Showing posts with label Entrepreneurship. Show all posts
Showing posts with label Entrepreneurship. Show all posts
27/04/2012
ENTREPRENEURSHIP PERSFEKTIF MATEMATIKA
ENTREPRENEURSHIP PERSFEKTIF MATEMATIKA. Satu dekade terakhir pemerintah baik pusat ataupun daerah menargetkan ribuan bahkan jutaan entrepreneur muda. Berbagai event dilakukan untuk menstimulus generasi muda berwiraswasta. Bahkan program CSR (Corporate Social Resposibilty) perusahaan swasta dan perusahaan BUMN mengadakannya dalam bentuk lomba atau pelatihan bertajuk 'Entrepreneur". Saya pun bertanya-tanya, Kenapa pemerintah Indonesia fokus pengembangan entrepreneurship ?. Salah satu alasan yang paling umum adalah belajar dari pengalaman negara-negara tetangga yang sukses membangun ekonomi bangsa dengan bertumpu pada semangat dan praktik kewirausahaan. Misalnya Korea, Cina dan negara-negara asia lainnya yang sukses dengan program kewirausahaan. Alassan lain adalah banyaknya pengangguran di Indonesia, yang cenderung meningkat setiap tahun.
Tulisan ini diinspirasi dari dua kejadian yang dialami oleh penulis, pertama ketika presentase penjurian wilayah Wirausaha Mandiri 2012. Inspirasi kedua, Ceramah Sujiwo Tejo di FedEx Bandung, dengan tema Math : Finding Harmony in Chaos. Tulisan sebelumnya tentang Entrepreurship di alamyin.com atau EntreprenurShit di Kompasiana.
Berbagai publikasi, buku, majalah, surat kabar yang membahas tentang entrepereneurship. Kita sering kali menemui ungkapan "from zero to hero". Ungkapan yang senantiasa menyemangati, menginspirasi para pembaca, pemirsa ataupun audience agar tergerak melakukan usaha atau bergabung dengan usaha yang sedang dipresentasikan oleh trainer. Saya ingin menuangkan kekurang sepakatan saya dengan slogan tersebut. Dengan mencoba memanfaatkan basis keilmuan yang diperoleh ketika kuliah di jurusan Matematika UNM dan Ilmu Ekonomi (UNHAS) yang sedang saya geluti.
Para trainer hendak menyemangati para audience dengan mengatakan from "zero", yang berarti tidak mempunyai apa-apa menjadi "one" (yang sukses, berhasil menggapai cita-cita). Sepintas, kata-kata tersebut dapat membius para audience, namun kalau dipikir dengan seksama penggunaannya kurang tepat. Menyatakan "kita" sebagai manusia yang akan memulai usaha dengan tanpa modal apapun merupakan kekeliruan besar, sebagaimana kelirunya filosof empirisme, John Locke mengatakan manusia lahir seperti "kertas kosong" tidak mempunyai apa-apa, tanpa potensi dan tanpa pengetahuan dasar.
Spirit yang ingin dikembangkan oleh pemerintah ataupun pra trainer di atas adalah "spirit perubahan", "spirit inspirasi" untuk tergerak mengakumulasi keuntungan, dari tidak berpunya menjadi berlimpah (kaya raya), rangsangan lewat cerita inspirasi orang-orang sukses senantiasa kita dengar. Harta yang banyak, merek mobil mewah, rumah yang megah, teknologi canggih yang dipakai, bahkan mungkin istri yang banyak pula. :).
Spirit akumulasi menyerupai deretan bilangan Fibonacci, dimana angka selanjutnya dapat diperoleh dengan menjumlahkan angka yang sebelumnya. Namun, menurut hemat saya, Spirit entrepreneurship lebih tepat jika diandaikan dengan deretan bilangan asli (Natural). Bilangan yang dimulai dengan angka 1 menuju tak terhingga. (from one to unlimited). Walaupun banyaknya bilangan antara 0-1 adalah tak terhingga namun angka nol yang diartikan dengan tidak mempunyai modal apa-apa adalah kekeliruan para trainer entrepreneurship. Karena faktanya bahwa, semua manusia diciptakan dengan "fitrah". Fitrah tidak sama dengan 'tabula rasa' ala John Locke. Fitrah menunjukkan bahwa manusia mempunyai potensi-potensi berbuat baik, potensi mengabdi kepada yang menciptakannya. Dengan demikian ungkapan tidak mempunyai apa-apa keliru adanya.
Dalam ekonomi, setiap individu ataupun masyarakat bukan hanya mempunyai modal ekonomi (modal fisik), tetapi juga mempunyai modal sosial (Social Capital) dan modal manusia (Human Capital), bahkan di referensi yang lain ada banyak modal termasuk modal moral dan lain-lain. Sederhananya apapun yang dapat menghidupkan atau menggerakkan aktifitas ekonomi adalah merupakan modal. dan Modal dasar yang paling hakiki yang dimiliki oleh manusia sebagai individu adalah "Fitrah".
Alangkah indahnya, jika inspirasi dan semangat entrepreneurship dibangun dari fondasi "fitrah", di mulai dari fondasi yang 1 menuju yang tak terhingga (unlimited). Ungkapan ini menyiratkan bahwa tujuan berwirausaha bukan hanya 'akumulasi modal fisik' ala bilangan fibonacci tetapi diarahkan pada yang yang 'tak terhingga nilainya'. Dengan kata lain, bukan sekedar mengakumulasi uang/ keuntungan dan memperkaya diri sendiri, tetapi didistribusikan untuk kegiatan-kegiatan sosial, berbagi kebahagiaan, berbagi kesejahteraan dengan yang lain. Dari sini akan lahir sociopreneur yang mengedepankan prinsip-prinsip kebersamaan dan persamaan.
Hal yang sama, yang diharapkan oleh Sujiwo Tejo, yang juga pernah mengenyam pelajaran Matematika di ITB, mengemukakan bahwa, Dalam matematika, kita lebih banyak membahas tentang persamaan daripada pertidaksamaan, kalau pun membahas pertidaksamaan, hal itu hanya untuk mempertegas persamaan. Dengan prinsip ini maka, entrepreneur yang mengedapnkan prinsip-prinsip persamaan, prinsip One to Unlimited, insyaallah akan membuat dunia lebih indah, dunia usaha lebih bersahabat, lebih ramah dan elegan. Sehingga Error Entrepreneur seperti bencana Lapindo, Freeport, Blok Cepu dan lain-lain tidak terjadi lagi. Spirit yang sama juga sebaiknya di internalisasi oleh pemerintah, sehingga bukan sekedar memperbanyak entrepreneur yang error.
15/04/2012
Entrepreurship VS Entrepreneurshit
Enterpreurship VS Enterpreneurshit. "Untuk membuat tempat duduk dari bambu saja saya tidak mampu apalagi membeli mobil" (kata seorang ayah kepada reporter yang mewawancarainya). kira-kira seperti itulah potret masyarakat yang dihadapi oleh Muhammad Yunus, salah satu penerim Nobel Prize bidang ekonomi, tepatnya gagasan tentang Grameenk Bank (GB) yang kini banyak diadopsi oleh program-program pemberdayaan masyarakat. Salah satu yang diterapkan oleh PNPM Mandiri Perdesaan, namun dengan sedikit modifikasi.
Kepercayaan pada kemampuan, kejujuran perempuan membuat GB sukses diaplikasikan di Bangladesh. Hal ini dibuktikan dalam laporan BBC yang penulis baca dalam podcast britishcouncil.com bahwa dominan bahkan diutamakan perempuan (ibu-ibu) yang boleh menjadi nasabah di GB. Inovasi GB ini telah menginspirasi banyak orang diseluruh dunia termasuk di Indonesia tercinta.
Perubahan begitu cepat, kurang dalam hitungan dekade sejumlah konsep derivasi Enterpreneur bermunculan. Ada technopreneur, sociopreneur dan lain-lain. Bahkan sejumlah training dan lomba dilakukan oleh pemerintah dan swasta untuk merangsang minat dan hasrat masyarakat khususnya kaum muda agar terlibat dalam dunia usaha (Enterpreneurship). Salah satu yang penulis pernah ikuti adalah program wirausaha Mandiri.
Sociopreneur sendiri dikenal di Indonesia dengan istilah Bisnis Sosial. Ciri-cirinya seperti yang dirangkum oleh Muhammad Yunus dalam buku Bisnis Sosial sebagai berikut :
1. Tujuan bisnis adalah mengatasi kemiskinan, atau masalah lain (misalnya pendidikan, kesehatan, akses teknologi, dan lingkungan) yang mengancam manusia dan masyarakat bukan untuk memaksimalkan keuntungan.
2. Perusahaan akan berjalan secara berkelanjutan dalam hal finansial dan ekonomi
3.Investor hanya akan mendapatkan kembali uang sejumlah yang diinvestasikannya. Tak ada dividen yang diberikan ketika investasi awal sudah kembali dan perusahaan terus menghasilkan keuntungan.
4 Ketika dana yang diinvestasikan dibayarkan kembai, laba tetap diambil oleh perusahaan untuk perluasan dan perbaikan.
5.Perusahaan akan ramah terhadap lingkungan
6. Angkatan kerja mendapat upah sesuai pasaran tetapi dengan kondisi kerja diatas standar.
7. Dikerjakan dengan senang hati !!!
Sociopreneur berkembang cukup pesat, bahkan distus dan jejaring sosial banyak mengkampanyekan kegiatan-kegiatan sociopreneur. Lain halnya dengan. Pengusaha nakal (enterpreneurshit) yang berusaha dan berbisnis sekedar memuaskan hasrat pribadi, mangakumulasi kapital, mengeksplorasi sumberdaya alam tanpa memperhatikan keseimbangannya bahkan memeksploitasi manusia (tenaga kerja) untuk memenuhi libido keserakahan yang tak berujung.
Kerusakan lingkungan, hancurkan ekosistem hewan dan tumbuhan, bahkan ambruknya sistem sosial kemasyarakatan (kasus Lapindo, kasus Newmont, Freeport dan lain lain). Ketidakstabilan alam dan hilangnya keseimbangan hidup manusia karena ulah segelintir pengusaha nakal (enterpreneurshit). Bahkan kerugian yang ditanggung masyarakat dan negara melebihi pajak yang disetornya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa aktifitas industri berkontribusi signifikan terhadap pemanasan global, rusaknya lapisan ozon, dan sejumlah kekhawatiran para ilmuan, pengamat ekonomi, sosial hingga pedagang kaki lima (PKL). Dampak yang paling sering dialami oleh PKL sebagai salah satu aktifitas ekonomi kecil yang diduga dapat menopang perekonomian bangsa, kerap menjadi "korban" aktifitas ekonomi yang lebih besar yang di baking oleh pengusaha besar nan nakal :).
Bukan hanya itu, konstitusi negara pun kadang di otak-otak untuk meyediakan "karpet merah" buat para enterpreneur yang mungkin berpotensi menjadi (shit).
Enterpreneur yang demikian akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya, semua bisa jadi halal, semua aturan tidak perlu di langgar cukup dibengkokkan sedikit agar tidak memicu amarah para pendemo :-). Terlalu banyak bukti yang menunjukkan betapa perselingkuhan penguasa dan pengusaha yang mencederai hati rakyat Indonesia sebagai konstituen yang mesti diutamakan. Dan kita tidak mesti anti dengan enterpreneur. Karena dipahami enterpreneur yang baik bisa membuat hidup dan memberi kontribusi yang baik pula bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sungguh, kita merindukan enterpreneur yang benar-benar "Siiip" "Jempolan" "mantap" yang tidak hanya berbisnis untuk memenuhi hasrat keserakahannya semata. Namun dia juga peduli pada keberlanjutan sistem sosial yang lebih baik, ekosistem alam tetap terjaga, dan yang paling penting tidak menghancurkan kearifan dan nilai-nilai budaya kita yang luhur. Budaya yang menganggap bahwa Anda adalah diri saya yang lain.
wassalam. WAB. Alamyin.
Perubahan begitu cepat, kurang dalam hitungan dekade sejumlah konsep derivasi Enterpreneur bermunculan. Ada technopreneur, sociopreneur dan lain-lain. Bahkan sejumlah training dan lomba dilakukan oleh pemerintah dan swasta untuk merangsang minat dan hasrat masyarakat khususnya kaum muda agar terlibat dalam dunia usaha (Enterpreneurship). Salah satu yang penulis pernah ikuti adalah program wirausaha Mandiri.
Sociopreneur sendiri dikenal di Indonesia dengan istilah Bisnis Sosial. Ciri-cirinya seperti yang dirangkum oleh Muhammad Yunus dalam buku Bisnis Sosial sebagai berikut :
1. Tujuan bisnis adalah mengatasi kemiskinan, atau masalah lain (misalnya pendidikan, kesehatan, akses teknologi, dan lingkungan) yang mengancam manusia dan masyarakat bukan untuk memaksimalkan keuntungan.
2. Perusahaan akan berjalan secara berkelanjutan dalam hal finansial dan ekonomi
3.Investor hanya akan mendapatkan kembali uang sejumlah yang diinvestasikannya. Tak ada dividen yang diberikan ketika investasi awal sudah kembali dan perusahaan terus menghasilkan keuntungan.
4 Ketika dana yang diinvestasikan dibayarkan kembai, laba tetap diambil oleh perusahaan untuk perluasan dan perbaikan.
5.Perusahaan akan ramah terhadap lingkungan
6. Angkatan kerja mendapat upah sesuai pasaran tetapi dengan kondisi kerja diatas standar.
7. Dikerjakan dengan senang hati !!!
Sociopreneur berkembang cukup pesat, bahkan distus dan jejaring sosial banyak mengkampanyekan kegiatan-kegiatan sociopreneur. Lain halnya dengan. Pengusaha nakal (enterpreneurshit) yang berusaha dan berbisnis sekedar memuaskan hasrat pribadi, mangakumulasi kapital, mengeksplorasi sumberdaya alam tanpa memperhatikan keseimbangannya bahkan memeksploitasi manusia (tenaga kerja) untuk memenuhi libido keserakahan yang tak berujung.
Kerusakan lingkungan, hancurkan ekosistem hewan dan tumbuhan, bahkan ambruknya sistem sosial kemasyarakatan (kasus Lapindo, kasus Newmont, Freeport dan lain lain). Ketidakstabilan alam dan hilangnya keseimbangan hidup manusia karena ulah segelintir pengusaha nakal (enterpreneurshit). Bahkan kerugian yang ditanggung masyarakat dan negara melebihi pajak yang disetornya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa aktifitas industri berkontribusi signifikan terhadap pemanasan global, rusaknya lapisan ozon, dan sejumlah kekhawatiran para ilmuan, pengamat ekonomi, sosial hingga pedagang kaki lima (PKL). Dampak yang paling sering dialami oleh PKL sebagai salah satu aktifitas ekonomi kecil yang diduga dapat menopang perekonomian bangsa, kerap menjadi "korban" aktifitas ekonomi yang lebih besar yang di baking oleh pengusaha besar nan nakal :).
Bukan hanya itu, konstitusi negara pun kadang di otak-otak untuk meyediakan "karpet merah" buat para enterpreneur yang mungkin berpotensi menjadi (shit).
Enterpreneur yang demikian akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya, semua bisa jadi halal, semua aturan tidak perlu di langgar cukup dibengkokkan sedikit agar tidak memicu amarah para pendemo :-). Terlalu banyak bukti yang menunjukkan betapa perselingkuhan penguasa dan pengusaha yang mencederai hati rakyat Indonesia sebagai konstituen yang mesti diutamakan. Dan kita tidak mesti anti dengan enterpreneur. Karena dipahami enterpreneur yang baik bisa membuat hidup dan memberi kontribusi yang baik pula bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sungguh, kita merindukan enterpreneur yang benar-benar "Siiip" "Jempolan" "mantap" yang tidak hanya berbisnis untuk memenuhi hasrat keserakahannya semata. Namun dia juga peduli pada keberlanjutan sistem sosial yang lebih baik, ekosistem alam tetap terjaga, dan yang paling penting tidak menghancurkan kearifan dan nilai-nilai budaya kita yang luhur. Budaya yang menganggap bahwa Anda adalah diri saya yang lain.
wassalam. WAB. Alamyin.