Read, Write, and Do Something

No Teaching without learning

Menulislah agar abadi

---

Listen, free economic make better

20/02/2017

AROMA EMPIRISME PARA PEMBELA AJARAN (T)UHAN



Berselancar di media sosial, setidaknya memberikan beberapa manfaat. Diantaranya dapat bersilaturrahmi dengan teman lama dan berbagi cerita suka dan derita dengan daftar teman. Selain itu dapat melatih kesabaran menahan diri, tetap hening dan terjaga dalam keriuhan "Bom Informasi". Manfaat lebih jauh dapat menggambarkan REFERENSI, PREFERENSI, dan INTERPRETASI yang diikuti (dipilih) oleh seseorang.

Tulisan ini adalah refleksi diri dan teman-teman yang di ruang-ruang komentarnya dijejali dengan aroma-aroma interogasi. Interogasi atas status dan tweet yang berujung pada pemaksaan kesepahaman serta pilihan keyakinan si interogator. Mereka seperti pasukan pemusnah, yang bisa datang kapan saja di status-status atau postingan kita. Tiba-tiba datang dengan secuil referensi di otak kanan dan kirinya serta  kosakata yang sangat terbatas di tangannya.

Si interogator memburu dengan pertanyaan-ertanyaan yang kadang OUT OF CONTEXT. Kalaupun dalam konteks variasinya tidak banyak, tidak menantang dan prematur. Kesannya pun cenderung memaksakan pemahamannya. Isu minoritas kaum Syiah, pendukung Ahok yang dilabeli kafir, hingga tokoh-tokoh ulama sekaliber Prof. Qurais Shihab pun tak luput dari cercaan "Liberal" dan "Syiah". Saya jadi ingat ungkapan satire. Apakah ketika kita memegang palu semua tampak seperti paku? Si interogator sudah tidak bisa membedakan sekadar "have fun" dengan komentar-komentar, diskusi ringan, bahkan penghormatan pada yang lebih tua: kakak, bapak tidak dibaikan. Upaya untuk saling memahami perbedaan seolah ditutup dengan kebencian. Oleh karena kebenciannya itu saya curiga, jangan-jangan mereka sudah seperti si pemegang palu itu.

Inilah era BANALITAS informasi. Yaa sekadar informasi yang liar hingga tak terkontrol, fasenya seperti fase kapitalisme lanjut, yang bercirikan tua renta tapi liar. Padahal di atas tahap informasi masih ada dua tingkatan, yaitu pengetahuan dan kebijaksanaan. Atas semua data dan  informasi yang diperoleh dari berbagai sumber dan perspektif yang beragam, kemudian diolah menjadi PENGETAHUAN. Artinya dalam pengetahuan, ada proses BERPIKIR. Contoh, dulu ketika masih kuliah S1 dengan doktrin-doktrin gereja ortodoks yang menghambat kemajuan ilmu pengetahuan...OOPS Sorry, salah. Maksud saya, Doktrin-doktrin lembaga dakwah kampus (Sebagai derivasi dari induknya- Wahabisme) dengan ciri khas yang nyentrik: panggilan antum/akhi, celana khas puntung, rutin hafal hadis dst, doyan menyesatkan dan mengkafirkan. Sy meyakini dengan haqqul yaqien, siapapun di luar Islam, Kafir. Hingga pada suatu ketika saya membaca buku, yang membahas tentang Kafir dengan persfektif yang beda dengan definisi kafir di atas. Ringkasnya seperti berikut yang sadur dari tulisan kanda Kama. Kafir dalam terminologi adalah menolak, mengingkari, mengingkari kenyataan, kebenaran, kebaikan dll. Seirama dengan hal tersebut, dari makna terminologi ini para ulama membagi kafir menjadi dua. Kafir hakiki dan kafir fikhih. Kafir hakiki hampir sama (klo tidak persis) dgn makna terminologi: tapi kafir fikhih adalah kafir menurut pandangan kaum Islam yg mengatakan yg tidak mengucapkan syahadatain, dalam artian bahwa siapapun yg tidak mengucapkan syahadatain, maka ia kafir. pertanyaannya: apakah Islam hanya sekedar mengucapkan syahadatain lalu melakukan apa saja yg ia inginkan untuk menolak org yg mungkin dia tdk kafir secara hakiki. Berdasar pada berbagai REFERENSI itu,  saya mendapat tambahan pengetahuan, yang berdampak pada cara pamdang terhadap orang di luar apa yang saya yakini selama ini. 

Tahapan selanjutnya setelah data dan informasi diolah dan menghasilkan pengetahuan baru adalah KEBIJAKSANAAN. Bijak menghadapi orang yang beda keyakinan, beda pacar, beda istri, beda suami, baju, makanan, status sosial, tingkat pendidikan dan masih banyak lagi contoh-contoh nyata yang Tuhan hamparkan di seantero semesta, tentang betapa perbedaan nyata adanya.

Pada dasarnya perbedaan ada karena tiga hal. Yaitu, Referensi, Preferensi, dan Interpretasi (Tafsiran). Prinsip Logika mengajarkan. TIDAK ADA  SESUATU YANG SAMA SELAIN SESUATU ITU SENDIRI. X hanya sama dengan X. Lalu, mengapa kalian (penebar kebencian) harus mengenterogasi siapapun yang berbeda dengan pilihan, dan cenderung memaksakan pemahaman. Dan jika berbeda, atribut 'Sesat" 'Liberal" Syiah" adalah kata kunci penutup diskusi (debat).

Teks pertama Al Quran, IQRA (arti BACALAH),  cara pandang terhadap TEKS 'BACALAH' setiap orang pasti berbeda. Tafsir tergantung Referensi dan Preferensi (Kecenderungan). Kalau kecenderungan kita sekadar membaca dengan indera (mata, telinga, peraba) semata, maka ayat itu ditafsitkan secara inderawi. Tetapi kalau membaca berdasarkan potensi yang dimiliki manusia maka tingkatannya tentu bukan hanya indera, tapi dengan akal, dan hati. 

Membaca dengan  akal, berarti proses berpikir atas tanda-tanda baca yang Tuhan titipkan di alam raya. Ayat tertulis dan tercipta. Perbedaan hadir sudah tentu sebagai pelajaran bagi manusia, bagi yang mau belajar dan mengambil hikmah atas hal tersebut. Penemuan teori gravitasi, penemuan Archimedes, dan sejumlah penemuan-penemuan lainnya yang telah bermanfaat bagai semua umat manusia. Meskipun sejarah mengajarkan, kadang ilmuan berseteru dengan kaum agamawan. Dan, Einstein, memformulasi agama dan sains dengan sangat apik lewat ungkapan. "Agama tanpa ilmu buta, Ilmu tanpa agam lumpu". Sehingga, semestinyalah rasionalitas bersenyawa dengan doktrin agama.

Kekuatan mengolah hati, melakukan perenungan dan kontemplasi atas seluruh gerak sebab akibat alam semesta. Kemampuan mengasah hati dengan praktik-praktik spiritual, telah melahirkan banyak ajaran-ajaran 'kearifan".  Banyak hal yang terjadi di luar jangkauan nalar dan indera, dan hanya penyerahan pada yang Kuasa yang dapat menenangkan diri. Inilah, pertautan potensi manusia yang semestinya sling menguatkan indera-akal-hati, bukan saling mematikan. Sebagaimana para penganut Empirisme yang menolak gagasan-gagasan kaum Rasionalisme, terlebih pada pengetahuan yang bersifat non-inderawi.

Mereka (para interogator) biasanya membenci logika dan filsafat. Meskipun tak sadar mereka menerapkan prinsip-prinsip keduanya. Atas semua hal yang saya lihat, pikir atas perilaku kelompok-kelompok yang sering digelari "Takfiri" ini menyerupai kaum Emipirisme dalam beragama.  Mereka yang tekstual dan abai dengan konteks, mereka sibuk mempercantik fitur-fitur diri yang nampak secara inderawi (materi), pakaian, jidat, hafalan quran dan hadis. Lihai mengenakan aksesoris fikh lainnya dan mengabaikan dimensi ruh (spiritual). Dimensi immateri akan mewujud dalam bentuk perilaku seperti kebijaksanaan, kearifan dan cinta kasih selaku sesama makhluk ciptaan TYME, hatta termasuk yang beda dengan kita.


#Ditulis setelah diinterogasi oleh seorang bocah mahasiswa Al Birr Makassar dan teman FB tentang kekafiran di Indonesia. Maaf pada  'bocah' puber pembela (T)UHAN itu sy block untuk menjaga kewarasan saya.
 

09/02/2017

MODAL SOSIAL DAN POLITIK KEMISKINAN

Syamsu Alam

Pilkada serentak 2017 di sejumlah daerah di Indonesia segera digelar. Sejumlah manuver kandidat dilakukan untuk menarik simpati masyarakat.  Selain modal finansial dan kekuatan politik para kandidat, modal sosial adalah komponen penting dalam meraih kemenangan. Dalam kaitannya dengan kemiskinan, muncul pertanyaan Mampukah modal sosial mereduksi kemiskinan? Terma-terma kemiskinan kerap dijadikan jargon kampanye dan lipsing para kandidat.

Modal sosial dipopulerkan pertama kali oleh Bourdieu sebagai hubungan individu dalam kelompok. Dilengkapi oleh Coleman sebagai struktur sosial, dimana peran individu dalam keluarga dan masyarakat. Sedangkan Putnam lebih luas melihat peran kekerabatan, norma dan kepercayaan dalam ruang lingkup organisasi sosial yang lebih makro.

Modal sosial dapat ditelusuri dalam tiga input (sumber)  yaitu individu, kelompok atau komunitas, dan masyarakat melalui mekanisme komunikasi dan kepercayaan (trust). Outcome dari modal sosial tersebut adalah manfaat langsung dari pada individu atau kelompok yang diperoleh melalui proses komunikasi dan saling percaya. Manfaat bagi produsen adalah membangun kolaborasi dan dapat mengurangi biaya produksi. Karena manfaat inilah modal sosial kerap kali dimanfaatkan dalam politik.

Politik anggaran kemiskinan menunjukkan niat baik pemerintah mengatasi persoalan ini. Postur anggaran menunjukkan peningkatan positif. Pada tahun 2016, anggaran untuk mengentaskan kemiskinan mencapai Rp 214,4 triliun, meningkat 24,4 % dari realisasi tahun 2015. Programnya pun lumayan banyak tersebar diberbagai program kementerian, dinas-dinas provinsi  hingga kabupaten/kota.

Proporsi anggaran yang besar ternyata belum disertai dnegan kinerja yang setara. Berdasarkan data BPS Sul-sel persentasi kemiskinan 2012-2016 desa dan kota menurun sebesar 0,87 %.  Penduduk miskin di perdesaan masih persisten pada angka dua digit. Sebesar 13,46% pada 2012 dan 12.46% pada Maret 2016. Atau menurun sebesar 1% selama 4 tahun terakhir.  Dengan Garis kemiskinan sebesar Rp 270.601 perkapita perbulan.

Hasil penelitian Alam. S (2016) di Kabupaten Takalar menunjukkan bahwa hubungan kemasyarakatan, dan norma dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas interaksi sosial masyarakat yang pada gilirannya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat baik dalam keperluan individu maupun kepentingan bersama. Di perdesaan masih ditemukan budaya berbagi pangan antar tetangga, saling menguatkan atas kondisi hidup yang makin terhimpit dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Segala hal tersebut dapat meningkatkan daya tahan keluarga terhadap krisis.

Bahkan secara empiris Narayan membuktikan bahwa modal sosial dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Penelitian di daerah perdesaan Tanzania misalnya, modal sosial individu berhubungan positif dengan income. Artinya, semakin tinggi tingkat modal sosial individu maka terjadi peningkatan pendapatan sebesar 20-30 persen setiap keluarga (Narayan,1999).

Warga miskin dan simpatisannya kerap menganggap ‘kemiskinan sebagai komoditas yang dapat diperjual belikan di pasar program pemerintah ataupun kandidat dalam pilkada. Maka sejumlah komunitas sosial dibentuk untuk mengorganisir para pemilih. Oleh karena itu perlu dibedakan antara antara modal sosial pemerintah dengan modal sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat yaitu menerapkan berbagai peran undang-undang/peraturan, kebebasan, tata nilai, norma-norma serta hubungan yang bersifat informal yang ada di masyarakat.
Di dalam masyarakat, modal sosial pemerintah terbatas karena proporsi kontrak secara luas ditentukan oleh kepercayaan dan modal sosial masyarakat. Modal sosial yang terbentuk secara hirarkis dengan struktur yang kaku cenderung tidak dapat berfungsi dengan baik. Hal ini disebabkan karena interrelasi yang tercipta didalamnya digerakkan oleh motif mengontrol pihak-pihak yang berada pada posisi atau status sosial yang lebih rendah.

Sedangkan hubungan individu dalam masyarakat mengutamakan jaringan informal, dan kerjasama masyarakat, kerelaan saling menerima, merasa memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, dimana mereka saling bergantung satu sama lain, mereka saling percaya untuk memenuhi keinginan bersama sehingga ketentraman dan keharmonisan keluarga dapat tercapai. Komunikasi diantara mereka lebih cair dan bersifat non-hirarkis.

Kuatnya tradisi kunjung mengunjungi antar tetangga. Komunikasi yang relatif terbuka antar warga, dengan memanfaatkan kolong-kolong  rumah warga. Ayu diah Amalia (2015) menemukan hal yang sama, bahwa modal sosial merupakan kekuatan yang membentuk suatu jaringan sosial sesama kaum miskin untuk bahu-membahu mengentaskan kemiskinan dengan memanfaatkan solidaritas sosial untuk mengatasi keterbatasan modal material.

Perhelatan lima tahunan sejatinya menjadikan modal sosial sebagai kekuatan konstruktif untuk membangun solidaritas sosial dan mengeliminasi kemiskinan dan ketimpangan antar warga. Meskipun disisi yang lain modal sosial dapat dimanfaatkan sebagai kekuatan destruktif. Persekongkolan jahat di instantsi pemerintahan dan swasta untuk mengorupsi uang Negara. Kroni kapitalisme yang dapat menyebabkan tidak efektif dan efisiennya pelaksanaan pemerintahan dan tidak efektifnya pasar.

Hadirnya media sosial yang merangsek hingga ke perdesaan bukan tidak mungkin akan mengikis solidaritas sosial di antara warga miskin perdesaan. Gaya hidup STEPA (Selera Tinggi Ekonomi Pacce (lemah), pamer diri. Dan kemudahan memperoleh fasilitas kredit atas barang-barang konsumtif akan melemahkan produktivitas warga. Oleh karena itu dibutuhkan energi besar untuk menguatkan kembali kearifan lokal yang menguatkan modal sosial yang positif yang pada akhirnya dapat mereduksi kemiskinan dan bukan sekadar mempolitisasinya untuk singgasana kekuasaan. []

*Dimuat diharian fajar Makassar, Senin 7 Februari 2017.

28/12/2016

KESABARAN ANTARA CANDU DAN PERLAWANAN

KESABARAN ANTARA CANDU DAN PERLAWANAN

Imam Musa berkata, "Siapapun yang meninggalkan dunia untuk agama dan menelantarkan agama untuk dunia, bukan dari golongan kami."

SABAR adalah hal mulia, jika diposisikan pada hal yang proporsional. Tidak salah mengajarkan kesabaran pada ibu yang sudah seminggu tidak bisa memasak makanan untuk anak-anaknya, tapi kata sabar saja tidak cukup, bahkan kurang. Jangan coba-coba ceramahi kesabaran karyawan/buruh yang belum digaji majikannya selama tiga bulan. Apalagi dengan label Tuhan akan membalasnya di surga. Bukan, bukan surga itu yang kita mau. Himbauan seperti itu bukan hanya menjual "agama" tapi juga menghinakannya.

Akan lebih realistis, jika ajakan amukan massa, himbauan membakar semangat untuk mengerti hak-hak dan betapa majikan mesti jinak dengan amukan tersebut. Memperjuangkan hak tentu lebih mulia dibanding berdiam diri menunggu datangnya kematian. Disinilah pesan penting agama, membebaskan pekerja yang tertindas oleh majikannya. Demikian pula majikan yang tertidas atas ego dan kerakusannya.

Dalam kehidupan sehari-hari. Himbauan sabar kerap didengar. Biaya kuliah mahal, harap sabar. Harga pangan naik, masyarakat harus sabar,  kalau perlu mengurangi makan. Uang panai (biaya pesta) tinggi, sabar  :)
Kesabaran kaum miskin (khususnya ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok) di tengah kondisi hidup makin susah, tentu tidak dengan meminta berdiam diri (pasif). Menggerakkan solidaritas, boleh jadi salah satu jalan keluarnya. Solidaritas pasif dengan memberi bantuan, atau solidaritas aktif dengan bersama-sama mengubah keadaannya.

Kata "sabar" seringkali menjadi senjata pamungkas para penguasa. Mereka (para pejabat)  kadang meminta warga sabar (nrimo dgn diam sembari berdoa semoga ada belas kasihan darinya), atau kadang janji kehidupan esok hari yang lebih indah. Terhadap hal yang demikian  maka ambillah sebagian harta 'pejabat' tersebut secukup yang kalian butuhkan untuk bertahan hidup, atau sekadar berbagai dengan para kaum miskin. Dan sampaikan padanya sabarlah duhai pejabat. Harta itu hanya titipan.

Ini bukan fatwa, hanya ajakan atas makin tingginya KETIMPANGAN dan makin rakusnya orang-orang yang menguasai faktor2 produksi. Lalu, apakah sabar tidak penting? 

Keutamaan bagi orang-orang yang bersabar dijamin oleh Allah dalam kitab suciNya.

1."Di antara manusia ada yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keaadaan itu, dan jika ditimpa suatu bencana berbaliklah ia ke belakang. Ia rugi dunia dan akhirat" [QS.Al-Hajj : 11]

2.Bersabarlah kalian, sesunguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar" [ QS.Al-Anfal : 46]

3. “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,’Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun.’ Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-nya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157).

4.“Jika kamu bersabar dan bertakwa maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (QS. ali-Imran: 186).

5. “Hai orangorang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah: 153).

Siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang bersabar, yang akan bersama Allah Swt. Mereka yang menjadikan shalat sebagai penolongnya. Mereka yang bertakwa. Pertalian 3 kata, Shalat, Takwa, dan Sabar. Demikian seruan Quran.

Pada beberapa kejadian, saya sering menyaksikan bahkan ada ditengah-tengah orang yang lagi mengamuk, hendak membubarkan kelompok majelis, yang didalamnya Puja-puji dan pengkhidmatan pada keluarga nabi di lantunkan. Massa yang rata-rata jidatnya hitam, dengan pakaian agak necis di atas mata kaki. Sesekali berteriak 'Allahu Akbar". "Sesat menyesatkan" dan sejumlah kata-kata makian, keluar dari mulut mereka. Massa tersebut seperti kebablasan atas perintah Tuhan yang mulia "jadikan sabar dan shalat sebagai penolongmu'. Sabar atas keyakinan yang dianut, 

Contoh kesabaran yang tinggi, dimiliki oleh Imam Ali as, betapa harus melewatkan tiga kekhalifaan. Dan begitu beliau menjadi Khalifah, praktik-praktik orang-orang korup dan kolutif yang kerap menghinakan ajaran suci nabi dalam lingkaran kekuasaan  diberangus tanpa memandang kasta/kelas.



====

Imam Musa Kazhim as, Simbol Kesabaran Ahlul Bait as 


Rasulullah Saww dan Ahlul Baitnya adalah para penunjuk jalan kebenaran. Mereka memberikan petunjuk kepada umat manusia ke jalan yang benar. Perilaku mereka merupakan cermin Al-Quran dan sumber lain untuk mengenal kebenaran seutuhnya. Untuk itu, para pencari kebenaran senantiasa menaruh perhatian pada kehidupan manusia-manusia suci. Para pecinta ilmu juga selalu menimba ilmu dari mereka yang disebut-sebut sebagai sumber ilmu dunia dan akherat. Tabir ilmu tersingkap sepenuhnya bagi Rasulullah Saww dan Ahlul Baitnya. Siapapun yang menjadikan manusia-manusia suci ini sebagai kiblat kehidupannya, akan meraih kebahagiaan dunia dan akherat.

Dalam kesempatan yang mulia ini, kami akan mempersembahkan acara khusus mengenai salah satu figur Ahlul Bait, Imam Musa Kadzim as. Pada hari ini, tepatnya pada tanggal 7 Safar, Imam Musa Kazhim as terlahir ke dunia. Di hari yang penuh berkah ini, kami mengucapkan selamat atas hari kelahiran Imam Musa Kadzim as, kepada seluruh ummat Islam, khususnya kepada para pecinta Ahlul Bait.
Di permulaan acara ini, kami akan mengambil berkah dari keagungan Imam Musa Kazhim as dengan mengutip perkataan mutiaranya. Beliau as berkata, "Siapapun yang rendah hati karena Allah Swt, maka Allah akan mengangkatnya ke darajat yang tinggi.

Pada tahun 128 Hijriah Qamariah, Imam Musa Kazhim as lahir di kota Madinah, kota Abwa. Saat lahir, ayahnya, Imam Jafar Shadiq as berkata, "Allah Swt telah mempersembahkan manusia terbaik kepadaku."
Setelah kesyahidan Imam Jafar Shadiq as, Imam Musa Kazhim as menjadi pemimpin ummat dan mengemban imamah atau kepemimpinan selama 35 tahun, Pada masa imamahnya, Imam Musa Kazhim as menghadapi berbagai problema serius, karena Bani Abbas saat itu mencapai puncak kekuasaannya.

Para penguasa saat itu seperti Harun Al-Rashid, gencar melakukan propaganda dan menerapkan arogansi yang memperkeruh kondisi buruk di tengah masyarakat. Bani Abbas dengan slogan-slogan yang berpoleskan agama, dapat menipu masyarakat dan memegang kekuasaan. Mereka sama sekali tak berkomitmen dengan slogan-slogan agama, bahkan melakukan kezaliman dan penyimpangan terhadap hukum-hukum Islam.
Bani Abbas mengesankan cinta kepada Ahlul Bait, namun pada dasaranya, mereka tidak suka bahkan menentang dan menyudutkan keluarga suci Rasulullah Saaw. Sejarah membuktikan bahwa perilaku mereka jauh dari harapan masyarakat ideal Islam. Jutaan dirham dan dinar digunakan untuk hal-hal yang tidak penting seperti pembangunan istana-istana mewah. Sementara itu, banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kesenjangan di tengah masyarakat sangat menonjol di masa kekuasaan Bani Abbas.

Kasih sayang Imam Musa Kazhim as meliputi masyarakat tertindas di masa kekuasaan Bani Abbas. Masyarakat saat itu juga mencintai Imam Musa Kazhim as yang juga cucu Rasulullah Saww. Perilaku mulia Imam Musa as mengingatkan mereka akan akhlak mulia Rasulullah Saww yang tercatat dalam berbagai riwayat.

Imam Musa Kazhim as yang mendapat tempat di hati masyarakat, tentunya mengkhawatirkan para penguasa saat itu. Imam Musa yang juga menyuarakan keadilan membuat Bani Abbas geram. Bani Abbas pun berupaya menjauhkan Imam Musa dari masyarakat. Imam Musa pun dipenjarakan. Dalam sejarah disebutkan, Imam Musa mendekam di penjara selama 14 tahun. Karena kesabaran dalam menahan emosi, Imam Musa as mendapat gelar Kazhim artinya pengendali kemarahan.

Sementara itu, Harun Al-Rasyid, penguasa Bani Abbas saat itu, merasa hebat dan angkuh. Penguasa lalim ini dengan kesombongannya berkata, "Wahai awan, hujanlah! Di mana hujan turun, baik di barat maupun di timur, di sanalah wilayah kekuasaanku."

Pada suatu hari, Imam Musa as dipaksa datang ke istana Harun Al-Rasyid. Harun bertanya kepada Imam Musa, "Apakah dunia itu? Dengan memperhatikan ketamakan dan kefasikan Harun Al-Rasyid, Imam Musa as berkata, "Dunia adalah tempat tinggal orang-orang fasik." Kemudian Imam membacakan Surat Al-Aaraf, ayat 146, "Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar-benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku."

Mendengar jawaban Imam Musa, Harun Al-Rasyid diam seribu bahasa. Harun kembali bertanya; "Bagaimana pendapat anda tentang kami? Imam berlandaskan pada ayat Al-Quran menjawab, "Allah Swat berfirman; Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan. " (Surat Ibrahim, ayat 28)

Pada suatu saat, masyarakat melihat Imam Musa bekerja di ladang dan tampak keringat mengalir di di tubuhnya. Seorang sahabat bertanya, "Mengapa kamu tidak melimpahkan pekerjaan ini ke orang lain? Imam menjawab, "Bekerja dan berjerih payah adalah perilaku para nabi dan manusia-manusia saleh."

Seseorang kadang terjebak dalam tindakan radikal, yakni cenderung bersikap ekstrim sepihak dalam mereaksi dunia atau akherat. Saat disibukkan dengan akherat, dunia dilupakan, dan terkadang sebaliknya. Untuk itu, seseorang harus bisa memenej diri dengan baik, baik untuk akherat maupun dunia. Dengan demikian, ia dapat mengoptimalkan kenikmatan dunia dan akherat dengan baik. Inilah yang diinginkan oleh para nabi dan manusia-manusia suci. Terkait hal ini, Imam Musa berkata, "Siapapun yang meninggalkan dunia untuk agama dan menelantarkan agama untuk dunia, bukan dari golongan kami."

Menurut Imam Musa, dunia dan agama adalah dua item yang saling terkait. Agama itu mempersembahkan peta jalan untuk kepentingan dunia dan akherat. Dunia adalah tempat implementasi hukum dan ajaran agama. Kehidupan dunia juga dapat disebut sebagai tangga untuk menghantarkan manusia ke tujuan-tujuan mulianya. Manusia harus mampu berjalan di tengah dua kebutuhan dunia dan akherat dengan mengotimalkan kemampuan yang dimilikinya. Untuk itu, Imam meminta ummatnya supaya dapat imbang dalam urusan dunia dan akherat.
Dalam nasehat lainnya, Imam Musa berkata, "Temukanlah kesadaran dan makrefat dalam agama Allah Swt. Sebab, pemahaaman akan hukum dan ajaran Islam merupakan kunci hati nurani yang dapat menghantarkan manusia ke derajat-derajat tinggi dunia dan agama."

Agama menjamin kebahagiaan manusia. Akan tetapi syaratnya adalah pemahaman yang benar. Pesan itu dapat dipahami dalam perkataan Imam tadi. Imam Musa melalui pencerahannya, berupaya menghidupkan hati nurani di tengah masyarakat.

Di tengah penyimpangan pemikiran, Imam Musa berupaya meluruskan pemikiran-pemikiran menyimpang yang berkembang dan mengenalkan Islam sebenarnya kepada masyarakat.
Imam Ali Ar-Ridho as ketika berbicara mengenai ayahnya, Imam Musa Kazhim as, berkata, "Meski ayahku dikenal dalam manajemen, tapi beliau tetap bermusyawarah dengan para pembantunya." Beliau menambahkan, "Pada suatu hari, seseorang mendatangi ayahku, dan berkata; Apakah kamu bermusyawarah dengan para pembantu?" Beliau menjawab, "Bisa jadi Allah menyelesaikan problema melalui liadha para pembantu."
Perilaku Imam itu menunjukkan rendah hati Imam Musa terhadap semua golongan masyaarakat. Imam Musa juga dikenal dermawan bagi kaum miskin dan tertindas. Imam berkata, "Cinta membuah hidup menjadi tenteram, memperkokoh hubungan dan menyegarkan hati."

Imam Musa Kazim juga mempunyai kepribadian luar biasa yang dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Namun kepribadian agung inilah penyebab kegundahan para musuh. Imam Musa berkata, " Allah memberikan tiga kekhususan bagi kaum mukmin. Ketiga kekhususan itu adalah kemuliaan di dunia, keimanan pada akherat dan kewibawaan di hadapan para penindas."

Sumber: ** *