Read, Write, and Do Something

No Teaching without learning

Menulislah agar abadi

---

Listen, free economic make better

Showing posts with label Catatan Harian. Show all posts
Showing posts with label Catatan Harian. Show all posts

22/07/2016

Sarjana Gelondongan


Pengumuman SBMPTN baru-baru ini, membawa dua cerita. Bahagia bagi yang lulus dan kecewa bagi yang tidak ada nomor testnya dalam pengumuman lulus. Dibahagian yang lain tentu ada prosesi 'sakral' bagi mahasiswa lama. Ingin sarjana. Proses menjadi sarjana adalah jalan terjal, licin dan penuh intrik. :)

Singkat cerita apa dan bagaimana pun prosesnya. KNOWLEDGE IS POWER harus jadi tumpuan utamà. Beberapa bulan lalu ramai tentang bersih-bersih DIKTI atas kampus-kampus yang penuh intrik, dan cara-cara culas dalam mengelola kampus. Hasilnya ratusan program studi, bahkan kampus DEXIT (DiktiExit) :)

Kita merindukan kampus-kampus yang tidak hanya melahirkan Sarjana Gelondongan, sarjana yang karbitan, sarjana roti kata Iwan Fals. Sarjana yang  tidak bisa bersaing dalam kontestasi MEA (yang lagi in :)) bahkan untuk survive dalam hutan rimba rayuan konsumerisme dan gaya hidup STEPA (Selera Tinggi Ekonomi Pacce/susah disangsikan. 

Lebih intim sebenarnya, saya merindukan sarjana yang menghargai hidup dan kehidupan. Menikmati perihnya belajar, disiplin, dan argumentasi yang nakal. Sarjana yang masa mahasiswanya menghargai proses dialektika kampus. Menjunjung tinggi semangat berpengetahuan, bahwa dalam proses berpengetahuan pasti ada berkah. Ini aksioma yang saya yakini. 

Kenapa aksioma, karena pesan utama dan paling utama Tuhan kepada Nabi Muhammad Saw, adalah BACALAH. Sebuah pesan revolusioner, dengan menggelutinya hidup manusia pasti mulia.
Sarjana dalam pandangan masyarakat kebanyakan, adalah entitas yang dianggap serba bisa dan peluang kemapanan. Sebuah beban yang begitu berat. Dekade akhir-akhir ini, amat mudah menjadi sarjana, bahkan master bla....bala.. pun begitu gampang. Bisa berbekal kedekatan dengan yayasan/kampus, atau pun cukup merogoh kantong lebih dalam, siap-siaplah jadi sarjana.
Saya kadang heran kenapa, kata2 sarjana begitu digandrungi. Bahkan dengan cara apapun, ada saja yang rela menempuh segala macam cara. Huuh. Sekian dulu curhatnya.....
We need a Human not Machine.

15/07/2016

'Kegilaan' Fans Bola

Sepakbola benar-benar sudah menjadi ritual, bahkan menyerupai agama. Ada kiblatnya, ritualnya, penggemar fanatik, tempat ibadahnya sendiri dan seterusnya. Sepakbola bisa disorot dari berbagai sudut pandang, ada yang melihat dari sisi ekonomi, politik, manajemen, humor, dan lain-lain. Bisa juga sekedar sebagai alat satir dan lain-lain, namun yang pasti, ia adalah bisnis dalam bidang olahraga. Berikut hanyalah catatan sekilas, spontanitas, sesaat setelah menyaksikan PIALA EURO, lebih tepatnya kemenangan Jerman, dan memastikan diri lolos ke Semifinal. Kenapa Jerman, saya suka aja, no reason :P

Cerahkanlah pikiran dan matanya  bagi fans yang 'Summun' 'Bukmun' 'Umyun' (buta mata, telainga) terhadap pemain klubnya.  Tim bola itu kolektif,  ada supporter, pemain,  pelatih (fisik dan psikis),  tukang masak2, satpam,  sopir,  dll, istri dan anaknya,   bukan hanya seorang pemain  yang hanya main di Klub kesayanganmu.  Atau kekelahan tim yang kalian ngga suka,  entah karena musuh bebuyutannya di liga yang sama.  Tim Negara yang kalah disebabkan oleh pemain di klub liga yang kalian benci. Contoh,  kemenangan Jerman dinilai karena ada pemain madrid (Kross). Kekalahan Belgia misalnya,  kau salahkan karena ada Hazard yang main di Chelsea.  Sy pikir ini ketololan yang luar biasa,  yang bisa saja berdampak pada cara pandangmu terhadap apapun,  boleh jadi terhadap paham,  teori,  dll.   Ini adalah sejenis TERORISME fans bola.  Haha lebay...

Jujur,  paling jengkel sama penonton yang beginian,  cerewet,  sok ta,  dan apapun hasil pertandingannya selalu saja ada pembenaran atas kehebatan TIM yang didukungnya. Seperti mahasiswa yang tidak pernah kehabisan alasan,  meskipun dia tahu alasannya itu ngawur,  wur.  Sadar ko,  kau cuma penonton,  yang bersorak di depan layar kaca pula.  Kalian hanya bagian dari hiruk pikuk industri bola. Ingat itu,  industri bola.

Tapi,  sebagai industri,  untung rugi pasti pertimbangan yang utama. Meski demikian,  selaku pemain futsal yang tidak pernah ikut turnamen bergengsi kecuali porseni jurusan. Pernahlah,  mencatatkan nama sebagai top skorer 😀 "mode sombong". Nah,  sebagai penonton keterlibatan emosional perlu,  supaya sorak makin seru,  tapi ngga mesti buta mata,  hati dan pikiran keleesss. Apapun adalah pemain tim lo di liga yang selalu handal. Jangan lupa EVERYTHING IS CONNECTED,  ini bukan nokia tapi pesan utama AVATAR AANG. Yang gundul,  segundul harapan saya agar tim-tim yang yang megandal PARKING BUS digundul pula oleh tim yang bisa menghibur kami sebagai penonton. Attack, spartan, maskulin  meski harus sesekali feminim di lapangan.  Itu, coy.

Intinya,  santaimako deeh.  Kalah ya terima,  seperti kebesaran hati Buffon menyalami pemain-pemain Jerman. Dan selamat buat Tim yang senang dengan strategi "MENYERANG" karena MENYERANG ADALAH STRATEGI BERTAHAN YANG PALING BAGUS (Arsene Wenger). 

Selamat Buat all supporting TIM JERMAN,  boleh jadi juga kontribusi hitler di alam kubur,  atau Anda para penonton yang dalam hati kecilnya terbesit haralan semoga Jerman menang kodong.  Nah,  itu.  Selamat menikmati tontonan selanjutnya,  penonton yang baik adalah yang sorakannya besar,  meriah dan membuat iri penonton lain.  Yaa emosi massa yang liar,  binal,  dan kadang tak terkontrol.  Tapi pembaca yang budiman,  tetaplah terkontrol sejauh yang Anda bisa.

@alamyin. 27 Rumallang 2016. at BoGoR

04/05/2016

KENAPA SEKOLAH/KULIAH MEMBOSANKAN?

Sebuah catatan harian HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2016

Kita mungkin sekolah (=kuliah), tapi tidak semua orang yang sekolah mampu mengenyam pendidikan. Kenapa? Cara pandang terhadap anak sebagai kertas putih (tabula rasa) boleh jadi adalah salah satu penyebabnya. Bagi Ki Hadjar Dewantara, anak-anak kita seperti biji. Tugas kita, menumbuhkan biji. Akarnya tidak terlihat. batang, daun, juga tak nampak. Tapi, kalau diberi kesempatan tumbuh, akan jadi tanaman yang indah. Cara pandang terhadap [institusi] sekolah sebagai sarana mendisiplinkan peserta didik, bahkan mengontrol dan menyeragamkan pikiran dan pemikiran.

Proses Belajar Mengajar (PBM) yang FUN adalah salah satu jalan menumbuhkan tanaman yang indah. Kondisi Fun adalah zona alfa bagi Otak. Kondisi alfa adalah tahap paling iluminasi (cemerlang) proses kreatif seseorang. Kondisi ini dikatakan sebagai kondisi paling baik untuk belajar. PBM umumnya memposisikan peserta didik layaknya OTAK REPTIL. Karakteristik reptil hanya dua, menyerang atau lari. Cara berpikir dan bertindak reward dan punishment adalah wujud nyata dari prakttik otak reptil. Siswa hanya akan giat belajar dan 'bersaing' jika diiming-iming nilai, atau diancam tidak lulus, dan lain sebagainya. Sebagaimana perilaku guru/dosen yang semangat mengikuti kegiatan, berkarya kalau ada poin dan koin. Amat susah kita temukan guru/dosen yang melakukan aktifitas pengajaran, penelitian dan pengabdian, benar-benar untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Tugas kita para guru/dosen atau PEMBELAJAR hanyalah membangkitkan nyala api pikiran para pelajar/mahasiswa agar menjadi pembelajar. Mereka akan berusaha menyelesaikan masalah hidupnya sendiri atau bekerjasama dengan orang lain untuk menyelesaikan persoalan kehidupan bersama. Situasi pembelajaran yang baik, ketika guru/murid, dosen/mahasiswa sama-sama mempelajari teori dan mengujinya pada realitas kehidupan.

Pendidikan sejatinya adalah ruang REFLEKSI BERSAMA, bukan ruang kontrol, apalagi hendak mengendalikan dan mendominasi pikiran. Yang tua dan duluan sekolah tak sewajarnya menilai yang muda (siswa/mahasiswa) dengan kemampuan yang dimilikinya saat ini. Yang tua boleh jadi duluan makan garam, tapi sangat mungkin yang muda lebih peka merasakan keasinan garam. Dengan demikian tidak ada yang merasa diri paling hebat dan merendahkan yang lain. Kealpaan ruang refleksi bersama dalam pendidikan akan melanggengkan FEODALISME dalam segala hal. Entah karena keturunan karaeng atau puan, ataupun karena status jabatan dan pangkat akademik.

Duhai para guru/dosen BERHENTILAH menyamaratakan pikiran unik para pelajar. Mereka adalah manusia. Mereka bukan tikus/kelinci percobaan, Sebagaimana percobaan dalam menemukan teori-teori belajar. SUDAHI pula lah menggilai epistemologi ilmu alam yang serba kuantitatif dan menerapkannya pada ilmu sosial dan humaniora. Karena setiap ilmu unik dengan epistemologinya masing-masing. Sebagaimana UNIKnya setiap manusia.

Pendidikan hanya akan menyenangkan jika mengutamakan logika rasional (bukan logika dagang), melibatkan emosi positif didalamnya, dan suasananya menyenangkan. Syarat utama menyenangkan jika menempatkan manusia selaku subjek yang unik. Keunikan itulah yang mengantarkan kita pada penghargaan terhadap ciptaan Tuhan.

Apa guna banyak baca buku kalau hanya untuk membodohi.
Apa guna banyak beli buku, kalau hanya dijadikan pajangan.
Apa guna punya ilmu tinggi kalau hanya digunakan untuk menindas dan mengilusi kita.

Sumber Gambar: http://institute-of-progressive-education-and-learning.org 
@alamyin 04.09 ‪#‎Selamat‬ Hardiknas 2016

16/04/2016

Makassar Kota Dunia

http://www.alam-yin.com/2016/04/makassar-kota-dunia.htmlMakassar Kota Dunia
 
Dalam MAKassAR ada Makar
Ada pula 'ass'

Laut ditimbun jadi daratan
Daratan seperti lautan, saat musim hujan

Dalam kota,
Gedung dan jalan lebih utama,
Warga kota yang kumuh
Bak sampah yang harus dimusnahkan

Dalam Kota dunia,
Kita bisa mati dibegal
dironton ribuan orang.

alamyin, 2016

Saya bukan sastrawan, hanya saja di kota ini yang sedang berbenah dan berlomba menjadi kota metropolitan, semakin sesak dan tidak nyaman ditinggali. Untain kata di atas entah apa namanya hanyalah sentilan hati kecil dari seorang warga kota yang pernah menjadi korban setengah begal.

Rehatlah sejenak wahai kota Makassar dari mendandani diri dengan gedung-gedung dan ornamen bisnis. Kabarnya pantai Losari akan ditimbun menjadi, akan disulap menjadi hunian dan sentra bisnis menyerupai Hongkong, Dubai, dan kota dunia lainnya. 

Rehatlah sejenak !

28/01/2016

"MERAH" DI KAMPUS ORANGE (UNM)

(Sebuah catatan atas Suksesi Rektor UNM, 2016)

SYAMSU ALAM

"MERAH" identik dengan darah,  berani,  atau secara kelembagaan identik dengan kampus Unhas atau partai politik atau bahkan aliran ideologi tertentu (kiri),  tidak.. tentu tidak,  karena amat sulit kita menemukan Akademisi (Intelektual) Kiri di UNM (Universitas Negeri Makassar) . Tapi dikalangan mahasiswa UNM gagasan kiri (sosialisme)  bukan hal yang langka. Salah satu indikatornya pernah ditemukan logo peralatan kerja petani (baca: palu arit),  indikator lainnya seorang penanya mengutip Lenin pada sesi tanya jawab pada pemaparan Rencana Program Kerja calon Rektor UNM Periode 2016-2020 (27/01/16) di ruang teater Pinisi UNM. Meskipun demikian UNM tetaplah kampus Orange.

Dalam persfektif atmosfer akademik tentu berbagai pemikiran "sah dan halal" dipelajari.  Ini,  boleh jadi pertanda baik bahwa civitas akademika (dosen,  mahasiswa,  pegawai)  kampus setengah Oemar Bakri tidak perlu fobia terhadap aliran pemikiran apapun.  Karena salah satu ciri kampus yang besar dan unggul adalah tempat bersemai dan berdialektikanya berbagai pemikiran.  Bukankah pelangi itu indah karena warna-warninya.

BRANDING VISI MISI

Enam kandidat calon rektor UNM telah memaparkan rencana-rencananya jika ditakdirkan oleh Tuhan melalui 97 suara senat UNM disaring menjadi 3 (tiga)  calon dan putusan akhir adalah suara pak Menteri.  Seharian pada pemaparan dan tanya jawab calon Rektor UNM tidak banyak hal baru yang dipaparkan,  bahkan pemaparan program keenam kandidat tidak jauh berbeda dengan Program Rektor sebelumnya. Setidaknya keenam calon Rektor ada kesepahaman atau kemiripan gagasan visi misi dalam tiga kosakata.   Ketiganya adalah Kolaborasi,  MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)  dan World Class University.

Pada ketiga kosakata itulah, penulis hendak menyematkan kata "Merah".  Dalam psikologi warna dan kaitanya dengan branding,  Warna "Merah" identik dengan hasrat,  semangat,  ambisi,  nafsu,  passion.
Para kandidat sepaham untuk meningkatkan daya saing dalam pusaran MEA dan persaingan menjadi universitas unggulan dengan berbagai predikat yang akan membanggakan para civitas akademika UNM dengan tidak sekedar mengandalkan pada seorang Rektor tetapi dengan berkolaborasi. Meskipun belum ada penjelasan lebih jauh berkolaborasi dengan siapa. Kata Kolaborasi kian populer menjelang Revolusi Industri keempat versi World Economic Forum (WEF),  Sebuah revolusi batu yang berbasis digital.  Pemicu utamanya bergesernya mode of production dari input modal fisik ke input modal non-fisik (ide dan kreativitas) pemanfaatn input tersbut menjadikan berbagai perusahaan dan organisasi meraih sukses di pentas regional maupun global. Keberhasilan organisasi  menjadi pemenang dengan strategi "Kolaborasi".  Beberapa organisasi diantaranya adalah Wikipedia, Facebook, Skype, Goldcorp, Linux, P&G dll.

Don Tapscott penulis The Digital Economy  dan Wikinomics,  mengungkapkan bahwa awalnya "Kolaborasi Maya"  yang dilakukan oleh para netizen,  programmer,  youtuber dan lain-lain adalah semacam gerakan massif sebagai anti-tesa atas dominasi perusahaan-perusahaan raksasa yang menguasai media mainstream. Bahkan kerap dikatakan sebagai "komunisme gaya baru".  Tetapi para aktivis "Kolaborasi Maya" tetap memacu krativitas dan berinovasi tiada henti tanpa terpengaruh dengan stigma komunisme gaya baru.  Misalnya Linux, yang awalnya hanyalah proyek "gotong-royong" dimana para programer berjejaring,  berbagi source code,  sharing pengalaman hingga akhirnya bisa bersaing dengan Microsoft atau Mac. Padahal tidak ada perusahaan yang menaunginya,  toh,  bisa menjadi pemain dalam dunia Sistem Operasi. Hal yang sama terjadi pada perusahaan dan organisasi yang melakukan "Kolaborasi".

KONSEKUENSI KOLABORASI

Berdasarkan sudut pandang perencanaan,  kalaborasi identik dengan proses,  dimana inputnya adalah Mahasiswa,  Dosen,  Pegawai,  Satpam, Stakeholder dan shareholder yang terkait dengan pengguna jasa dan produk (output)  perguruan tinggi. Produk perguruan tinggi bisa berarti lulusan sarjana dan pascasarjana atau hasil penelitian yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,  perusahaan,  atau pemerintah dalam menyusun kebijakan. Dimensi dampaknya (impact) adalah apakah produk tersebut dimanfaatkan sesuai kompetensinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kemandirian bangsa. Jika Kolaborasi dimaknai seperti ini maka Tri Dharma Perguruan tinggi akan berjalan sesuai dengan koridornya dan cita mewujudkan kampus  menjadi "Center of Excellence". Tentu dengan berbagai konsekuensi-konsukuensi dan perbaikan sistem kelembagaan.

Cerita sukses tentang organisasi yang menerapkan Kolaborasi "Massif" berani mentransformasikan sistem manajemennya.  Organisasi yang awalnya menerapkan manajemen vertikal,  hirarkis yang kaku,  berdasarkan komando,  perintah atasan,  dan standar operasional yang sangat kaku dan mekanistik,  dapat menyebabkan bawahan terkena penyakit sindrom ABS (Asal Bos Senang). Dengan Kolaborasi gaya tersebut ditransformasi menjadi Organisasi dengan sistem manajemen horisontal,  terbuka, komunikasi lebih cair,   fleksibel,  penuh ruang improvisasi bagi siapapun yang terlibat dalam kolaborasi. Dengan sistem seperti ini maka jarak antara pejabat Universitas,  Fakultas,  Jurusan dan Prodi dengan yang bukan pejabat seperti dosen,  pegawai dan mahasiswa bisa dianggap tidak berjarak.

Konsekuensi lebih jauh adalah akan menghancurkan tatanan struktural feodalisme,  entah feodalisme keturunan "karaeng",  "puan" atau feodalisme keilmuan "professor" dan bukan professor.  Tentu saja hal ini adalah alamat baik buat atmosfer akademik,  dimana setiap civitas akademika adalah subjek dan ilmu pengetahuan adalah objeknya.

Konsekuensi selanjutnya,  setelah struktur feodal sudah runtuh,  maka akan tercipta kesetaraan,  ruang-ruang dialogis antar civitas akademika dan stakeholder makin luas.  Dan pada akhirnya demokratisasi kampus dapat terwujud. Apakah semudah itu?  Tentu tidak.  Tapi yang pasti jika Kolaborasi telah menjadi kosakata pamungkas para kandidat Rektor UNM maka semestinya prinsip-prinsip kolaborasi harus menjadi tonggak-tonggak pengelolaan perguruan tinggi.

KOLABORASI:  LIPSING ATAU INISIASI

Harapan terbesar kita sebagai masyarakat biasa,  atas setiap suksesi para calon pemimpin adalah satunya kata dan perbuatan atau dalam terminologi kampus adalah “kejujuran ilmiah” para kandidat.  Semua yang dipaparkan seolah-olah adalah  energi positif dengan beragam angan-angan indah.  Kata memang adalah senjata,  dia bisa memotivasi atau mematikan.

Kolaborasi layaknya diperlakukan tidak seperti liberalisasi pasar regional ASEAN dalam MEA,  karena dalam liberalisasi menyimpan potensi laten ketimpangan dan menindas Negara yang tidak punya akses dan aset.  Kolaborasi tentu memuat prinsip  pro-konsumer, tersedianya perpustakaan besar untuk berbagi sumber-sumber pengetahuan,  terciptanya transparansi sebagaimana "kolaborasi maya"  berbagi source code,  menyuburkan pikiran kolaboratif bukan pikiran kolutif dan koruptif. Semoga UNM tetap Jaya dalam Tantangan.

26/09/2015

Robot, Manusia dan Ekonomi Baru


Syamsu Alam

Source: vividscreen.
info/pic/chappie.jpg
Apa jadinya jika robot mampu mengkudeta peran manusia? Robot bisa saja merupakan The Future of Employment, atau wakil manusia dimuka bumi. Robot bisa saja menggantikan polisi yang tidak bisa memberi rasa aman di kota ini, dimana rasa takut kepada jambret dan begal menggantikan malam-malam kita yang asik ngerumpi di warung kopi.

RoboCop adalah salah satu robot superhero yang paling populer di hampir semua tingkatan usia. Robot polisi penumpas kejahatan dan penegak keadilan. Ada banyak film dengan genre teknologi AI (Artificial Intelegence) atau populer dengan istilah kecerdasan buatan yang beredar di pasaran. Dan boleh jadi adalah bidang yang sangat berkembang dengan pesat. Ada film yang mengeksplorasi bagaimana transformasi peran  antara manusia dengan robot, bahkan dalam film-film AI terbaru seperti Transendence (2014), Lucy (2014), Exmachine (2015), Chappie (2015) dan lain-lain lebih jauh melampaui versi-versi robot sebelumnya. Sang sutradara seolah-olah hendak menyampaikan pesan kegagalan manusia mengelola dan memakmurkan kehidupannya sendiri.

Pergantian peran antara robot dan manusia bukan sekedar pergantian tenaga kerja tetapi mereka bisa melakukan transeksual hingga perpindahan atau pertukaran alam sadar (alam rasional) atau kecerdasan. Apa yang terjadi jika suatu saat manusia bisa mencipta robot yang bisa belajar sendiri yang memungkinkan kecerdasannya melampaui penciptanya? Pertanyaan tersebut menyerupai pertanyaan para penggila pengetahuan yang mempertanyakan bisakah tuhan menciptakan batu, dan batu tersebut tidak bisa diangkatnya sendiri?  Bagaimana pula jika robot-robot tersebut bisa diinstall semacam stimulus emosi, simpati dan empati yang memungkinkan si robot lebih berempati dan mempunyai simpati dibanding penciptanya sendiri. Atau jangan-jangan ini adalah penanda terjadinya revolusi industri baru atau penanda bahwa siapapun yang menguasai kecerdasan mengolah besi maka dialah yang akan menguasai dunia, entahlah !

Dalam literature ekonomi kecerdasan adalah faktor produksi yang paling utama, tanpa mengabaikan peran penting faktor tanah, tenaga kerja dan modal. Kecerdasan rasional (alam sadar) adalah ukuran kemuliaan manusia modern. Rasionalitas adalah kunci model ekonomi lama, dimana pikiran rasionallah yang membimbing produsen, konsumen, rumah tangga, pemerintah untuk memenuhi self-interest mereka.

Self-interest bukanlah kosakata baru. Plato memposisikan Self-interest sebagai sesuatu yang negatif. Menurutnya self-interest merupakan biang kejahatan dan dosa. Baginya hanya akan mendorong individu berlaku tidak adil terhadap orang lain. Sementara Aristoteles memandang self-interest secara ambigu. Menurutnya, self-interest tidak selalu negatif, melainkan juga positif. Menurutnya self-interest pada dasarnya terbagi menjadi dua: bad self-interest dan good self-interest. Bagi Aristoteles good self-interest terjadi ketika individu mengutamakan pula kepentingan umum (common interest). Perdebatan tentang self-interest bukan hanya terjadi dikalangan filosof, bahkan ditingkatan praktis tidak kalah sengtinya.

Dinamika self-interest seolah betul- bentul menemukan kediriannya (the self). Ketika Bentham yang melihat self- interest sebagai perkara psikologis individual. Menurutnya meskipun selain self- interest terhubung dengan kepentingan masyarakat, namun self-interest dianggap lebih utama. Selanjutnya Nietzsche, yang melihat self interest sebagai afirmasi diri dari kehendak will to power. Begitu juga dengan Ayn Rand, yang melihat self-interest sebagai tindakan individu rasional yang penuh integritas. Di dalam ekonomi, pengertian self-interest sudah dianggap barang jadi yang stabil dan tidak bisa diganggu-gugat, pun kalau ada yang menyalahi prinsip dasar self-interest, bisa di atasi dengan berbagai asumsi. Di hal ini, self-interest diyakini sebagai satu-satunya dasar bagi rasionalitas tindakan manusia, maksimalisasi utility (kepuasan) oleh konsumen, dan maksimisasi profit bagi produsen. Menurut Hirschman, dalam ilmu ekonomi konsep self-interest begitu cepat berkembang sehingga menjadi suatu doktrin dan praktik dalam kehidupan sehari-hari. Pada titik inilah Armatya Sen memandang Ilmu ekonomi sangat egois.

Bagi Sen, sifat egois yang disandarkan pada mementingkan dan mengutamakan kepentingan diri semata tidak realistik, karena dalam banyak hal tindakan manusia tidak murni egois, melainkan kombinasi dengan utilitarian. Artinya pada derajat tertentu manusia akan selalu memikirkan kepentingan orang banyak. Namun utilitarianisme tidak juga membantu menutupi pekatnya egoisme. Sebab kepentingan semua orang pada dasarnya adalah penjumlahan dari kepentingan masing-masing (self-interest) atas nama keluarga, teman, kelompok, kelas sosial, dst. Hal ini berpotensi terjadinya diktator mayoritas, ketika individu-individu yang menguasai koin dan kekuasaan bahu-membahu membangun dinasti untuk memenuhi hasrat self-interest tanpa mempedulikan keseimbangan semesta.
Armatya Sen mengususlkan pentingnya persentuhan antara the self  dan others dengan menghadirkan simpati dan komitmen. Sen Mengilustrasikan begini, jika kita mengetahui orang lain disiksa, lalu kita ikut merasakan sakitnya siksaan itu, inilah yang disebut simpati. Jika penyiksaan terhadap orang lain, secara personal tidak memberikan dampak buruk bagi kita, namun kita sadari bahwa penyiksaan itu salah, lalu kita siap untuk menghentikan tindakan penyiksaan tersebut, maka ini yang disebut komitmen.

Dengan kata lain, simpati merupakan suatu upaya menempatkan perasaan dan perhatian (self) kita kepada situasi apa dan bagaimana yang dirasakan orang lain. Sedangkan komitmen adalah suatu kehendak yang muncul untuk melibatkan diri guna melakukan perubahan positif terhadap situasi orang lain. Dari perbedaan pengertian di atas, nampak bahwa simpati adalah suatu bentuk tindakan yang “minimalis”, pasif dan masih membawa nuansa egoistiknya. Sedangkan komitmen merupakan tindakan aktif, antisipatif dan ada keterlibatan aktif dengan yang lain.

Dalam imajinasi saya, jika simpati dan komitmen hadir dalam interaksi dalam kehidupan (sosioekonomi dan politik) maka mungkin kita tidak menemukan pasien yang mati di rumah sakit karena tidak ada biaya pengobatan. Penyerobotan lampu merah di ‘traffict light’, mark-up dan korupsi anggaran belanja publik, intimidasi mahasiswa yang kadang tidak rasional hanya karena protes soal keadaan yang dianggapnya timpang. Rasisme dalam berbagai bentuknya bisa di reduksi, kesalahan sosial yang dipicu oleh ketimpangan sosioekonomi bisa diminimalisir.

Chappie (plesetan Happy) robot ciptaan Deon (Pemain Slumdog Milionaire), boleh jadi menjadi representasi imajinasi saya. Chappie adalah robot cerdas yang memiliki alam sadar, kecerdasannya bisa melampaui kecerdasan manusia jika dilatih dengan baik dan benar. Chappie bisa menjadi budak self-interest para gangster, atau menjadi hero bagi warga yang tertindas.

Robot boleh jadi adalah representasi manusia super yang bisa menggantikan peran manusia dalam banyak hal. Pilihannya adalah apakah robot akan menjadi komplemen (pelengkap) kehidupan manusia atau ia akan mensubtitusi manusia. Jika robot adalah komplemen untuk kehidupan manusia berarti kontrol masih ditangan manusia, namun jika sebaliknya yang terjadi maka sangat mungkin perang dimasa depan adalah perang antara robot versus manusia. Atau mungkin saja telah terjadi robotisasi (dalam arti mekanisasi) massif disebabkan karena tiadanya pilihan lain selain menjadi budak koin dan kekuasaan. Alternatif lainnya robot bisa mensubtitusi peran manusia dengan asumsi bahwa robot sebagai karya kecerdasan buatan mampu melampaui kecerdasan penciptanya, dan mempunyai simpati dan komitmen untuk melindungan yang lemah, mendistribusikan kekayaan, maka mungkin ekonomi baru dan kehidupan baru benar-benar akan lahir, entahlah Chappie !

@alamyin. 
(Edisi lengkap tulisan dimuat di projek ebook "cyber dan tradisi literasi" :)
Readmore: Armatya Zen: Economic Development. Filsafat Moral Adam Smith (LIPI)  Movie: Chappie (2015), Transendence (2014), Lucy (2014), Exmachine (2015),