02/04/2018
Bahan Ajar #ep FE UNM
Bahan Ajar Ekonomi Pembangunan
Sejak pertama kali mengajar di Ekonomi Pembangunan FE UNM Makassar, saya senantiasa berupaya menerapkan pembelajaran yang
berorientasi pada proses dialogis. Berdasarkan pengalaman yang diperoleh di
organisasi nirlaba dan eksternal kampus, saya meyakini bahwa pembelajaran yang
menarik jika mahasiswa memahami manfaat suatu pelajaran. dalam istilah Hernowo AMBAG "apa manfaatnya bagiku", Awalnya saya
menerapkan model pembelajaran apresiatif dan kolaboratif, yang memosisikan
mahasiswa sebagai subjek pembelajaran dan mempunyai aset positif untuk
dikembangkan.
Kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi semakin memudahkan menerapkan pembelajaran yang
berbasis pada mahasiswa. Dengan memanfaatkan film pendek motivatif seperti: (The Tree-India), video pendek
TedX (Rita Pierson tentang Pendidikan), dan iklan kreatif (Heineken), dan Iklan Volkswagen "Theory of Fun" yang menginspirasi.
Hal tersebut efektif memberikan wawasan dan pemahaman pada mahasiswa bahwa
sumber belajar dan media belajar sangat luas dan beragam. Bahkan materi kuliah atau diskusi yang alot
dalam proses belajar sering kali mereka diskusikan sampai di luar kelas, ketika
jam pelajaran selesai.
Meskipun bahan ajar relatif mudah diperoleh, namun akan lebih baik apabila bahan tersebut terintegrasi dengan tujuan pembelajaran. Adapun beberapa bahan ajar yang pernah kami susun, dapat didownload pada link berikut:
- Makroekonomi
- Statistik Ekonomi
- ICT 4 Development
- Ekonomi Kelembagaan
- Statistik Manajemen
- Kewirausahaan
- Ekonomi Pembangunan
- Teknik Perencanaan Pembangunan
- Ekonometrika
Sumber Gambar: nmbu.no
Sincerely alamyin
09/10/2017
Panduan Menulis Esai dengan Mudah
Menulis adalah cara untuk mengabadikan diri.Menulis sebagai puncak kecemerlangan pikiran seseorang.
Menulis adalah aktivitas intelektual tertinggi.
Menulis sebagai upaya membangun peradaban. Menulis terasa berat karena melibatkan hampir semua potensi manusia. Potensi pertama yaitu kemampuan melihat, mengamati, dan merasakan fakta-fakta empiris (Indera). Kedua, kamampuan menalar untuk menghubungkan sejumlah fakta-fakta dan ide-ide yang dimiliki penulis. Entah ide tersebut berasal dari hasil bacaan atau diskusi dengan orang lain. dan potensi terakhir adalah hati atau bisikan qalbu.
Penulis handal yang mampu mengalirkan tulisannya hingga menggerakkan para pembacanya adalah kombinasi dari ketiga potensi manusia tersebut.
Berikut adalah peta pikiran (mind map) apa dan bagaimana itu esai. Semoga peta pikiran berikut dapat memotivasi para pembaca untuk lebih giat menulis. Menulis sebagai salah satu tradisi Literasi. Karena Literasi adalah salah satu upaya melawan Hoax.
Inilah esai Mind Map.pdf
Mohon maaf ini bukan panduan teknis tahap demi tahap. Kemudahan menulis karena bahan bakarnya ada pada setiap individu yang mempunyai ketiga potensi di atas. Pada setiap esai selalu memuat pengantar, isi, dan kesimpulan. Keterampilan dan kepiawaian merangkai kata akan lahir dengan sendirinya seiring dengan makin banyaknya 'jam terbang'. Intinya menulislah.....
Chart di atas memang terkesan ribet, beberapa istilah diantaranya butuh penjelasan. Peta pikiran di atas adalah presentase di dua kelas di kampus UNM Makassar. Pertama di kelas Literasi BEM UNM, kedua di Kelompok Studi 'Praxis'. Dari hasil diskusi kedua kelompok ini, ada kesamaan pandangan diantara audiens. Mereka mengatakan lebih termotivasi dan lebih mudah memahami tentang esai dengan peta pikiran di atas.
Pada kedua forum diskusi di atas sebagai upaya berbagi cerita dan pengalaman tentang menulis. Salah satu trik sederhana adalah, IKATLAH IDE KAPAN DAN DIMANAPUN IA MUNCUL. Kadang-kadang saat 'EE' atau mengendarai kendaraan, tiba-tiba muncul ide, maka disarankan untuk segera mengikatnya dengan MENULISKANNYA. Karena ketika saat-saat itu dilewati atau menundanya, maka bisa dipastikan ide itu akan berlalu bak dan sekedar melintasi pikiran kita.
Sekali lagi mohon maaf, ini bukan panduan tahap demi tahap sebagaimana membuat mie instan, ini sekadar motivasi untuk diri sendiri, dan jika ada yang berkenan menginternalisasi ke dalam dirinya silakan. Keep It Simple and Sob (KISS).
Sumber bacaan: Inilah esai, Muhiddin M Dahlan. Radioboekoe
#Mind map #Menulis Esai #Esai
08/10/2017
PASAR HOAX DAN "SAKAU" KEKUASAAN
Media Sosial (medsos), kini menjadi medan perang kata
(wacana). Satu pihak melancarkan serangan kepada pihak lain, yang lainnya
pasang kuda-kuda untuk melakukan counter-attack.
Medos awalnya adalah media berbagi informasi, diskusi, dan berkolaborasi. Kini
bermetamorfosis menjadi alat propaganda yang powerfull. Benturan kepentingan akan menyeret pihak-pihak yang
terlibat untuk melakukan apa saja demi mencapai tujuan. Apa, dan siapa yang
terlibat dalam transaksi Hoax? Elegankah melawan Hoax dengan Hoax? Dan apa
relevansi pesan Agama, telah dibutakan mata, telinga, akal dan hatinya untuk
menerima kebenaran?
Hampir setiap peristiwa, khususnya yang berpotensi
menimbulkan konflik selalu disertai dengan pasar Hoax. Kata hoax sendiri muncul
pertama kali dari sebuah film yang berjudul
The Hoax, film drama Amerika 2006 yang disutradarai oleh Lasse
Hallström. Sederhananya
Hoax adalah kata yang berarti
ketidakbenaran suatu informasi, mengandung tipuan dan kebohongan. Kebohongan
sendiri sudah ada sejak masa manusia pertama hadir ke bumi.
Dua Rezim Utama
Saya teringat bulan lalu, perjalanan di Jakarta, dari
blok M ke Bundaran HI, sopir moda transportasi online berujar ke saya,
"Mas, di Indoneaia ini hanya ada dua perang kekuatan politik, pro keluarga
atau ide-ide Sukarno dan pro Suharto". Terkesan reduksionis tapi banyak
benarnya. Sembari menyetir, dia melanjutkan ceritanya. Lihat saja mas,
mantan-mantan presiden. Pak Habibie, Gusdur, Mega, dan Jokowi lebih pro
Sukarno, selainnya pro kubu sebelah. 'Piye kabare, enak jamanku toh'. Demikian
pengikut Suharto mereproduksi ‘post power
sindrom-nya’.
Ada banyak isu yang dengan mudah membuat kita
terbelah dalam dua kutub kekuatan politik. ‘Penggorangan’ isu Sunni-Syiah,
Ahok, Suriah vs Koalisi Arab Saudi, hingga persoalan remeh temeh seperti model
rambut Jokowi pun tak luput dari perang sosmed. Isu terakhir adalah soal Hoax
terbesar Orde Baru film G.30 S/PKI. Isu yang menunjukkan betapa kealpaan pengetahuan
pihak anti komunis, hingga membuat meme,
Komunis sama dengan Liberal. Sejak kapan komunis jadi liberali?
Gempuran Hoax melalui produksi dan reproduksi teks
tidak tepat diatasi dengan indoktrinasi. Apalagi indoktrinasi sekadar
menguatkan status quo. Hal tersebut
hanya akan menyebabkan individu dan masyarakat terjerambab dalam lubang sumur
kebodohan. Sekaligus sejenis malpraktik. Melawan kebohongan hanya bisa dengan
tidak melakukan kebohongan apalagi mereproduksinya. Bagi Rocky Gerung, Hoax
adalah tantangan kritis bagi nalar publik. Menurutnya, Hoax hanya dapat dilawan
secara efektif melalui Literasi (tradisi baca, diskusi, dan menulis).
Sepertinya perlu direnungkan bahwa, setiap text pasti tidak terlepas dari konteks (peristiwa yang dipengaruhi oleh
setting aktor, waktu, tempat dan budaya). Dan terakhir interpretasi atas text
dan konteks. Siapa yang paling berhak menafsirkan teks dan konteks? Jangan cari
jawabannya pada kubu penguasa. Carilah pada siapa pun yang tidak terlalu
‘menggilai kekuasaan’. Meskipun menafsirkan sesuatu adalah juga sejenis kuasa.
Setidaknya ada penguasaan pengetahuan (otoritas keilmuan) bukan atas kekuasaan
karena lembaga atau institusi (misalnya Negara). Kenapa? Karena yang berkuasa
paling berpeluang membuat hoax dengan piawai.
Tapi kini, di era 'banalitas informasi' kekuasaan
bisa menyebar pada siapa saja. Tapi tetap saja negara (penguasa) paling punya
potensi terbesar. Nah, atas perang text dan penafsiran yang terjadi. Tuhan
telah lebih awal mengantisipasinya, melalui seruan Bacalah. Bacalah dengan
panca indera, pahami dengan akal, dan terakhir yakinkan dengan hati, untuk dan
atas nama Tuhan. Medan perang kedua Rezim di Indonesia yang makin luas dan
kompleks, kerap mengabaikan seruan tersebut.
Hoax alat Indoktrinasi
Perang text bisa mencerdaskan asalkan di dalamnya ada
proses berpikir, ada dialektika dalam diri, yang bisa berakhir pada saling
membijaksanai perbedaan. Pada titik ini, perbedaan akan menjadi rahmat.
Selainnya adalah bencana dan malapetaka. Bencana terbesar manusia adalah
ketiadaan pengetahuan, kealpaan belajar pada diri yang akan menyeret pada
fanatisme tak berkesudahan, ibarat sinetron yang sulit menemukan episode akhir
yang elegan.
Perang wacana dalam era 'banalitas informasi' adalah
sejenis ideologisasi. Entah ideologi A, B, C, 1, 2 hingga 2019. Ideologisasi
penting untuk menjaga kepatuhan. Slavoj Zizek telah memberikan formula, bahwa
ideologisasi selalu terjadi tiga hal. Indoktrinasi, Kepercayaan (belief), dan
ritual. Perang wacana adalah tahap awal membangun indoktrinasi, memberikan
informasi secara berulang agar melekat dalam alam bawah sadar. Yang setiap saat
mudah dipanggil. Jika sudah demikian maka kepercayaan akan terbangun dan
akhirnya seluruh ritual akan diarahkan untuk menyokong doktrin-doktrin yang sudah
tersimpan rapi dalam alam bawah sadar. Efek lebih jauh dan tragis adalah
kecanduan akan doktrin tersebut dan akhirnya 'sakau' kekuasaan.
Setidaknya Hoax mengajarkan kita sejenis gejala
penyimpangan berpikir yang anti kausalitas. Model beripikir atas dasar dalil
Pokok, pokoknya kalau bukan ‘anu’ salah. Pokoknya semua salah jokowi. Jika Anda
menemukan ciri-ciri tersebut, mungkin telah overdosis pil c-PCC atau sejenis
calon Presiden Cuma Cumi. Si penderita 'Sakau' kekuasaan akan mencari,
mengakumulasi dan memanfaatkan informasi apa saja untuk memuaskan kesakauannya.
Waspadalah.
*) Tulisan ini pernah dimuat di Tribun Timur Edisi Jumat 29 September 2017
**) Staf pengajar di Fakultas Ekonomi
UNM Makassar