09/02/2017

MODAL SOSIAL DAN POLITIK KEMISKINAN

Syamsu Alam

Pilkada serentak 2017 di sejumlah daerah di Indonesia segera digelar. Sejumlah manuver kandidat dilakukan untuk menarik simpati masyarakat.  Selain modal finansial dan kekuatan politik para kandidat, modal sosial adalah komponen penting dalam meraih kemenangan. Dalam kaitannya dengan kemiskinan, muncul pertanyaan Mampukah modal sosial mereduksi kemiskinan? Terma-terma kemiskinan kerap dijadikan jargon kampanye dan lipsing para kandidat.

Modal sosial dipopulerkan pertama kali oleh Bourdieu sebagai hubungan individu dalam kelompok. Dilengkapi oleh Coleman sebagai struktur sosial, dimana peran individu dalam keluarga dan masyarakat. Sedangkan Putnam lebih luas melihat peran kekerabatan, norma dan kepercayaan dalam ruang lingkup organisasi sosial yang lebih makro.

Modal sosial dapat ditelusuri dalam tiga input (sumber)  yaitu individu, kelompok atau komunitas, dan masyarakat melalui mekanisme komunikasi dan kepercayaan (trust). Outcome dari modal sosial tersebut adalah manfaat langsung dari pada individu atau kelompok yang diperoleh melalui proses komunikasi dan saling percaya. Manfaat bagi produsen adalah membangun kolaborasi dan dapat mengurangi biaya produksi. Karena manfaat inilah modal sosial kerap kali dimanfaatkan dalam politik.

Politik anggaran kemiskinan menunjukkan niat baik pemerintah mengatasi persoalan ini. Postur anggaran menunjukkan peningkatan positif. Pada tahun 2016, anggaran untuk mengentaskan kemiskinan mencapai Rp 214,4 triliun, meningkat 24,4 % dari realisasi tahun 2015. Programnya pun lumayan banyak tersebar diberbagai program kementerian, dinas-dinas provinsi  hingga kabupaten/kota.

Proporsi anggaran yang besar ternyata belum disertai dnegan kinerja yang setara. Berdasarkan data BPS Sul-sel persentasi kemiskinan 2012-2016 desa dan kota menurun sebesar 0,87 %.  Penduduk miskin di perdesaan masih persisten pada angka dua digit. Sebesar 13,46% pada 2012 dan 12.46% pada Maret 2016. Atau menurun sebesar 1% selama 4 tahun terakhir.  Dengan Garis kemiskinan sebesar Rp 270.601 perkapita perbulan.

Hasil penelitian Alam. S (2016) di Kabupaten Takalar menunjukkan bahwa hubungan kemasyarakatan, dan norma dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas interaksi sosial masyarakat yang pada gilirannya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat baik dalam keperluan individu maupun kepentingan bersama. Di perdesaan masih ditemukan budaya berbagi pangan antar tetangga, saling menguatkan atas kondisi hidup yang makin terhimpit dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Segala hal tersebut dapat meningkatkan daya tahan keluarga terhadap krisis.

Bahkan secara empiris Narayan membuktikan bahwa modal sosial dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Penelitian di daerah perdesaan Tanzania misalnya, modal sosial individu berhubungan positif dengan income. Artinya, semakin tinggi tingkat modal sosial individu maka terjadi peningkatan pendapatan sebesar 20-30 persen setiap keluarga (Narayan,1999).

Warga miskin dan simpatisannya kerap menganggap ‘kemiskinan sebagai komoditas yang dapat diperjual belikan di pasar program pemerintah ataupun kandidat dalam pilkada. Maka sejumlah komunitas sosial dibentuk untuk mengorganisir para pemilih. Oleh karena itu perlu dibedakan antara antara modal sosial pemerintah dengan modal sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat yaitu menerapkan berbagai peran undang-undang/peraturan, kebebasan, tata nilai, norma-norma serta hubungan yang bersifat informal yang ada di masyarakat.
Di dalam masyarakat, modal sosial pemerintah terbatas karena proporsi kontrak secara luas ditentukan oleh kepercayaan dan modal sosial masyarakat. Modal sosial yang terbentuk secara hirarkis dengan struktur yang kaku cenderung tidak dapat berfungsi dengan baik. Hal ini disebabkan karena interrelasi yang tercipta didalamnya digerakkan oleh motif mengontrol pihak-pihak yang berada pada posisi atau status sosial yang lebih rendah.

Sedangkan hubungan individu dalam masyarakat mengutamakan jaringan informal, dan kerjasama masyarakat, kerelaan saling menerima, merasa memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, dimana mereka saling bergantung satu sama lain, mereka saling percaya untuk memenuhi keinginan bersama sehingga ketentraman dan keharmonisan keluarga dapat tercapai. Komunikasi diantara mereka lebih cair dan bersifat non-hirarkis.

Kuatnya tradisi kunjung mengunjungi antar tetangga. Komunikasi yang relatif terbuka antar warga, dengan memanfaatkan kolong-kolong  rumah warga. Ayu diah Amalia (2015) menemukan hal yang sama, bahwa modal sosial merupakan kekuatan yang membentuk suatu jaringan sosial sesama kaum miskin untuk bahu-membahu mengentaskan kemiskinan dengan memanfaatkan solidaritas sosial untuk mengatasi keterbatasan modal material.

Perhelatan lima tahunan sejatinya menjadikan modal sosial sebagai kekuatan konstruktif untuk membangun solidaritas sosial dan mengeliminasi kemiskinan dan ketimpangan antar warga. Meskipun disisi yang lain modal sosial dapat dimanfaatkan sebagai kekuatan destruktif. Persekongkolan jahat di instantsi pemerintahan dan swasta untuk mengorupsi uang Negara. Kroni kapitalisme yang dapat menyebabkan tidak efektif dan efisiennya pelaksanaan pemerintahan dan tidak efektifnya pasar.

Hadirnya media sosial yang merangsek hingga ke perdesaan bukan tidak mungkin akan mengikis solidaritas sosial di antara warga miskin perdesaan. Gaya hidup STEPA (Selera Tinggi Ekonomi Pacce (lemah), pamer diri. Dan kemudahan memperoleh fasilitas kredit atas barang-barang konsumtif akan melemahkan produktivitas warga. Oleh karena itu dibutuhkan energi besar untuk menguatkan kembali kearifan lokal yang menguatkan modal sosial yang positif yang pada akhirnya dapat mereduksi kemiskinan dan bukan sekadar mempolitisasinya untuk singgasana kekuasaan. []

*Dimuat diharian fajar Makassar, Senin 7 Februari 2017.

0 comments: