi sesuatu yang dapat kami nikmati langsung bersama teman2 di
kantin.
Satu hal lagi yang memotivasi saya belajar ekonomi
hingga kini adalah Setiap diskusi diruangannya selain bicara soal dunia
kemahasiswaan pasti saya meminta persfektif beliau tentang fenomena
kebangsaan yang terjadi. Hingga, Beliau pun meminjamkan bukunya yang
berjudul "GLOBALISASI ADALAH MITOS". Buku yang hampir 6 tahun saya
pinjam dan setiap ketemu selalu beliau tanyakan.
Sudah
selesaimi kau baca bukuku. . kabb******? kabb****** adalah salah ciri
khas bicara beliau. Setahu saya itu hanya diutarakan pada mahasiswa yang
diakrabinya. Dua tahun lalu buku tersebut saya kembalikan di rumahnya,
beliau menemuiku di ruang tamu dengan tertatih memakai tongkatnya
sepulang berobat dari singapura, saya pun memapahnya sampai di kursi dan
kami bincang-bincang hampir sejam.
Sebelum pensiun, kami pun
sering bincang-bincang dan beliau seringkali memotivasiku untuk lanjut
studi, dana jangan dijadikan hambatan, tuturnya. Dan, atas kebaikan hati
beliaulah saya bisa melanjutkan studi. Beliaulah yang memberi arahan
dan rekomendasi studi. Terima kasih banyak Prof. Terakhir kali kami
bincang2 di ruangannya di STIEM BUNGAYA, ketika saya mengantarkan hadiah
buku dari Pak Rhenald Kasali untuk beliau, buku yang saya peroleh
ketika mempunyai kesempatan belajar di Rumah Perubahan. Karena sejauh
yang saya ketahui, beliau masih rajin membaca dan menulis dan berbagi
apapun yang dimakannya. Masih teringat ketika kubawakan buku, beliau
menawarkan makanan di meja untuk dicicipi bersama.
Ya Allah, semoga beliau dilapangkan tempat dan ditinggikan derajatnya.
Selamat Jalan Bapak, Guru dan orang tua kami.
Wassalam.
Makassar, 23062013
Special for Bapak H.M.Idris Arief (Almarhum).
Syamsu Alam.
13/09/2012
CATATAN SEORANG (yang dianggap) PEMBANGKANG
CATATAN SEORANG (yang dianggap) PEMBANGKANG (bag.1 )
Mengenang masa-masa pencarian diri, pergulatan identitas di kampus Parang tambung dan sekitarnya, dari berbagai inspirator.
(Diramu dari alam bawah sadar serpihan kisah di awal millennium 2K), Nama dan peristiwa adalah benar adanya, bersumber dari alam bawah sadar yang pernah terekam beberapa tahun silam_ catatan ini diinspirasi dari seorang Kakek, mantan anggota Dewan 5 periode, alumni HMI periode JK, sebut saja namanya H.Yunus.Istilah alam bawah sadar yang disampaikannya tidak sepenuhnya sesuai dengan istilah Freud, semoga Allah senantiasa memberkatinya).
Syamsu Alam | Makassar, 12 September 2012
Indikator keberhasilan mahasiswa dari ospek hingga tamat adalah generasi yang bercita-cita menjadi guru, dosen, karyawan dan lain-lain sekaligus tidak bermental ‘Krupuk’ dan berpikiran ala ‘Roti”
(Alamyin)
Dulu sebelum kuliah, saya bercita-cita menjadi Pilot, entah karena waktu kecil setiap pagi saya melihat pesawat lalu lalang di depan rumah kakek, tapi bukan pesawatku, pesawat yang datang dan pergi di Bandara Hasanuddin Ujung Pandang (Mandai).
Seiring berjalannya usia, lagu-lagu Iwan Fals mendapat tempat dihatiku, satu persatu kunikmatinya, hingga pada suatu saat menjelang tamat SMA, saya ingin seperti anak kecil dalam lagunya Iwan Fals. "sore tugu pancoran". Walaupun saya tidak tahu dimana tugu pancoran, saya Ingin kuliah dengan biaya hasil jerih payah sendiri, walau hanya dengan menjajakan koran ataupun menemani orang-orang bekerja.
Singkat cerita saya mendaftar UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) program studi yang menarik bagiku adalah Matematika, Jurusan lain sama sekali tidak menarik minat saya, jauh dari preference imajinasiku, sosial, politik, ekonomi. Kecuali Teknik, ada sedikit godaan untuk melanjutkan studi Teknik Informatika, mengingat PTN saat itu belum ada yang membuka program itu akhirnya kembali ke selera awal "Matematika". Akhirnya dengan perjuangan yang sedikit melelahkan. Latihan soal-soal, absen main bola dan bulutangkis demi sebuah status "Mahasiswa".
Hari yang menegangkan tiba. Pengumuman UMPTN. Teman-teman saya begitu antusias dan progresif mencari pengumuman untuk mengecek apakah nomor undiannya (tes) dimuat di koran. Ada yang berangkat pagi-pagi sekali. Namun saya memilih berangkat agak siang. Walau saya tinggal di Bogor (Bontonompo Gowa Raya, dengan perkiraan 1 jam perjalanan tiba di Pettarani dengan kendaraan khas Gowa-Makassar (pete-pete Merah). Tapi hari itu, saya memilih naik Damri dari terminal sumigo. Sepertinya hari itu dewi Fortuna memihak kepadaku, tanpa harus membeli Koran saya bias mengecek nomor undian di Koran, karena duduk bersebelahan dengan perempuan yang cantik sedang mencari-cari nomor undian, tapi bukan nomornya, Nomor anak kesayangannya. Setelah perempuan itu menemukan nomor yang dicarinya, ia pun meminjamkan kepada saya untuk menjelajah angka dan nama,….ta da… Alhamdulillah, nomor pendaftaran 80-4011… Syamsu Alam terlacak sensor mataku.
Masa-masa meneganggkan belum usai. Pendaftaran ulang, mengurus berkas, berjumpa dengan senior yang sangar-sangar. Cerita tentang senior sangar, saya peroleh dari tetangga yang mengenyam lebih awal manis-asam-asin kehidupan mahasiswa. Bahwa Ospek adalah tahapan yang membutuhkan stamina ekstra untuk dilalui, kesiapan fisik, psikis dan nyali perlu dipersiapkan dengan matang. Tapi lagi-lagi saya biasa-biasa saja, sok..sok menenangkan diri.
Akhir millennium ke-2, atau menjelang Tahun 2K merupakan fase Ospek yang masih terhitung keras bahkan sedikit kejam. Dalam sehari syukur2 kalau kita bisa berdiri dan bergaya di depan senior-senior. Bentakan… dan hentakan yang paling dominan terekam dalam benakku adalah Jalan Jongkok, merayap, push up dan bla..bla…bla… hingga hari ketiga Ospek tangan dan siku berdarah karena harus merayap di atas aspal sepanjang belakang gedung FF 103-Workshop Matematika, jalan jongkok di selokan-selokan MIPA UNM, hingga harus memanjat pohon yang kini sudah tiada di depan himpunan Matematika. Ada pula kejahilan senior yang diturunkan kepada kami yang botak-botak adalah sejenis “permen Massal” satu permen di gilir dari mulut ke mulut ,.. eeits tapi bukanji ciuman ala film itu. Gesek-gesek ketek antar teman sambil menyanyikan lagu “long beach” salah satu Iklan yang popular ketika itu ‘’ la la..la..la..laa...lala..lala…..”
Itulah kegiatan OUTDOOR setiap subuh hingga jam 9 sebelum masuk diruangan 103-104 selama masa OSPEK(PESMAB MIPA). Untuk mendengar materi tentang berbagai aktifitas kegiatan mahasiswa (LK-UKM-BIRO-BIROKRASI KAMPUS dan Wawasan-wawasan lainnya). Di dalam ruangan tak jarang bentak dan gertakan masih berlanjut, khususnya dari panitia yang sering berdiri di dekat pintu (khususnya seksi keamanan), memantau aktifitas kami yang botak dan berbau. Panitia atau senior lain yang biasanya adalah pejabat-pejabat teras kampus (mungkin hanya Jaim kale… :P)kadang memberi pencerahan, presentase dan arahan dengan pendekatannya sedikit soft, komunikatif, dan sedikit demokratis, metode pendekatannya juga bervariasi, bukan hanya hardikan dan gertakan ala militer yang terdengar. Bukan hanya ala militer, gaya imitasi artis kerap dipertontonkan, hukuman berupa nyanyian.Namun, kami seolah-olah merasa nyaman dari “kebringasan” senior-senior yang sok “militeristik” dan keusilan-keusilan lainnya. Dengan cara itu seolah mengharapkan penghormatan dari kami. Dan masih banyak lagi cerita yang mengharu biru di kampus Biru MIPA.
Satu lagi yang berkesan adalah senior perempuan, disalah satu pos yang berbaik hati melindungi dari keprogresifan senior lain. Walaupun pada dasarnya ia juga mempunyai bakat dan kuasa untuk membentak dan menghardik, namun ia memilih bertanya tentang suatu hal, s..e…n…s…o….r… here, semoga ia bahagia dan dirahmati olehNYA.
Terlepas dari +/- kegiatan penyambutan mahasiswa baru, saya teringat dengan ungkapan Pak Ismail (dosen Biologi) (ketika itu PD III MIPA UNM)mengatakan dengan mengutip buku “Quantum Learning”, bahwa esensi penyambutan mahasiswa baru adalah, bagaimana membawa dunia mereka ke dalam dunia yang baru. Artinya ada upaya untuk menginternalisasi dunia yang belum pernah mereka peroleh. Dunia kampus, aktifitas belajar mandiri, keuletan, kerja keras, tanggung jawab pribadi dan sosial dan nilai-nilai universal yang lain (kemanusiaan, kebebasan). Nah, jika transformasi dan internalisasi nilai-nilai kampus berhasil dilakukan maka Ospek bisa dikatakan berhasil. Indikator keberhasilan mahasiswa dari ospek hingga tamat adalah generasi yang bercita-cita menjadi guru, dosen, karyawan dan lain-lain sekaligus tidak bermental ‘Krupuk’ dan berpikiran ala ‘Roti”. Bukan pula yang mengangungkan masa lalu dan keluarganya.
Kuliah hari pertama. Sebagaimana biasa adalah pemilihan ketua kelas. Walaupun nama saya masuk nominasi 3 besar calon ketua, namun demokrasi mayoritas saya harus puas diberi amanah, sebagai ketua pelaksana pengajian angkatan. Ketika itu setiap angkatan baru melakukan pengajian angkatan, diorganisisr sendiri dan tentunya ada bimbingan dari pengurus HIMATIKA ketika itu. Saat itu saya seolah menjadi orang yang paling soleh, karena mengenakan peci :P. Ini pula yang mengunndang minat lembaga dakwah kampus untuk bisa mengajak bergabung dalam jamaahnya.
Hingga suatu ketika saya pun menjadi salah satu pegiat LDK, sebut saja namanya SCMM (bukan nama samaran). Ikut-ikutan pengajian, daurah, hingga suatu hari kemudian hari saya talak karena saya dilarang belajar Logika dan Filsafat. Pernah suatu ketika saya membawa dan membaca buku karya Muhammad Baqir Sadr judulnya “FALSAFATUNA” dan Pembina organisasi tersebut yang juga senior dua tingkat di atasku merebut dari tanganku dan menyimpan, seraya berkata “janganmi Belajar Filsafat,… dan bla..bla…”, semoga Tuhan memberinya petunjuk.Pelarangan itu, semakin menguatkan tekadku mencari tempat-tempat yang bisa membuat saya merasa nyaman dan bebas balajar apa saja. Hingga pada suatu ketika, saya melihat Panflet “Kajian Paket Logika” di Masjid Kampus I UMI setiap malam selama sepekan, walau harus jalan kaki. Kesimpulanku saat itu, belajar Logika itu seksi dan menyehatkan. Dan HMI adalah salah satu tempat yang bisa memediasi hasrat belajar Logika. Hingga dikemudian hari menjelang selesai saya tertarik mengangkat topic skripsi “Aplikasi Logika dalam membuktikan keberadaan Tuhan dengan Logika”, hingga skripsi itu selesai bagian penutupnya, namun tidak bisa diujikan, karena, katanya lebih tepat di program Filsafat. Walaupun dalam pembahasannya saya menggunakan Logika Simbolik (matematika). Demi tugas dan amanah orang-orang yang bejasa melahirkan dan mendidik saya, Bank Indonesia yang memberi beasiswa dan semua orang-orang pernah bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan kehidupanku, yang ingin melihat saya menjadi s a r j a n a……
Semester-semester awal di fakultas MIPA ketika itu, kurang bersahabat untuk meluangkan waktu selain kuliah, kerja tugas laporan praktikum ( TPB: Tahap Pembelajaran Bersama), selama 2 semester harus mengikuti mata kuliah dan praktikum bidang exacta lainnya (Biologi, Kimia, dan Fisika). Suatu kemujuran jika membuat laporan 1-2 kali dan di ACC oleh asisten. Perburuan jadwal asistensi/ responsi dengan asisten sebagai prasyarat untuk mengikuti Praktikum adalah kesibukan tersendiri yang hampir menyita separoh lebih waktu dalam sehari untuk menyesuaikan jadwal. Melalui responsi tesebut, saya dan teman2 dapat mengetahui mahasiswa-mahasiswa berprestasi di jurusan lain. Karena asisten-asisten dikala itu adalah orang-orang yang berprestasi, bukan hanya secara akademik, tetapi juga para pembesar di Lembaga Kemahasiswaan.
Semester awal juga adalah momen yang sangat berkesan, karena ketika itu, hampir 3-4 kali dalam sepekan harus ikut berpanas-panas ria mengikuti yel-yel senior meneriakkan "Sulawesi Merdeka". Dengan kepala botak, pakai ransel, naik truk teriak-teriak sepanjang jalan, bahkan tak jarang saya melihat, beberapa senior bernegosiasi dengan sopir truk agar bersedia mengangkut kami keliling kota, mendatangi TVRI, Gedung DPRD. Menutup ruang kuliah dengan tumpukan Kursi kuliah adalah salah rutinitas sebelum mengumpulkan massa-demonstran. Sebelum berangkat beberapa orator melakukan orasi di Masjid kampus ( kampus Ulil Albab) yang ketika itu masih ada pengurus LDK LKIMB UNM yang bercokol disana. Atau setidaknya orasi / penyampaian pernyataan sikap BEM UNM, masih sering dikumandangkan ibarat adzan di pagi hari. Sehingga semarak dan heroiklah demonstrasi kala itu. Bahkan teman dari Unhas ( sebut saja namanya Fajar Juang / mhs sospol 2002) merasa takjub dan angkat jempol tehadap upaya Lembaga Kemahasiswaan (LK) UNM dalam mengorganisir demonstrasi.
Dari sekian aksi, prestasi dan inovasi beberapa senior yang sempat saya amati zaman itu. Sejenak berguman dalam hati, "sepertinya, saya tidak mampu bicara, diskusi dan berdebat dengan dosen, menulis artikel, merangkai kata-kata dan bla..bla...,bla...diskusi dengan dekan, rektor hingga pejabat, seperti yang dilakukan oleh pengurus-pengurus LK UNM ( Jurusan-Perguruan Tinggi)". Walaupun dalam hati selalu menggoda dan memotivasi bahwa saya bisa seperti mereka bahkan mungkin bisa melampauinya :-P, mengingat pengalamanmu waktu masih sekolah (ketua osis, wakil ketua Ambalan Pramuka, Waka saka bhayangkara dan eX ketua ReMas). Tidak.... tidak... saya mau kuliah sambil membantu penghidupan orang tua, sekali lagi dalam benakku terbayang lagu Iwan Fals,
“Si Budi kecil kuyup menggigil,
menahan dingin tanpa jas hujan,
disimpang jalan tugu pancoran,
tunggu pembeli jajakan koran…
……..
Cepat langkah waktu pagi menunggu
Si Budi sibuk siapkan Buku,
Tugas dari sekolah selesai setengah
Sanggupkah si budi diam di dua sisi”
Spirit mandiri, kerja keras, dan cita-cita terlukis dalam untain setiap lirik lagu tersebut. Walau hanya sebuah lagu, ternaya mampu membangkitkan hasrat keingintahuan dan etos kerja tanpa terlalu berharap hasil, sebagaimana lagu Iwan Fals yang lain “Seperti Matahari”.
Kisah Cinta yang Tak Biasa
Lelaki dan Rembulan karya almarhum Franki Sahilatua, lagu yang apik dan kira-kira bisa menjadi penyampai risalah hati. Keindahan ciptaan Tuhan yang berwujud pada makhluknya yang mungkin mewakili sisi “feminitasnya”. Saya tergolong orang yang sedikit Introvert, demikian salah satu hasil penelitian salah seorang teman yang kuliah di Psikologi. Namun juga menyimpan potensi agresifitas yang tinggi .
Kadang bersenda gurau dengan teman-teman baik di lingkup Matematika, Fakultas Mipa, dan Lintas Fakultas (PKM Kavling I Lt.2 ; Sekretariat BEM UNM yang kini jadi gedung tak bertuan). Sebagai seorang yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bisa mengecap berbagai pengalaman dari berbagai Organisasi atau lebih tepatnya media pencarian diri dan penelusuran bakat pergulatan identitas. Identitas ateis, agamis, sosialis, kapitalis, bahkan mungkin apatis. Bertinteraksi dengan orang-orang yang sok ngatur, ngebos, pemikir, pekerja, pemarah, serakah, pendiam, pembohong dan banyak lagi wajah-wajah yang melebihi wajah Billi yang hanya 24.
Diberbagai tingkatan organisasi di kampus maupun di intra kampus, yang legal maupun illegal sangat berperan dalam membentuk kepribadian. Di HIMPUNAN saya belajar tentang hal-hal yang sederhana teknis-praktis, bagaimana mengelolah kegiatan, manajemen praktis dan lain-lain. Di Fakultas, sedikit agak kompleks karena berinteraksi dengan orang-orang baru (lintas jurusan), birokrasi fakultas. Tentunya kemampuan pendekatan komunikasi perlu beradaptasi dengan dunia ini.
Nah, disini kisah-kisah itu dimulai,… mulai digosipkan homo dengan sekum (kini: dosen di FIP UNM), dan gossip dan kisah cinta backstreet, namun publik masih tetap memanganggap saya jomblo sejati :P….
Jaim, yaa… itulah kira-kira kata yang orang sering alamatkan ke saya, namun saya sendiri tidak pernah merasa jaim,.. berupaya memperlakukan semua mahkluk Tuhan adalah merupakan cita ideal. Namun, manusia tetaplah manusia, punya perasaan…. Jika bicaramu bisa berbohong, mungkin matamu tidak, jika matamu bisa kau atasi, mengkin denyut jantungmu tidak bisa menahan derasnya gemuruh, jika suatu nama atau kata terdengar oleh telingamu.
Kisah itu bermula ketika..... bersambung