14/12/2012
Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Makassar
Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Makassar
Tulisan berikut adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya, "Spirit Pelaut Bugis Makassar", Bagian terakhir dari paper tugas Ekonomi Maritim :). Topik Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Makassar dan sekitarnya.
Menurut Garna (1994), “sistem sosial adalah suatu perangkat peran sosial yang berinteraksi atau kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai, norma dan tujuan yang bersama”. Seperti yang diungkapkan oleh Parsons(1951), “Sistem sosial merupakan proses interaksi di antara pelaku sosial”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem sosial itu pada dasarnya ialah suatu sistem dari tindakan-tindakan yang tercipta karena adanya interaksi.
Tulisan berikut adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya, "Spirit Pelaut Bugis Makassar", Bagian terakhir dari paper tugas Ekonomi Maritim :). Topik Sosial Budaya Masyarakat Pesisir Makassar dan sekitarnya.
Menurut Garna (1994), “sistem sosial adalah suatu perangkat peran sosial yang berinteraksi atau kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai, norma dan tujuan yang bersama”. Seperti yang diungkapkan oleh Parsons(1951), “Sistem sosial merupakan proses interaksi di antara pelaku sosial”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem sosial itu pada dasarnya ialah suatu sistem dari tindakan-tindakan yang tercipta karena adanya interaksi.
Dari berbagai definisi budaya, dapat diperoleh
pengertian mengenai kebudayaan yaitu sesuatu yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan yang meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia
bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata
(konkrit), misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Sistem Sosial Budaya adalah suatu keseluruhan dari
unsur-unsur tata nilai, tata sosial, dan tata laku manusia yang
saling berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara mandiri serta
bersama sama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuan
hidup manusia dalam bermasyarakat.
Sistem kemasyarakatan Bugis-Makassar,
terbagi atas tiga tingkatan (kasta). Pertama: karaeng (Makassar),
menempati kasta tertinggi dalam stratifikasi sosial kemasyarakatan.
Mereka adalah kerabat raja-raja yang menguasai ekonomi dan
pemerintahan. Kedua: tu maradeka (Makassar), kasta kedua dalam sistem
kemasyarakatan Bugis-Makassar. Mereka adalah orang-orang yang merdeka
(bukan budak atau ata). Masyarakat Sulawesi Selatan (Bugis-Makassar)
mayoritas berstatus kasta ini. Ketiga: ata, sebagai kasta terendah
dalam strata sosial. Mereka adalah budak/abdi yang biasanya
diperintah oleh kasta pertama dan kedua. Umumnya mereka menjadi budak
lantaran tidak mampu membayar utang, melanggar pantangan adat, dan
lain-lain.
Dalam perkembangannya, sebagai
sunnatullah, sistem kerajaan runtuh dan digantikan oleh pemerintahan
kolonial, stratifikasi sosial masyarakat Bugis-makassar berangsur
luntur. Hal ini terjadi karena desakan pemerintah kolonial untuk
menggunakan strata sosial tersebut. Selain itu, desakan agama (Islam)
yang melarang kalsifikasi status sosial berdasarkan kasta. Pengaruh
ini terlihat jelas menjelang abad 20, dimana kasta terendah,
“ata”mulai hilang. Bahkan, sampai sekarang kaum ata sudah sulit
ditemukan lagi, kecuali di kawasan pedalaman yang masihsangat feodal.
Setelah Indonesia merdeka, 2 kasta
tertinggi, yaitu ana’ karaeng dan tu maradeka juga berangsur mulai
hilang dalam kehidupan masyarakat. Memang pemakaian gelar ana’
karaeng, semisal Karaenta, Petta, Puang, dan Andi masih dipakai,
tetapi maknanya tidak sesakral zaman kerajaan. Pemakaian gelar
kebangsawanan tersebut tidak lagi dipandang sebagai pemilik status
sosial tertinggi.
Dalam
sistem sosial, juga dikenal adanya hubungan kekerabatan dalam
masyarakat seperti : Sipa’anakang/sianakang,
Sipamanakang,
Sikalu-kaluki, serta Sambori.
Kesemua
kekerabatan yang disebut di atas terjalin erat antar satu dengan yang
lain. Mereka merasa senasib dan sepenanggungan. Oleh karena jika
seorang membutuhkan yang lain, bantuan dan harapannya akan terpenuhi,
bahkan mereka bersedia untuk segalanya.
Sirik
na pacce juga merupakan prinsip hidup bagi suku Makassar. Sirik
dipergunakan untuk membela kehormatan terhadap orang-orang yang mau
memperkosa harga dirinya, sedangkan pacce dipakai untuk membantu
sesama anggota masyarakat yang berada dalam penderitaan. Sering kita
dengar ungkapan suku Makassar berbunyi “Punna tena siriknu, paccenu
seng paknia” (kalau tidak ada siri’mu paccelah yang kau pegang
teguh). Apabila sirikna pacce sebagai pandangan hidup tidak dimiliki
seseorang, akan dapat berakibat orang tersebut bertingkah laku
melebihi tingkah laku binatang karena tidak memiliki unsur kepedulian
sosial, dan hanya mau menang sendiri.
Sistem
sosial, kekerabatan dan nilai-nilai budaya yang dipaparkan di atas
juga terdapat dan termanifestasi di daerah pesisir Makassar sejak
dahulu hingga kini.
Nilai-nilai Budaya dan Roh Keberlanjutan Sumber Daya
Laut (SDL)
Pada pembahasan sistem nilai budaya masyarakat pesisir
Makassar . Sepertinya Patorani (Nelayan penangkap Ikan terbang dan
telurnya) yang banyak di pesisir pantai Galesong dan Barombong cukup
kapabel untuk menggambarkan nilai budaya masyarakat pesisir Makassar.
Karena budaya patorani masih berlangsung hingga kini, selain itu
hasil tangkapan (telur ikan terbang) di ekspor, penangkapan ikan
terbang juga tergolong unik, karena hanya dilakukan pada musim
kemarau dengan alat tradisional. Menurut para ahli, di Indonesia
terdapat 18 jenis ikan terbang, dan 10 diantaranya hidup diperairan
Sulawesi selatan dan wilayah timur Indonesia. Menurut McKnight
(1976) Indonesia adalah pengekspor teripang dan telur torani tertua
didunia, saat Belanda mengalahkan Makassar di Buton tahun 1667, dan
membuat batasan perdagangan bagi orang Makassar, banyak di antara
mereka melarikan diri ke Teluk Carpentaria di Australia, dan kemmbali
dengan memuat tangkapan hasil laut termasuk teripang. Bukti lain yang
mendukung sejarah ini adalah catatan Flinder dan Pobaso di tahun
1803, yaitu tentang nelayan Makassar yang sudah sejak 20 tahun
sebelumnya berlayar mencari ikan terbang ke pulau-pulau sekitar Jawa
sampai ke daerah kering yang terletak di selatan Pulai Rote dan
Pantai Kimberly, Australia Barat (Clark, 2000; Mc Knight 1976).
Dari sisi teknologi penangkapan tradisional yang mereka
pertahankan itu, hanya menggunakan gillnet
(jarring insang) dan pakkaja,
sedangkan untuk menangkap telurnya digunakan
pakkaja dan bale-bale.
Penangkapan dilakukan empat atau lima trip, dan setiap trip sekitar
satu bulan dengan jumlah nelayan tiga atau empat orang. Setiap kapal
pattorani membawa bale-bale sekitar 400-1.000 lembar (Safrudin
Sihotang, 2008).
Sisi menariknya adalah penggunaan teknologi dan
pengetahuan tradisional (kearifan
lokal) yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi
berikutnya. Tradisi mereka tetap dipertahankan walau pengaruh
teknologi modern begitu kuat mempengaruhinya. Struktur sosial
masyarakt nelayan ikan terbang memiliki garis patrilineal
dengan bentuk kerjasama berdasarkan sistem patron klien yang tetap
terpelihara.
Struktur kepatoranian terbentuk suatu organisasi
yang saling terkait satu sama lain antara paplele
(pinggawa darat), juragong
(pinggawa taut) dan sawi
(pekerja/buruh) yang berkisar pada kepentingan-kepentingan untuk
saling mendukung dan sating memeriukan dalam lingkungan unt uk
beraktivitas sebagai kcmunitas nelayan patorani. lama kelamaan
pranata-pranata tersebut di atas semakin teratur dan mapan datam
arti sudah melembaga di dikalangan patorani, selanjutnya
terbentuklah suatu organisasi yang disebut popolele_ pinggowa don
sawi.
Menurut mereka, sistem nilai budaya yang berujud siri'
dan pesse bahkan menjadi jiwa bagi empat kelompom etnik besar di
Sulawesi Selatan yaitu Bugis, Makasar, Mandar dan Toraja.
Siri' merujuk pada budaya rasa-malu yang mendorong dinamika
masyarakat. Menurut Hamid (2007:7) siri' mendorong munculnya
kreativitas dan prestasi, serta rasa malu kalau berbuat salah
dan mengingkari janji atau disiplin. Walapun demikian,
menurutnya, sekarang ini pengertian siri' bergeser pada konsep
martabat atau harga diri bahkan seringkali secara sempit diartikan
sebagai ketersinggungan. Sementara pesse atau pacce mengandung
implikasi berikut dari siri' yang berupa rasa solidaritas (Farid
2007:28-29). Pacce merupakan suatu perasaan sedih yang menyayat
hati apabila ada sesama warga, keluarga atau kawan tertimpa
kemalangan. Rasa ini mendorong orang untuk menolong dan
membantu sesamanya.
Umumnya masyarakat nelayan pesisir pantai Galesong
dan Barombong masih percaya sepenuhnya bahwa lautan itu adalah
hasil ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa sesuai dengan ajaran agama
Islam yang mereka yakini dan anut secara resmi. Merekapun tahu bahwa
segala sesuatu yang ada di alam raya ini, termasuk lautan berada di
bawah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, namun
secara
tradisional warga masyarakat yang bersangkutan mempunyai pula
kepercayaan, bahwa Tuhan yang disebutnya Koraeng Allah Tao/a telah
melimpahkan penguasaan wilayah lautan kepada Nabi
Hellerek.
Nelayan Mandar pun meyakini juga akan keberadaan Nabi
Khaidir dalam struktur dunia gaib, dimana menempatkannya diurutan
pertama sebagai pemimpin dan penguasa laut. Sementara
makhluk-makhluk halus lainnya dianggap sebagai anggota di bawah
kekuasaan dan perintah Nabi Khaidir. (Arifuddin Ismail, 2007:92).
Masyarakat nelayan patorani (penangkap ikan terbang
/tuing-tuing) membutuhkan persiapan- persiapan:
- Tahap perencanaan ;
mencari waktu baik, menentukan sawi, persiapan dan
pemeliharaan peralatan, persiapan bekal nelayan (bokong), kelengkapan
surat-surat.
- Tahap operasional
Sebelum berangkat Punggawa laut membaca Pakdoangan
(do’a) yang disebutnya sebagai bagian
dari erang pakboya-boyang juku.
Adapun isi dari pakdoangang sebagai berikut:
"Irate rammang makdonteng, kupailalang
sorongang. Naungkomae, pirassianga
tangngana biseangku. Rossi ipantarang, rassi ilalang.
Oh ....... , Nabbi. sareanga dalleku ri Allah Taalah, siagang Nabi
Muhammad. Oh ........ , Nabbi Pakere, Nabbi Hedere, sareanga mange
dallekku ri Allah Taalah, siagang Nabbi Muhammad”
Artinya : Di atas awan menggumpal, dengan penuh
harapan. Turunlah, penuhilah perahuku. Penuh di luar, penuh di
dalam. Wahai .... Nabi (Dewa-dewa ikan), berikan rezeki dari
Allah SWT bersama Nabi Muhammad. Wahai..... Nabi Pakere, Nabi
Haidir, berikan juga rezekiku dari Allah bersama Nabi Muhammad.
"lkau makkalepu, areng tojennu ri Allah Taalah.
Boyangak dallekku battu ri Allah Taala.
Malewai ri kanang, I Mandacingi ri kairi.
Tallangpi lina, kutallang todong. Jai leko rilino. Jai tongi
dallekku ri Allah Taala. 0 ..... , Nabbi Hellerek. Allei
dalleknu. Palakkang tongak dollekku.
Artinya: Engkau yang sempurna. Nama aslimu dari
Allah Taala. Carikan rezekiku dari Allah. Si penegak di
sebelah kanan, Si penyeimbang disebelah kiri. Tenggelam dunia,
kutenggelam juga. Banyak daun di dunia, Banyak juga rezekiku
dari Allah. Oh ... , Nabi Khaidir, Ambillah rezekimu, mintakan
juga rezekiku.
Dan masih banyak lagi do’a-do’a lainnya, yang pola
umumnya mengharapkan Ridho Allaw swt melalui perantara Nabi
(Tawassul).
- Tahap pengangkutan produksi dan pemasaran.
Tradisi yang berlangsung hingga kini di masyarakat
pesisir ‘patorani’ yaitu ritual Patorani, Pantangan, ranah suci
Patorani, Pappasang (Akkareso, Barani, Assitulung-tulung dan Siri’
Na Pacce).
Sudah menjadi kebiasaan sebelum Patorani berangkat
melaut melakukan ritual Doa Patorani , membaca bait doa sebelum
berangkat berlayar. “ Ikau
irumpa, areng tojennu ri Allah Taala. Inakke bitti riukkung, areng
tojengku ri Allah Taalah. Ri langi tumabbuttanu ”.
“Pada bait ini mengungkapkan tentang makna hakiki dari perahu yang
digunakan untuk beroperasi. Ungkapan itu merupakan pandangan yang
menunjukkan bahwa, perahu itu pada dasarnya menyerupai manusia yang
diciptakan atas keinginan Tuhan. Oleh sebab itu, setiap perahu yang
ingin
digunakan
untuk beroperasi oleh kelompok pattorani maka punggawa laut harus
dapat berkomunikasi secara batin dengan perahunya. dalam komunikasi
ini, keduanya saling memperkenalkan eksistensinya masing-masing. Di
samping itu, punggawa laut sudah dapat mengetahui apakah perahu itu
bersedia untuk mengantar dan menjaga keselamatan seluruh anggota
kelompok dalam operasi pengumpulan produksi, ataukah sebaliknya.
Selama dalam perjalanan menuju lokasi penangkapan, punggawa laut
pada saat tertentu melakukan komunikasi secara batin dengan
mengharapkan fungsi perahu dapat berjalan sesuai dengan
harapan-harapan yang ada. Harapan-harapan tersebut merupakan
perwujudan dari kategori “kearifan lokal”.” (Akzam Amir, 2011).
“Areng
tojennu ri Allah Taala. Allah Taala ampakjariko biseang. Allah
Taala behupahi. I bungan daeng riboko. Bunga intang ritangngana.
Rimpaki dalleknu. Ri Allah Taala. siagang Nabbi Muhammad”.
“Pada bait ini, juga termasuk “kearifan lokal”.
Dalam bait ini, punggawa perahu atau punggawa laut menyampaikan atau
memberitahukan kepada perahu bahwa sebenarnya nama asli perahu ada di
tangan Allah yang menciptakanmu. Berusahalah mencari rejeki yang
diberikan kepadamu oleh Allah dan Nabi Muhammad.” (Akzam Amir,
Unhas, 2011).
Di masyarakat pesisir Barang Lompo melakukan upacara
Pa’rappo yakni upacara ritual yang dilaksanakan oleh para nelayan
sebelum turun ke laut, dan upacara Karangan yakni upacara ritual yang
dilakukan oleh para nelayan ketika pulang melaut dengan memperoleh
hasil yang berlimpah.
Dahulu kala bahkan dibeberapa tempat tertentu, tradisi
membagikan hasil tangkapan ke tetangga-tetangga masih berlangsung
sebagai wujud kesyukuran dan semangat berbagi dengan sesama. Namun
seiring perkembangan zaman, merebaknya budaya kapitalis, banyak
nelayan atau Papalele, atau
eksportir yang sedikit menggerus tradisi berbagi dikalangan para
nelayan.
PENUTUP
Sistem Sosial Budaya merupakan suatu keseluruhan dari
unsur-unsur tata nilai, tata sosial, dan tata laku manusia yang
saling berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara mandiri serta
bersama sama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuan
hidup manusia dalam bermasyarakat.
Sistem sosial dan nilai budaya masyarakat pesisir
Makassar sejak dahulu kala mampu menjadi kekuatan untuk bertahan
hidup, dan memenuhi kebutuhan dasar mereka, bahkan komoditas tertentu
bisa menajdi komoditas ekspor. Selain itu nilai budaya yang
menunjukkan penyerahan diri total kepa Allaw SWT dalam melakukan
aktivitas ekonomi dapat menjadi formula untuk menjaga kelestarian dan
keberlanjutan sumberdaya laut. Hal ini merupak wujud semangat
Akkareso (Makkareso) dengan menjaga harmoni semesta
Tuhan-Alam-Manusia.
REFERENSI
Adisasmita,
Rahardjo, Pengembangan
Ekonomi Maritim, Universitas
Hasanuddin.2010.
Alfian Noor, dkk. Radioaktivitas
Lingkungan Pantai Makassar: Pemantauan unsure Torium (th) dan
Plutonium (pt) dalam Sedimen Makassar.
UNHAS-Pusdiklat BATAN Jakarta. 2001
Arifin Taslim, dkk., (2012), Riset Pendekatan Ekologi-Ekonomi
Untuk Peningkatan Produktivitas Pertambakan Udang Di Kawasan Selat
Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, Kementerian Kelautan
Dan Perikanan
Garna, Judistira K. 1991. Sistem
Budaya Indonesia. Bandung: Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Lampe Munsi, Strategi-strategi Adaptif Nelayan: Studi Antropologi
Nelayan. Essai Antropologi-IKA Press, Unhas. 1992
Mahmud,lrfan M. (ed), Tradisi, laringan Maritim,
Sejarah-Budaya: Perspektif Etnoarkeologi-Arkeologi Sejarah. Lembaga
Penerbttan Universitas Hasanuddin (Lephas). 2002.
____, Memanfaatkan Potensi Sosial Budaya Lokal untuk
Pengembangan Manajemen Perikanan Lout Berbasis Masyarakat.
Makalah, Jurnal Antropologi lndonesia-Fisip UI-Fisip Unhas. 2000.
Mattuladda. 1974. Bugis Makassar,
Manusia dan Kebudayaan. Makassar: Berita
Antropologi No. 16, Fakultas Sastra UNHAS.
Nasruddin., Kearifan Lokal dalam
Penangkapan Telur Ikan Torani sebagai Komoditas Ekspor pada
Masyarakat Pesisir di Galesong, Sulawesi Selatan.
Kementistek, 2010
------------. 1975. Latoa,
Suatu Lukisan Analitis Antropologi Politik Orang Bugis.
Makassar: Disertasi.
Wahyudin, Yudi., Sistem Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir.
PKSPL-IPB. Bogor.
09/12/2012
Selayang Pandang Spirit Pelaut Makassar
Selayang Pandang Spirit Pelaut Makassar
Diktum The survival of the fittes dalam
referensi teori evolusi mungkin ada benarnya jika dikaitkan dengan spirit para
petarung, semangat para pelaut ulung menaklukkan derasnya ombak dan ganasnya
gelombang dengan tetap menjaga harmoni (Syamsu Alam:2012). Itulah penggambaran
semangat para pelaut Bugis-Makassar menjelajahi samudera sebagaimana yang
terekam dalam sejarah. Pada abad ke-14-17,
dengan simbol Kerajaan Gowa, mereka berhasil
membentuk satu wilayah kerajaan yang luas dengan kekuatan armada laut yang
besar berhasil membentuk suatu Imperium bernafaskan Islam,
mulai dari keseluruhan pulau Sulawesi, kalimantan bagian Timur, NTT, NTB,
Maluku, Brunei, Papua dan Australia bagian utara Mereka menjalin Traktat dengan
Bali, kerjasama dengan Malaka dan Banten dan seluruh kerajaan
lainnya dalam lingkup Nusantara maupun Internasional (khususnya Portugis).
Spirit yang sama juga
tergambar dalam kearifan ”Resopa temmangingi, matinulu, namalomo naletei
pammase Dewata sewwa-E.” Begitulah
pesan tetua Bugis-Makassar kepada anak cucunya. Bahwa ”Rahmat berupa kesejahteraan
dari Tuhan Yang Maha Esa hanya bisa diraih melalui kerja keras, gigih, dan
ulet”. Bagi warga Bugis-Makassar, semangat kerja keras yang biasa dilafalkan
sebagai “makkareso” “akkareso” tak hanya
diwujudkan dalam bentuk bekerja ulet di tanah kelahiran atau di kampung asal
untuk bertahan hidup, di mana saja, semangat itu dikobarkan. Namun, lazimnya,
kutipan pesan itu diucapkan para tetua kepada anak-anak muda yang meminta restu
untuk sompe’ atau merantau.
Istilah
Bugis dan Makassar adalah istilah yang diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah. Hingga pada
akhirnya kejatuhan Kerajaan Makassar pada Belanda menyebabkan segala potensi
dimatikan, mengingat suku ini terkenal sangat keras menentang Belanda. Di mana
pun mereka bertemu Belanda, pasti diperanginya. Beberapa tokoh sentral Gowa
yang menolak menyerah seperti Karaeng
Galesong, hijrah ke Tanah Jawa. Bersama armada lautnya
yang perkasa, memerangi setiap kapal Belanda yang mereka temui. Oleh karena
itu, Belanda yang saat itu dibawah pimpinan Spellman
menjulukinya dengan "Si-Bajak-Laut".
Orang Bugis-Makassar yang tinggal di desa-desa daerah pantai
bermata pencaharian mencari ikan. Mereka akrab dengan laut dan berani
mengarungi lautan luas. Mereka menangkap ikan sampai jauh ke laut hanya dengan
perahu-perahu layar. Dengan perahu layar dari tipe pinisi dan lambo, Orang
Bugis-Makassar mengarungi perairan nusantara sampai Srilanka dan Filipina.
Mereka merupakan suku bangsa Indonesia yang telah mengembangkan kebudayaan maritim
sejak abad ke-17. Orang Bugis-Makassar juga telah mewarisi hukum niaga
pelayaran. Hukum ini disebut Ade’allopiloping Bicaranna Pabbalue ditulis oleh
Amanna Gappa pada lontar abad ke-17. Sambil berlayar orang Bugis-Makassar
mengembangkan perdagangan ke berbagai tempat di Indonesia.
Berbagai jenis binatang laut ditangkap dan
diperdagangkan. Teripang dan holothurioidea (sejenis binatang laut) ditangkap
di kepulauan Tanibar, Irian Jaya, bahkan sampai ke Australia untuk dijual kepada tengkulak. Melalui tengkulak
binatang laut ini diekspor ke Cina. Mulai abad ke- 19 sampai abad ke-20 ekspor
teripang sangat maju.
Menurut
Darwis Semangat survival orang Bugis-Makassar di tanah rantau, , juga tak lepas
dari sistem sosial-budaya yang lekat dengan hierarki (kasta), yakni Karaeng/arung
(bangsawan/juragan) dan ata (hamba/orang kebanyakan). Bagi orang kebanyakan
yang ingin bebas dari sistem itu atau setidaknya ingin naik kelas sosial,
merantau adalah salah satu pilihan. Tali-temali dengan mobilitas vertikal, Prof Halide, menekankannya pada aspek
ekonomi. ”Peningkatan taraf hidup seseorang berbanding lurus dengan strata
sosial yang disandangnya,”.
Wilayah
pesisir dan laut merupakan bagian wilayah daerah yang memiliki sumberdaya alam
yang sangat potensial dan prospektif untuk menjadi akselerator pembangunan
perekonomian daerah jika dikelola dengan baik dan optimum. Sebagai wilayah yang
strategis, wilayah pesisir merupakan suatu zona yang diperuntukkan untuk
berbagai aktivitas manusia baik secara sosial, kultural, ekonomi, industri
maupun pemanfaatan secara langsung.
Sulawesi
Selatan khususnya Makassar sebagai penghubung yang menautkan antara Indonesia
bagian barat dan Indonesia bagian timur yang menyebabkan fungsi logistik,
fungsi transportasi, dan fungsi perdagangan saling berpengaruh. Pelabuhan dan
bandara yang memadai menjadikan potensi kota ini makin terasa secara optimal.
Selain itu, sistem yang terjalin dari turun temurun penting diperhatikan untuk
memahami lebih dalam tentang masyarakat pesisir.
Paper
sederhana ini hendak memotret sistem sosial budaya masyarakat pesisir Makassar
sebagai masyarakat maritim yang tangguh yang pernah terekam dalam sejarah dan
pergeseran yang terjadi akibat perkembangan zaman.
(Bagian A. Pendahuluan Paper Ekonomi Maritim, Syamsu Alam | alamyin@gmail.com)
29/11/2012
Sweet November : The day you hit me
Edisi alamyin kali ini, akan dihiasi oleh Kumpulan kata-kata puitis yang ditulis oleh sastrawan muda Bantaeng Dion Anak Zaman, thanks bro.
Namun sebagian besar karya sastra berikut ditulis oleh mahasiswa tingkat akhir di salah satu jurusan yang cukup jauh dari alam sastrawi. hari-harinya bergelut dengan unsur-unsur dan ikatan-ikatan kimia.
You're unique.
Tema postingan, Sweet November, diinspirasi dari film Keanu Reaves. Selain ceritanya yang keren, Soundtarck film ini juga begitu asik dinikmati dikeheningan (Enya-Only Time).
12 November 2012
Kering nutrisi Otakku,,,,
Kering tenggorokannku,,,
tapi takkan kering Cintaku,,,,, *
13 November 2012
Bila nanti terjaga,,,
Tak q biarkan jejakmu sia-sia
Tak relakan nafasmu terengah
Tak mau menampung air mata
q inginn Hanya senyum sembari berkata AQU BAHAGIA.......
---- UL Mahira
Tidakkahh lelah menghampiri ketika,,,
hawa pergantian siang mlm menghempas badan,,
butiran debu masuk ke saluran,
TErobos di setiap KM jalan,, u my superhero...
14 November 2012
Ilustrasi untuk temanku tauwwa..
aku telah bermukim, disana
kadang terasa bening ini membentur keyakinanku sendiri jatuh
dan membuat rinai dan kelopak bunga tak lagi ditemani kumbang
sebab aku sendiri tidak pernah tahu dan menginginkan
asal mula resah dan rasa ini tercipta
dan jujur aku mengingkan itu!
aku ingin membentuk rindu, dan indahnya menembus batas tirani
aku telah bermukim, disana
kadang terasa bening ini membentur keyakinanku sendiri jatuh
dan membuat rinai dan kelopak bunga tak lagi ditemani kumbang
sebab aku sendiri tidak pernah tahu dan menginginkan
asal mula resah dan rasa ini tercipta
dan jujur aku mengingkan itu!
aku ingin membentuk rindu, dan indahnya menembus batas tirani
pada semesta pun menepuk mimpi, namu keyakinanku utuh
mengira aku mulai salah menepatkan rasa dan pilihan
dialam dunia yang tergolek rindangnya dan teduhnya
aku meletakkannya..aku belajar mencintainya
sepetak dihatiku untuknya, dan menghiasi dipurnama awal aku memilihnya
kini selembut sutra meraba bathinku
pada kiasan semesta yang mulai berencana indah untuk kita
apa kau tahu?
atau kita terlanjur membaginya pada sepetak hati kita masing-masing
seperti apa butiran air mata ini ketika memilihmu
apa juga kau tahu? aku juag tidak butuh pengakuan
bahkan saat aku memulai mengagum,
hingga keyakinan ini tak bisa direnggut lagi,,,
mengira aku mulai salah menepatkan rasa dan pilihan
dialam dunia yang tergolek rindangnya dan teduhnya
aku meletakkannya..aku belajar mencintainya
sepetak dihatiku untuknya, dan menghiasi dipurnama awal aku memilihnya
kini selembut sutra meraba bathinku
pada kiasan semesta yang mulai berencana indah untuk kita
apa kau tahu?
atau kita terlanjur membaginya pada sepetak hati kita masing-masing
seperti apa butiran air mata ini ketika memilihmu
apa juga kau tahu? aku juag tidak butuh pengakuan
bahkan saat aku memulai mengagum,
hingga keyakinan ini tak bisa direnggut lagi,,,
--ditulis oleh Dion Anak Zaman untuk seseorang kepada seseorang---
--------------------------------
Polusii serasa semburan parfum mewangi
Panas mentari bagai sinar penjaga hati
Jalan raya seperti hamparan permadani
Jilbab bagaikan mahkota putri,,, dan
Jasad mu membawaku ke Istana Surgawiii
--- UL Mahira
18 November 2012
KEtika bangun dari sujud...
Bayangan abuabu tampak silau,,,
menghalangi pandang...
Q bentangkan seluruh badann,,
Memulai dengan suara pelan..
tak jua tampak...
Jari2 kakiq,, bergerakk,, mengisyraktkan untk MENERJANG
Menghampiri asal dari keraguan... mulai meneropongg.....
dannn ternyata..........
Cerita terus berlanjut,
31/10/2012
TENTANG MAWAR (BUNGA) MERAH DAN KILLING ME SOFTLY
![]() |
From Alamyin |
Kenapa MAWAR (Bunga) MERAH? Apa pula hubungannya dengan lagu super terkenal "Killing me Softly". Berikut kisahnya, ditulis langsung dari mabes .9, tepat setelah mengupload file di laman Mandiri.
Mawar merah adalah ikon yang melekat pada Fakultas biru Mipa unm kisaran tahun 2004-an. Bahkan pernah dijadikan Ikon OSPEK BEM FAK.MIPA. Kehadiran Mawar Merah dimitoskan dapat menghangatkan suasana perang TEXAS (Teknik-Sastra) ketika itu. katanya....
(Bunga) MERAH adalah kelompok pemberontak dalam serial film kungfu cerita singkatnya seperti yang pernah di ulas oleh DB Asmoro di kompasiana. Salah satu film serial yang saya senangi. Pedang dan Kitab Suci / Putri harum dan Kaisar (Shu Jian En Chou Lu).
Ini adalah karya pertama Chinyung yang dibuat pada tahun 1955 dan berseting di zaman Dinasty Manchu. Novel ini menceritakan mengenai perjuangan kelompok Bunga Merah (Hong Hwa Hwe) dalam menggulingkan pemerintahan Dinasty Ching (Manchu) yang dibumbui dengan cinta segi empat antara Tan Keh Lok/Chen Cia Luo (ketua kelompok bunga merah), Kian Liong (Kaisar Ching), Cheng Tong (putri pertama kepala suku Hui/Uighur) dan Hiang-hiang (adik Cheng Tong).
Kisah berawal saat kelompok bunga merah mengetahui rahasia bahwa Kaisar Ching yang memerintah saat ini sebenarnya adalah keturunan bangsa Han bukan bangsa Manchu. Bahkan Kaisar kianlong sendiri ternyata adalah kakak kandung dari ketua mereka. Maka dari itu disusunlah lobi-lobi agar Kaisar mau berpihak pada bangsa Han dan menggulingkan bangsa Manchu.
Di sisi lain terdapat Suku Hui (Uighur) yang terus berjuang melawan bangsa Manchu dan mengambil kitab suci (Al Qur’an) mereka yang disita oleh Kerajaan Ching. Pertemuan antara Kelompok Bunga Merah dan orang-orang Hui menimbulkan cinta segitiga antara Tan Keh Lok kedua putri kepala suku Hui yaitu Cheng Tong (putri pertama sekaligus panglima perang suku Hui yang gagah perkasa) dan Hiang-Hiang (putri kedua yang terkenal akan kecantikan dan keharuman tubuhnya). Sampai kemudian Kaisar Kian Long yang terpesona dengan kecantikan Hiang-Hiang pun berusaha agar Hiang-Hiang mau menjadi permaisurinya.
Meskipun kisah ini berakhir tragis, dimana Kaisar Kian Long akhirnya mengkhianati Kelompok Bunga Merah dan Hiang-Hiang yang mengetahuinya akhirnya bunuh diri untuk menyelamatkan Tan Keh Lok. Namun Chinyung dalam novel ini sepertinya ingin menyampaikan bahwa apapun yang terjadi dengan urusan pribadi, persoalan bangsa dan perjuangan tak boleh surut. Meskipun akhirnya kita tahu bahwa baik bangsa Han maupun Uighur tidak pernah berhasil lepas dari Dinasty Ching sampai kemudian Monarki di China runtuh dan digantikan oleh Republik.(sumber: http://media.kompasiana.com/buku/2011/11/01/karya-karya-terbaik-chinyung/)
Itulah Kisah Chinyung, Kisah Mawar Merah berduri yang coba saya torehkan dalam seuntai puisi. Saya bisa saja berspekulasi kalau ini adalah suara hati, bisa juga jalan pertama belajar menulis dengan sentuhan perasaan, tidak melulu tentang "eksotisme kemarahan" walaupun ekspresi kemarahan adalah juga wujud cinta yang lain.
Inilah sisi lain pemilik blog ini, yang tidak banyak mahluk adam yang mengetahuinya. Mungkin bukan sisi lain, tapi lebih tepat sisi yang unpublish, untunglah ada media sosial, sebagai salah satu ruang ekspresi tanpa batas. Mungkin om Google masih merekam tulisan jejak 4 tahun silam, sore hari menjelang magrib di kampus biru Mipa. Saya bercerita tentang lagunya Cold Play "Yellow" yang sedikit bisa mewakili isi kepalaku belum isi hati :) Tapi hari ini, tidak ada lagu yang bisa mewakilinya, walaupun ada keidentikan dengan judul lagu, mungkin karena pencipta dan penyanyinya duluan lahir dari saya...hehe
Ditengah serbuan tugas, dengan angka-angka berdigit 15 yang setiap teman yang melihatnya seolah ingin mual. Inilah hidup... resiko anak sekolahan...Sejenak sebelum azan dhuhur berkumandang di masjid kompleks Muhajirin 2. Di Rumah SigmaHouse, tempat ngumpul anak math segala angkatan :). Kusempatkan jemari menggerayangi screen Androidku, hadirlah seuntai kisah berikut:
Killing me softly !
Jangan dengan badik yang karatan.
jangan pula dengan samurai yang sangat tajam.
Cukup dengan sekuntum mawar atau sebutir air mata
Biar saya bisa menikmati hembusan nafasku
Yang kian lama begitu berat.
Alamyin .30.10. 2012
Inilah hidup kawan ! semoga saja bukan hukum karma :).
Tepat dihari ulang tahun teman yang ceria, lincah dan supel. Walau puisi yang singkat nan dalam kata teman di jejaring sosial, ditulis dihari ulang tahunnya, saya tetap bisa happy, bertamu di rumahnya, bercanda ria, ketawa, gila-gilaan bergaya depan kamera, bahkan mengalahkan narsisnya para kontestan Pemilukada Sul-Sel yang mencekam ibarat Pemilihan Kepala Desa :).
Happy Birthday 30.10.2012 for Blue Ranger, thanks jamuannya, baksonya, es buahnya, foto-fotonya, informasinya, everything about me.
Berikut adalah Lirik lagu Killing Me Softly, yang populer dan telah diaransemen dalam berbagai aliran musik. Saya upload dalam tulisan ini biar kelihatan panjang hehe..
Killing Me Softly Songwriters: Gimbel, Norman; Fox, Charles;
Strumming my pain with his fingers Singing my life with his words
Killing me softly with his song
Killing me softly with his song
Telling my whole life with his words
Killing me softly with his song I heard he sang a good song
I heard he had a style And so I came to see him
And listen for a while And there he was this young boy
A stranger to my eyes Strumming my pain with his fingers
Singing my life with his words
Killing me softly with his song
Killing me softly with his song
Telling my whole life with his words
Killing me softly with his song I felt all flushed with fever
Embarrassed by the crowd I felt he found my letters
And read each one out loud I prayed that he would finish
But he just kept right on
Strumming my pain with his fingers
Singing my life with his words
Killing me softly with his song
Killing me softly with his song
Telling my whole life with his words
Killing me softly with his song
Strumming my pain with his fingers
Singing my life with his words
Killing me softly with his song
Killing me softly with his song
Telling my whole life with his words
Killing me softly with his song
Strumming my pain with his fingers
Singing my life with his words
Killing me softly with his song
Killing me softly with his song
Telling my whole life with his (HER) words
17/10/2012
Sekilas Jejak Boot-Camp Training Program Ethics for Entrepreneur
Boot-Camp Training Program Ethics for Entrepreneur Bank Mandiri & Rumah Perubahan Apa yang kita lakukan semata-mata untuk diri sendiri, akan mati bersama kita. PerUBAHan yang kita lakukan dan bermanfaat bagi orang lain, akan kekal abadi… (Dikutip dari Header Web Rumah Perubahan_ Renald Kasali Training Center)![]() |
From Alamyin |
![]() |
From Alamyin |
![]() |
From Alamyin |
![]() |
From Alamyin |
13/09/2012
CATATAN SEORANG (yang dianggap) PEMBANGKANG

CATATAN SEORANG (yang dianggap) PEMBANGKANG (bag.1 )
Mengenang masa-masa pencarian diri, pergulatan identitas di kampus Parang tambung dan sekitarnya, dari berbagai inspirator.
(Diramu dari alam bawah sadar serpihan kisah di awal millennium 2K), Nama dan peristiwa adalah benar adanya, bersumber dari alam bawah sadar yang pernah terekam beberapa tahun silam_ catatan ini diinspirasi dari seorang Kakek, mantan anggota Dewan 5 periode, alumni HMI periode JK, sebut saja namanya H.Yunus.Istilah alam bawah sadar yang disampaikannya tidak sepenuhnya sesuai dengan istilah Freud, semoga Allah senantiasa memberkatinya).
Syamsu Alam | Makassar, 12 September 2012
Indikator keberhasilan mahasiswa dari ospek hingga tamat adalah generasi yang bercita-cita menjadi guru, dosen, karyawan dan lain-lain sekaligus tidak bermental ‘Krupuk’ dan berpikiran ala ‘Roti”
(Alamyin)
Dulu sebelum kuliah, saya bercita-cita menjadi Pilot, entah karena waktu kecil setiap pagi saya melihat pesawat lalu lalang di depan rumah kakek, tapi bukan pesawatku, pesawat yang datang dan pergi di Bandara Hasanuddin Ujung Pandang (Mandai).
Seiring berjalannya usia, lagu-lagu Iwan Fals mendapat tempat dihatiku, satu persatu kunikmatinya, hingga pada suatu saat menjelang tamat SMA, saya ingin seperti anak kecil dalam lagunya Iwan Fals. "sore tugu pancoran". Walaupun saya tidak tahu dimana tugu pancoran, saya Ingin kuliah dengan biaya hasil jerih payah sendiri, walau hanya dengan menjajakan koran ataupun menemani orang-orang bekerja.
Singkat cerita saya mendaftar UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) program studi yang menarik bagiku adalah Matematika, Jurusan lain sama sekali tidak menarik minat saya, jauh dari preference imajinasiku, sosial, politik, ekonomi. Kecuali Teknik, ada sedikit godaan untuk melanjutkan studi Teknik Informatika, mengingat PTN saat itu belum ada yang membuka program itu akhirnya kembali ke selera awal "Matematika". Akhirnya dengan perjuangan yang sedikit melelahkan. Latihan soal-soal, absen main bola dan bulutangkis demi sebuah status "Mahasiswa".
Hari yang menegangkan tiba. Pengumuman UMPTN. Teman-teman saya begitu antusias dan progresif mencari pengumuman untuk mengecek apakah nomor undiannya (tes) dimuat di koran. Ada yang berangkat pagi-pagi sekali. Namun saya memilih berangkat agak siang. Walau saya tinggal di Bogor (Bontonompo Gowa Raya, dengan perkiraan 1 jam perjalanan tiba di Pettarani dengan kendaraan khas Gowa-Makassar (pete-pete Merah). Tapi hari itu, saya memilih naik Damri dari terminal sumigo. Sepertinya hari itu dewi Fortuna memihak kepadaku, tanpa harus membeli Koran saya bias mengecek nomor undian di Koran, karena duduk bersebelahan dengan perempuan yang cantik sedang mencari-cari nomor undian, tapi bukan nomornya, Nomor anak kesayangannya. Setelah perempuan itu menemukan nomor yang dicarinya, ia pun meminjamkan kepada saya untuk menjelajah angka dan nama,….ta da… Alhamdulillah, nomor pendaftaran 80-4011… Syamsu Alam terlacak sensor mataku.
Masa-masa meneganggkan belum usai. Pendaftaran ulang, mengurus berkas, berjumpa dengan senior yang sangar-sangar. Cerita tentang senior sangar, saya peroleh dari tetangga yang mengenyam lebih awal manis-asam-asin kehidupan mahasiswa. Bahwa Ospek adalah tahapan yang membutuhkan stamina ekstra untuk dilalui, kesiapan fisik, psikis dan nyali perlu dipersiapkan dengan matang. Tapi lagi-lagi saya biasa-biasa saja, sok..sok menenangkan diri.
Akhir millennium ke-2, atau menjelang Tahun 2K merupakan fase Ospek yang masih terhitung keras bahkan sedikit kejam. Dalam sehari syukur2 kalau kita bisa berdiri dan bergaya di depan senior-senior. Bentakan… dan hentakan yang paling dominan terekam dalam benakku adalah Jalan Jongkok, merayap, push up dan bla..bla…bla… hingga hari ketiga Ospek tangan dan siku berdarah karena harus merayap di atas aspal sepanjang belakang gedung FF 103-Workshop Matematika, jalan jongkok di selokan-selokan MIPA UNM, hingga harus memanjat pohon yang kini sudah tiada di depan himpunan Matematika. Ada pula kejahilan senior yang diturunkan kepada kami yang botak-botak adalah sejenis “permen Massal” satu permen di gilir dari mulut ke mulut ,.. eeits tapi bukanji ciuman ala film itu. Gesek-gesek ketek antar teman sambil menyanyikan lagu “long beach” salah satu Iklan yang popular ketika itu ‘’ la la..la..la..laa...lala..lala…..”
Itulah kegiatan OUTDOOR setiap subuh hingga jam 9 sebelum masuk diruangan 103-104 selama masa OSPEK(PESMAB MIPA). Untuk mendengar materi tentang berbagai aktifitas kegiatan mahasiswa (LK-UKM-BIRO-BIROKRASI KAMPUS dan Wawasan-wawasan lainnya). Di dalam ruangan tak jarang bentak dan gertakan masih berlanjut, khususnya dari panitia yang sering berdiri di dekat pintu (khususnya seksi keamanan), memantau aktifitas kami yang botak dan berbau. Panitia atau senior lain yang biasanya adalah pejabat-pejabat teras kampus (mungkin hanya Jaim kale… :P)kadang memberi pencerahan, presentase dan arahan dengan pendekatannya sedikit soft, komunikatif, dan sedikit demokratis, metode pendekatannya juga bervariasi, bukan hanya hardikan dan gertakan ala militer yang terdengar. Bukan hanya ala militer, gaya imitasi artis kerap dipertontonkan, hukuman berupa nyanyian.Namun, kami seolah-olah merasa nyaman dari “kebringasan” senior-senior yang sok “militeristik” dan keusilan-keusilan lainnya. Dengan cara itu seolah mengharapkan penghormatan dari kami. Dan masih banyak lagi cerita yang mengharu biru di kampus Biru MIPA.
Satu lagi yang berkesan adalah senior perempuan, disalah satu pos yang berbaik hati melindungi dari keprogresifan senior lain. Walaupun pada dasarnya ia juga mempunyai bakat dan kuasa untuk membentak dan menghardik, namun ia memilih bertanya tentang suatu hal, s..e…n…s…o….r… here, semoga ia bahagia dan dirahmati olehNYA.
Terlepas dari +/- kegiatan penyambutan mahasiswa baru, saya teringat dengan ungkapan Pak Ismail (dosen Biologi) (ketika itu PD III MIPA UNM)mengatakan dengan mengutip buku “Quantum Learning”, bahwa esensi penyambutan mahasiswa baru adalah, bagaimana membawa dunia mereka ke dalam dunia yang baru. Artinya ada upaya untuk menginternalisasi dunia yang belum pernah mereka peroleh. Dunia kampus, aktifitas belajar mandiri, keuletan, kerja keras, tanggung jawab pribadi dan sosial dan nilai-nilai universal yang lain (kemanusiaan, kebebasan). Nah, jika transformasi dan internalisasi nilai-nilai kampus berhasil dilakukan maka Ospek bisa dikatakan berhasil. Indikator keberhasilan mahasiswa dari ospek hingga tamat adalah generasi yang bercita-cita menjadi guru, dosen, karyawan dan lain-lain sekaligus tidak bermental ‘Krupuk’ dan berpikiran ala ‘Roti”. Bukan pula yang mengangungkan masa lalu dan keluarganya.
Kuliah hari pertama. Sebagaimana biasa adalah pemilihan ketua kelas. Walaupun nama saya masuk nominasi 3 besar calon ketua, namun demokrasi mayoritas saya harus puas diberi amanah, sebagai ketua pelaksana pengajian angkatan. Ketika itu setiap angkatan baru melakukan pengajian angkatan, diorganisisr sendiri dan tentunya ada bimbingan dari pengurus HIMATIKA ketika itu. Saat itu saya seolah menjadi orang yang paling soleh, karena mengenakan peci :P. Ini pula yang mengunndang minat lembaga dakwah kampus untuk bisa mengajak bergabung dalam jamaahnya.
Hingga suatu ketika saya pun menjadi salah satu pegiat LDK, sebut saja namanya SCMM (bukan nama samaran). Ikut-ikutan pengajian, daurah, hingga suatu hari kemudian hari saya talak karena saya dilarang belajar Logika dan Filsafat. Pernah suatu ketika saya membawa dan membaca buku karya Muhammad Baqir Sadr judulnya “FALSAFATUNA” dan Pembina organisasi tersebut yang juga senior dua tingkat di atasku merebut dari tanganku dan menyimpan, seraya berkata “janganmi Belajar Filsafat,… dan bla..bla…”, semoga Tuhan memberinya petunjuk.Pelarangan itu, semakin menguatkan tekadku mencari tempat-tempat yang bisa membuat saya merasa nyaman dan bebas balajar apa saja. Hingga pada suatu ketika, saya melihat Panflet “Kajian Paket Logika” di Masjid Kampus I UMI setiap malam selama sepekan, walau harus jalan kaki. Kesimpulanku saat itu, belajar Logika itu seksi dan menyehatkan. Dan HMI adalah salah satu tempat yang bisa memediasi hasrat belajar Logika. Hingga dikemudian hari menjelang selesai saya tertarik mengangkat topic skripsi “Aplikasi Logika dalam membuktikan keberadaan Tuhan dengan Logika”, hingga skripsi itu selesai bagian penutupnya, namun tidak bisa diujikan, karena, katanya lebih tepat di program Filsafat. Walaupun dalam pembahasannya saya menggunakan Logika Simbolik (matematika). Demi tugas dan amanah orang-orang yang bejasa melahirkan dan mendidik saya, Bank Indonesia yang memberi beasiswa dan semua orang-orang pernah bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan kehidupanku, yang ingin melihat saya menjadi s a r j a n a……
Semester-semester awal di fakultas MIPA ketika itu, kurang bersahabat untuk meluangkan waktu selain kuliah, kerja tugas laporan praktikum ( TPB: Tahap Pembelajaran Bersama), selama 2 semester harus mengikuti mata kuliah dan praktikum bidang exacta lainnya (Biologi, Kimia, dan Fisika). Suatu kemujuran jika membuat laporan 1-2 kali dan di ACC oleh asisten. Perburuan jadwal asistensi/ responsi dengan asisten sebagai prasyarat untuk mengikuti Praktikum adalah kesibukan tersendiri yang hampir menyita separoh lebih waktu dalam sehari untuk menyesuaikan jadwal. Melalui responsi tesebut, saya dan teman2 dapat mengetahui mahasiswa-mahasiswa berprestasi di jurusan lain. Karena asisten-asisten dikala itu adalah orang-orang yang berprestasi, bukan hanya secara akademik, tetapi juga para pembesar di Lembaga Kemahasiswaan.
Semester awal juga adalah momen yang sangat berkesan, karena ketika itu, hampir 3-4 kali dalam sepekan harus ikut berpanas-panas ria mengikuti yel-yel senior meneriakkan "Sulawesi Merdeka". Dengan kepala botak, pakai ransel, naik truk teriak-teriak sepanjang jalan, bahkan tak jarang saya melihat, beberapa senior bernegosiasi dengan sopir truk agar bersedia mengangkut kami keliling kota, mendatangi TVRI, Gedung DPRD. Menutup ruang kuliah dengan tumpukan Kursi kuliah adalah salah rutinitas sebelum mengumpulkan massa-demonstran. Sebelum berangkat beberapa orator melakukan orasi di Masjid kampus ( kampus Ulil Albab) yang ketika itu masih ada pengurus LDK LKIMB UNM yang bercokol disana. Atau setidaknya orasi / penyampaian pernyataan sikap BEM UNM, masih sering dikumandangkan ibarat adzan di pagi hari. Sehingga semarak dan heroiklah demonstrasi kala itu. Bahkan teman dari Unhas ( sebut saja namanya Fajar Juang / mhs sospol 2002) merasa takjub dan angkat jempol tehadap upaya Lembaga Kemahasiswaan (LK) UNM dalam mengorganisir demonstrasi.
Dari sekian aksi, prestasi dan inovasi beberapa senior yang sempat saya amati zaman itu. Sejenak berguman dalam hati, "sepertinya, saya tidak mampu bicara, diskusi dan berdebat dengan dosen, menulis artikel, merangkai kata-kata dan bla..bla...,bla...diskusi dengan dekan, rektor hingga pejabat, seperti yang dilakukan oleh pengurus-pengurus LK UNM ( Jurusan-Perguruan Tinggi)". Walaupun dalam hati selalu menggoda dan memotivasi bahwa saya bisa seperti mereka bahkan mungkin bisa melampauinya :-P, mengingat pengalamanmu waktu masih sekolah (ketua osis, wakil ketua Ambalan Pramuka, Waka saka bhayangkara dan eX ketua ReMas). Tidak.... tidak... saya mau kuliah sambil membantu penghidupan orang tua, sekali lagi dalam benakku terbayang lagu Iwan Fals,
“Si Budi kecil kuyup menggigil,
menahan dingin tanpa jas hujan,
disimpang jalan tugu pancoran,
tunggu pembeli jajakan koran…
……..
Cepat langkah waktu pagi menunggu
Si Budi sibuk siapkan Buku,
Tugas dari sekolah selesai setengah
Sanggupkah si budi diam di dua sisi”
Spirit mandiri, kerja keras, dan cita-cita terlukis dalam untain setiap lirik lagu tersebut. Walau hanya sebuah lagu, ternaya mampu membangkitkan hasrat keingintahuan dan etos kerja tanpa terlalu berharap hasil, sebagaimana lagu Iwan Fals yang lain “Seperti Matahari”.
Kisah Cinta yang Tak Biasa
Lelaki dan Rembulan karya almarhum Franki Sahilatua, lagu yang apik dan kira-kira bisa menjadi penyampai risalah hati. Keindahan ciptaan Tuhan yang berwujud pada makhluknya yang mungkin mewakili sisi “feminitasnya”. Saya tergolong orang yang sedikit Introvert, demikian salah satu hasil penelitian salah seorang teman yang kuliah di Psikologi. Namun juga menyimpan potensi agresifitas yang tinggi .
Kadang bersenda gurau dengan teman-teman baik di lingkup Matematika, Fakultas Mipa, dan Lintas Fakultas (PKM Kavling I Lt.2 ; Sekretariat BEM UNM yang kini jadi gedung tak bertuan). Sebagai seorang yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bisa mengecap berbagai pengalaman dari berbagai Organisasi atau lebih tepatnya media pencarian diri dan penelusuran bakat pergulatan identitas. Identitas ateis, agamis, sosialis, kapitalis, bahkan mungkin apatis. Bertinteraksi dengan orang-orang yang sok ngatur, ngebos, pemikir, pekerja, pemarah, serakah, pendiam, pembohong dan banyak lagi wajah-wajah yang melebihi wajah Billi yang hanya 24.
Diberbagai tingkatan organisasi di kampus maupun di intra kampus, yang legal maupun illegal sangat berperan dalam membentuk kepribadian. Di HIMPUNAN saya belajar tentang hal-hal yang sederhana teknis-praktis, bagaimana mengelolah kegiatan, manajemen praktis dan lain-lain. Di Fakultas, sedikit agak kompleks karena berinteraksi dengan orang-orang baru (lintas jurusan), birokrasi fakultas. Tentunya kemampuan pendekatan komunikasi perlu beradaptasi dengan dunia ini.
Nah, disini kisah-kisah itu dimulai,… mulai digosipkan homo dengan sekum (kini: dosen di FIP UNM), dan gossip dan kisah cinta backstreet, namun publik masih tetap memanganggap saya jomblo sejati :P….
Jaim, yaa… itulah kira-kira kata yang orang sering alamatkan ke saya, namun saya sendiri tidak pernah merasa jaim,.. berupaya memperlakukan semua mahkluk Tuhan adalah merupakan cita ideal. Namun, manusia tetaplah manusia, punya perasaan…. Jika bicaramu bisa berbohong, mungkin matamu tidak, jika matamu bisa kau atasi, mengkin denyut jantungmu tidak bisa menahan derasnya gemuruh, jika suatu nama atau kata terdengar oleh telingamu.
Kisah itu bermula ketika..... bersambung