Read, Write, and Do Something

No Teaching without learning

Menulislah agar abadi

---

Listen, free economic make better

10/04/2013

Ekonomi Dakwah: Risalah Rasul di tengah Serbuan Kapital

 Kenapa sewa musik elekton lebih mahal daripada honor Dai?
bahkan orang yang hidupnya pas-pasan pun rela menyewa elekton
hingga jutaan jika ada hajatan suka-cita.

Senin 8 April 2013, sepupu yang sekaligus tetangga dekat meninggal dunia. secra medis disebabkan karena gula darah tinggi yang mencapai  519 mg/dl (milligram deciliter) tergolong dalam bahaya tinggi. Tekanan  Gula darah Normal 80-100 mg/dl. Saya pun bergegas ke Bogor (Bontonompo Gowa Raya) menuju rumah duka.  Melayat dan membantu proses pemakaman hingga usai.

Tradisi yang berkembang di masyarakat adalah tidak afdal rasanya ada orang meninggal tanpa ceramah Ta'ziah (melawat atau menjenguk orang yang meninggal dunia untuk turut mengatakan bela sungkawakepada keluarganya, serta member penghormatan terakhir kepada orang yang telah dipanggiluntuk menghadap kehadirat Allah SWT)  . Sebagaimana pada umumnya tidak afdalnya pernikahan tanpa musik elekton. Bedanya hanya persepsi satunya suka-cita yang lainnya duka-derita.

Ta'ziah malam pertama dengan penceramah yang agak serius kurang bumbu- bumbu humor, basa basi , sehingga spontan jamaah nyaris 90% mengantuk. Saya pun di tanya oleh pengurus masjid dan pihak keluarga untuk mencari penDai yg bisa membawa ceramah malam kedua. Sayapun menyetujui walaupun saya tidak mempunyai banyak referensi  Dai/Uztad siapa yg bisa saya hubungi.

Untungnya saya punya teman yang mempunyai mobilitas tinggi. sebut saja namanya De' Tompo (bukan nama samaran). Ustad bagaimana yang kita mau? tanyanya padaku. Minimal menarik (tidak membosankan/ bikin ngantuk), bahasanya sederhana dan tidak alay. Ia pun menghubungi salah seorang Dai kenalan dan memberikan nomor saya pada dai tersebut.

Hal yg tidak biasa saya alami. Uztad/ Dai tersebut  yang menghubungi saya untuk memastikan lokasi dan waktu acara ta'ziah. Namun, rasa gundah sedikit mengacak acak pikiran, mudah-mudahan ustadnya bisa lebih baik dari malam pertama soalnya beberapa jamaah memberi saran supaya penceramahnya jangan yang bikin ngantuk. Walau pun sebenarnya ngantuk tidak di bikin oleh uztad. hanya saja jamaaaaah yang susah mensinkronkan pikiran pendengaran dan mata dengan  ceramah yang menyebabkannya ngantuk. Andai mereka tetap fokus kemungkinan ngantuk tidak menghampirinya.

Adzan isya berkumandang pertanda bahwa Dai/Uztad yang akan membawakan ceramah on the way to TKP. Jam 7.50 ia pun menelepon untuk di jemput di depan masjid Nurul Ilmi. Kami menjemputnya dan di antar ke TKP tepat di kursi paling depan. Saya bincang sejenak dan seorang jamaah menghampiri dan duduk pas di samping uztad dan akhirnya mereka saling menyapa dan terlibat percakapan yang cukup asik. Saya kembali menyapa jamaah yang lain untuk mengisi kursi yang masih kosong.

Jam 8.10 malam saya mendekati seorang pengurus masjid untuk memintanya jadi protokol tapi justru malah menunjuk saya jadi provokator, maksud saya protokol. hmmmm saya harus turun gunung kayaknya :-), saya pun bergegas mengambil songkok dan berdiri di hadapan jamaah sembari menyapa jamaah ta'ziah. Sebagaimana biasa diawali pembukaan, pembacaan al quran dan tibalah inti acara "Ceramah Ta'ziah".

Uztad memulai ceramahnya dengan salam yang khas yang cukup bagus menarik minat jamaah.
Assalamu alaikum wr,,,,,,,
Waalaikum salam,,,, jawaban salam jamaah kurang kompak.

Kenapa salamnya loyo Pak, Bu, ,, tutur uztad. Jika bapak, ibu, dan sudara2 menjawab salam saya dengan semangat maka saya akan doakan semoga "utang bapak/ibu segera lunas".  Lanjutnya.
Assalamu alaikum. . .
Waalaikum salam,,,, (jamaah) super semangat, kompak dan menggelegar. Kentara, yang paling semangat dan paling besar suaranya banyak utangnya. :-)
Jamaah pun, tersenyum dan lainnya tertawa. Kegalauan pertama terobati, sepertinya ustad cukup menarik perhatian jamaah, minimal bisa mengobati rasa kantuk yang mulai mengintip mata jamaah ta'ziah.

Harapan ke2, bahasanya sederhana pun terpenuhi dan ke-3 tidak terlalu ngepop. Harapan tercapai.
Menjelang subuh dini hari Alarm Liga Champion berdering. Saya bergegas bangun, namun sebelumnya saya lihat sms.
ooooow ow ow. . ternyata sms dari Ustad yang ceramah Ta'ziah.

isi smsnya adalah . .
____________________________________________________
Kami LEMBAGA DAI "********" kami sengaja membentuk lembaga ini karena kami prihatin/kasihan sama DAI/USTAZD yang rela berkorban waktu & tenaga, sementara transportnya hanya ******ji kodong, sementara maksiat atau elekton itu dibiayai sampai jutaan, tapi kenapa kalau ceramah susah sekalai dibiayai biar sampai 250k ke atas, kalau tidak adami yang mau berdakwah? Syukran atas pengertianta.
_09.04.2013 | 22.40.30_
_____________________________________________________
Saya ingin abaikan saja.
Sambil menikmati pertandingan Liga Champion 2013 Gal vs RM. tiba-tiba ada ide membalas sms ustad di atas.
Usai kick -off babak kedua saya pun membalas smsnya.

__________________________________
Betul sekali itu ustad, saya juga kadang mengalaminya. Kami kadang membawa materi diskusi hingga 3 jam dan pulang hanya membawa segelas air mineral dan selembar sertifikat penghargaan (plakat). Bedanya saya tidak punya lembaga "pembawa materi" J. Bukan hanya musik elekton yang dibayar mahal, juru kampanye yang kadang menyebat kebohongan juga disewa mahal. Namun, kehidupan Nabi dan Keluarganya yang sederhana dapat menghibur . Semoga sabar, doa dan perjuangan LILLAHI TAALA dapat menolong kita dan masyarakat untuk mencintai dan menghargai tinggi pengetahuan dan kebenaran. Amin.
___________________________________

Usai sms saya masih berpikir (semoga kalian percaya saya mampu berpikir:-) ).
oh. . ternyata dakwah juga berlaku hukum "supply and demand". Kasus elekton, ceramah, dan juru kampanye jika didekati dari sudut pandang Supply and Demand adalah murni mekanisme pasar. Honor atau pun sewa tergantungkesanggupan dan keikhlasan, bedanya ada kesepakatan awal antara pemberi jasa dan konsumen, dan lainnnya tidak.

Hingga mentari pagi menjelang saya masih berpikir, apakah sedemikian kuat dan dalamnya pengaruh "kapital" dalam benak para pendakwah/ penyampai risalah kenabian yang harus membandingkan dirinya dengan media hiburan semacam musik elekton, atau mungkin masyarakat yang belum bisa memahami ketinggian nilai "pengetahuan", atau jangan-jangan dakwah kini menjadi industri hiburan spiritual. Entahlah! 
Pikiran dan mata hati Andalah yang bisa menghakiminya.
Namun, apakah tidak sebaiknya belajar dari kisah Nabi dan kehidupan keluarga beliau yang suci dan sederhana menjadi panduan dalam mengarungi dunia yang diliputi pandangan "serba berorientasi kapital".

Wallahu A'lam.
Syamsu Alam, Pukul 06.15 di Bontonompo, Gowa Raya,  
@Alamyin, Gtalk: Alamyin, ym:alamyin@ymail.com



26/03/2013

IDIOM Most Used


          Permaslahan yang kadang menyulitkan bagi siapapun ketika belajar bahasa Inggris adalah memahami ungkapan-ungkapan yang tidak bisa diterjemahkan hanya dengan mengartikan setiap kata yang membentuk ungkapan tersebut. Ungkapan tersebut dikenal dengan istilah Idiom.
         Berikut adalah beberapa IDIOM yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam percakapan ataupun dalam tulisan / publikasi bahasa inggris.

1.  A good deal of   -banyak
     The are a good deal of books in the library Ada banyak buku di perpustakaan
2. A lot of –banyak
    He has a lot of books. Dia punya banyak buku
3. A man of the word  orang yang selalu memenuhi  janjinya
    He is a man of the word. Dia orang yang selalu memenuhi janjinya
4. About to (hamper/segera)
    The ceremony is a bout to start. Acara segere/hamper dimulai.
5. Abroad di luar negeri
     He is abroad. Dia di luar negeri
6. According to menurut
     According prof . Alam, there are five principles in managing a strong family. Menurut prof.Alam, ada lima    prinsip dalam mengelola keluarga yang kuat.
7. After all bagaimana pun juga
     After all, Ulfah is honest. Bagaimanapn juga Ulfah adalah jujur.
8. After one’s own heart sesuai dengan keinginan hatinya

     She wanted to do anything after her own heart. Ia ingin melakukan apa saja yang sesuai dgn kenginan hatinya.

9. All along dari semula
    He had said all along that it was not true. Saya sudah katakana sejak awal bahwa itu tidak benar.
10. All of sudden tiba-tiba

    I didn’t know why he stopped talking all of sudden. Saya tidak tahu mengapa ia tiba2 ia berhenti bicara.
11. All over sudah selesai

      The game is over. Let’s go home. Pertandingan sudah selesai . mari pulang ke rumah.
12. All the better adalah lebih baik
     If you can help me, that will be all the better. Jika anda dapat menolong saya, itu akan lebih baik.
13. All the same bagaimana pun juga, namun

14. Along with bersama dengan

15. Apart from terlepas, selain daripada

16. As a matter a fact sebenarnya, sesungguhnya

17. As a whole sebagai keseluruhan

18. As far as I am concerned sepanjang yang saya ketahui

19. As for adapun bagi

20. As soon as segera setelah

21. As to mengenal

22. As well juga, dan

23. At a time berturut-turut, sekaligus

24. At dawn saat  fajar

25. At all events bagaimanapun juga

26. At all sama sekali, biasanya dengan not sama sekali.

27. At any rate bagaimanapun juga

(Sumber: Kiat sukses balajar Toefl)

02/02/2013

Politik Anggaran Daerah dan Underground Economy: Potret Inefisiensi APBD



Enam puluh tujuh tahun Indonesia telah merdeka, namun kemajuannya tidak seperti negara-negara berkembang yang baru merdeka seperti Malaysia. Pengangguran, kemiskinan masih dominan mewarnai etalase pemberitaan media massa. Bahkan kerap dijadikan “jualan” dalam perhelatan rutin lima tahunan. Rakyat kadang dihibur dan diyakinkan lewat pidato bahwa, bahwa negara kita gemah ripah loh jinawi, namun tidak serta merta membuat kebutuhan perut 240 juta penduduk Indonesia dalam posisi aman. Impor kebutuhan pokok disana-sini masih mewarnai setiap rezim yang berkuasa. Negeri yang dahulu mengekspor tenaga ahli ke Malaysia, kini menjadi negara yang serba disubtitusi, impor pula. Kenyataan ini membuat kita bertanya, sepertinya Ada yang salah negeri ini?
sumber: http://pilgubbanten.wordpress.com

Salah satu tujuan  pembangunan  ekonomi Indonesia adalah meningkatkan  pertumbuhan ekonomi, tujuan lainnya yaitu pemerataan (distribution  of income) dan stabilitas harga (inflasi). Indikator pertumbuhan ekonomi penting diketahui dalam  melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi suatu daerah, karena dapat  memberikan gambaran secara makro atas kebijakan pemerintah yang telah  dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Walaupun dalam studi-studi mutakhir pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya indikator kemajuan suatu bangsa, namun strategi negara berkembang bahkan negara maju sekalipun masih tetap menjadikan indikator tersebut sebagai target dan ukuran yang dominan.
Ditengah berbagai negara memacu perekonomian terpaan krisis global menerpa perekonomian dunia. Dalam rangka mengurangi dampak krisis ekonomi global, Pemerintah Indonesia bersedia mengucurkan dana sebesar 73.3 trilliun untuk menstimulus perekonomian. Ada pertimbangan yang mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak krisis global karena ekonomi telah menunjukkan gejala melambat. Evaluasi triwulan terakhir tahun 2008 menunjukkan pertumbuhan ekonomi hanya 5,2 persen, menurun dari 6,1 persen dari kuartal sebelumnya. Gelombang PHK mulai mengancam, terutama di perusahaan yang pasar  utamanya bergantung ekspor. Angka pengangguran tercatat 8,39 persen, sedangkan 2009  diperkirakan tiga juta buruh kehilangan pekerjaan. Jika pemerintah tidak dapat bertindak cepat dengan langkah-langkah efektif, perekonomian jatuh ke dalam resesi. Pemerintah pusat cukup optimis dengan dana stimulus dapat mengatasi krisis. Namun terdapat sejumlah kekhawatiran tentang efektifitas dan “kemujaraban” dana stimulus, mengingat sejumlah masalah serius yang inheren terkait dengan proses penganggaran daerah, desentralisasi fiskal, dan konteks dan praktik politik secara umum di daerah. Masalahnya, desain kebijakan stimulus ekonomi yang dibuat pemerintah saat ini di samping punya kelemahan mendasar juga datang dalam situasi yang sulit. Kelemahan pertama ialah 80 persen dari dana stimulus itu berupa pemotongan pajak, bukan dana segar yang segera dibelanjakan pemerintah. Bagi masyarakat Indonesia, masih harus dilihat benar apakah pemotongan pajak itu efektif untuk menggerakkan permintaan barang dan jasa. Kecuali, stimulus diluncurkan pada saat situasi politik hangat menjelang pemilu, sedangkan sistem manajemen pemerintahan sulit diperbaiki secara cepat.
Tulisan ini ditujukan untuk menjelaskan potret politik penganggaran daerah yang menentukan efektivitas dari kebijakan stimulus, praktik penganggaran yang menyimpang menyeret para politisi pada jebakan underground economy dan pemerintah bayangan. Tulisan ini juga akan menjelaskan variabel politik yang secara signifikan mempengaruhi  proses penganggaran daerah  di Indonesia. Untuk membantu pemahaman yang lebih baik pada politik penganggaran publik ditingkat lokal, kasus dari tiga kabupaten disajikan dan dianalisis. 


Politik Anggaran Daerah

Demokratisasi dan desentralisasi yang sedang dalam proses menuju fase dewasa, kerap di puji dan disanjung sebagai hal yang membanggakan, buktinya setelah kerusuhan 1998, Indonesia berhasil menggelar pemilu 2004 dan 2009 dengan damai.  Salah satu masalah mengganjal adalah bahwa proses perubahan yang sangat tiba-tiba dari rezim otoriter ke tatanan politik demokrais itu tidak disertai dengan institusi politik yang memadai. Politik belum dilihat sebagai kegiatan yang beradab dan luhur untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi semata-mata hanya merupakan kegiatan oportunis untuk kepentingan diri-sendiri dan golongan.
Pemilu sebagai jembatan menuju impian para politis kadangkala menjadi berkah bagi segelintir orang dan bencana bagi yang lainnya, betapa tidak setiap menjelang pemilu, tidak dapat dihindari bahwa penggunaan dana stimulus pun akan ditentukan kepentingan politik. Irene S. Rubin (2000) mengatakan, dalam penentuan besaran maupun alokasi dana publik senantiasa ada kepentingan politik yang diakomodasi oleh pejabat. Bahwa alokasi anggaran seringkali mencerminkan kepentingan perumus kebijakan terkait dengan konstituennya. Praktik tersebut seringkali diindikasikan sebagai politik anggaran yang menyimpang.
Politik anggaran adalah penetapan berbagai kebijakan tentang proses anggaran yang mencakupi berbagai pertanyaan bagaimana pemerintah membiayai kegiatannya; bagaimana uang publik diperoleh, dikelola dan didistribusikan; siapa yang diuntungkan dan dirugikan; peluang-peluang apa saja yang tersedia baik untuk penyimpangan negatif maupun untuk meningkatkan pelayanan publik (Noer Fauzi &R Yando Zakaria).
UU No.32/2004 mengenai sistem pemerintahan daerah dan UU No.33/2004 mengenai Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah beserta dua UU tentang otonomi khusus (UU No.18/2001 tentang otonomi di Aceh dan UU No.21/2001 tentang otonomi di Papua) adalah yang mengatur tentang kebijakan desentralisasi di Indonesia secara umum. Meskipun pelaksanaan produk perundangan itu banyak dipuji oleh dunia internasional, kenyataan di di lapangan ternyata tidak terlalu menggembirakan. Sebagai contoh  banyak kementerian sektoral masih enggan menyerahkan kewenangan kepada pemerintah daerah secara utuh. Tidak mudah untuk  meyakinkan para penguasa yang sebelumnya menikmati kekuasaan untuk membagi kepada para tokoh di daerah. Berbeda dengan rumusan teoretis bahwa desentralisasi akan menciptakan "tata pemerintahan yang baik" (good local governnance) seperti diuraikan oleh  banyak pakar, para pejabat di daerah pun ternyata tidak banyak memanfaatkan kekuasaan mereka untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang memadai.
Belajar dari pengalaman krisis moneter di akhir tahun 1990-an, pemerintah Indonesia telah meratifikasi beberapa undang-undang yang dimaksudkan untuk menciptakan sistem keuangan pemerintah yang hati-hati (prudence) dan kuat. Posisi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang semakin kokoh. Namun berbagai upaya untuk mengatur kembali sistem kewenangan politik maupun manajemen keuangan negara secara nasional itu belum sepenuhnya mencapai hasil yang memuaskan. Jalin-menjalin antara kepentingan politik dengan intervensi terhadap kebijakan anggaran telah menghasilkan sistem politik korup yang menggerogoti anggaran publik. 


Download full-doc : h e r e
Judul Tulisan diInspirasi oleh Tulisan : 1.  Wahyudi Kumorotomo : Politics of Local Budgeting:
The Main Hurdle for Stimulus Efficacy (Makalah ini dipresentasikan dalam Konferensi Internasional IRSA 2 pada Ekonomi Politik DaerahPembangunan, Bogor, 22-23 Juli 2009) , 2: Syamsu Alam: Underground Economy dan Distorsi Demokrasi (Jurnal Universal, PB HMI Vol.1 No.1, Sept-Des 2012), kedua tulisan tersebut menjadi referensi utama dalam tema di atas.