Read, Write, and Do Something

No Teaching without learning

Menulislah agar abadi

---

Listen, free economic make better

01/01/2013

“Ilusi“ Makassar sebagai Kota Maritim

“Ilusi“ Makassar sebagai Kota Maritim *)

Kota Makassar mempunyai posisi strategis karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia.. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 Km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km². Jumlah penduduk tahun 2008  sebanyak 1.253.656 jiwa dan diperkirakan sekitar 1,5 juta di tahun 2012. (Makassarkota)

Jumlah kecamatan di kota Makassar sebanyak 14 kecamatan dan memiliki 143 kelurahan. Diantara kecamat-an tersebut, ada tujuh kecamatan yang berbatasan dengan pantai yaitu kecamatan Tamalate, Mariso, Wajo, Ujung Tanah, Tallo, Tamalanrea dan Biringkanaya.

Sumber Gambar: http://sejarah.kompasiana.com/2010/08/26/petualangan-orang-makassar-di-negeri-siam-muangthai-240002.html
 
I.   Raksasa maritim yang tertidur
  •  Industri Pengolahan sumberdaya laut (Ikan)

·         Perebutan wilayah tangkapan (fishing grounds) bukan hanya antar nelayan domestik tetapi nelayan Asing (Tailand, Taiwan, Jepang) sering menangkap ikan di perairan Indonesia..  Overfishing (seperti dengan bom ikan, potasium ), dan adanya zat radioaktif di pesisir makassar walupun dalam jumlah ph yang relatif rendah (Hasil Penelitian LIPI dan UNHAS, 2005), Limbah industri dan rumah tangga yang mencemari pesisir Makassar, merupakan sinyal akan bahaya terhadap ekosistem laut yang potensinya jika dioptimalkan dapat mendokrak pendapatan daerah/ negara hingga 20%. Hanya dengan mengembangkan satu komoditas devisa negara dapat meningkat.
Potensi Ikan terbang  di Selat Makassar berkisar 13.000 – 20.000 ton yang dapat dikelola setiap tahunnya (Tambunan, 2005). Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa potensi lestari sumberdaya ikat terbang di selat Makassar sebesar 12.293 ton per tahun dengan upaya penangkapan sebesar 7.840 unit pertahun (Dwiponggo, et.al., 1983), 5.770 ton per tahun dengan 4.385 unit penangkapan (Ali, et al.,2005). Penghasil ikan terbang terbesar. Nelayan penangkap ikan di selat Makassar berasal dari Kabupaten Takalar,  Barru, Pinrang,. Sulbar (Majene, Mamuju).  Hanya Takalar (Galesong) yang mengekspor telur ikan terbang.
Prosentase pemetaan sumberdaya ikan lestari untuk area Makassar dan Sekitarnya
Potensi SDL
Luas Sebaran (Ribuan Km2)
Nasional
SM+LF
LS+LP

%
Tuna Besar cakalang
4,158
605
822
1,427
34.32
Tongkol
4,820
605
827
1,432
29.71
Tenggiri
4,558
605
822
1,427
31.31
Setuhuk, pedang, layangan, cucut
4,158
605
822
1,427
34.32
Pelagis Kecil
3,433
473
500
973
28.34
Demersal
1,726
109
53
162
9.39
Udang Penaeid
604
23
48
71
11.75
Lobster
6,799
1,078
698
1,776
26.12
Kerang2an
28,255
3,883
452
4,335
15.34
Ikan karang dan hias
1,830
455
161
616
33.66
SM (Selat Makassar), LF(laut Flores), LS(Laut Sulawesi), LP (laut Pasifik)
Sumber: Diolah dari berdasarkan data Damhuri 2002  

Bisa dibayangkan jika potensi ikan yang ada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) di kelola dengan baik, apalagi jika potensi pelabuhan dimaksimalkan, potensi pariwisata bahari di optimalkan.
  • Jasa Transportasi  (Pelabuhan)

Potensi ekonomi perhubungan laut diperkirakan sebesar US$15 miliar/tahun. Ini berdasarkan pada perhitungan bahwa sejak 15 tahun terakhir kita mengeluarkan devisa sekitar US$ 15 miliar/tahun untuk membayar armada pelayaran asing yang mengangkut 97% dari total barang yang diekspor dan diimpor ke Indonesia, dan yang mengangkut 50% total barang yang dikapalkan antar pulau di wilayah Indonesia (Pelindo).
Contoh, dengan potensi total muatan nasional 502 juta ton/tahun (200 juta ton batubara, 55 juta ton crude oil, 60 juta ton CPO, 7 juta ton produk perikanan , 8 juta ton LNG, 2 juta ton LPG, 120 juta ton containers, dan 50 juta ton general cargo), melalui pendekatan “kluster maritim” kita bisa meraup devisa perhubungan laut US$ 15 miliar setiap tahunnya (IMPC, 2008). Untuk dapat melayani kebutuhan angkutan muatan sebesar itu, diperlukan sekitar 650 kapal tambahan sampai 2010 dengan total investasi sebesar US$ 5 miliar. Selain itu, kluster maritim juga akan meningkatkan pendapatan negara, menciptakan lapangan kerja baru sedikitnya untuk 1 juta orang, membangkitkan sejumlah multiplier effects, dan mendongkrak daya saing ekonomi nasional. Kluster maritim juga dapat mempercepat pembentukan 24 pelabuhan sebagai hub port. Hingga kini, semua pelabuhan Indonesia masih berstatus sebagai feeder port. Ini menjadi salah satu penyebab utama yang membuat ekonomi kita kurang kompetitif, karena hampir 70% dari ekspor barang dan komoditas Indonesia harus melalui Singapura.
 Coba bayangkan jika pelabuhan Makassar dapat menjadi terminal Hub perdagangan internasional. Namun fakta menunjukkan pelabuhan Makassar makin kerdil. Mudah-mudahan kebijakan MP3EI (Masterplan Percepatan dan perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) dapat memberi harapan cerahnya kembali pelabuhan Makassar yang pernah berjaya.
  • Wisata Bahari

Kendati  belum ada perhitungan tentang potensi ekonomi pariwisata bahari. Namun jika dibandingkan dengan Queensland, Australia dengan panjang garis pantai yang hanya 2100 km mampu menghasilkan devisa pariwisata bahari sebesar US$ 2 miliar/tahun, maka sejatinya potensi ekonomi parwisata bahari Indonesia sangat besar. Panjang garis pantai Makassar yang potensial digunakan sepanjang 35 km, namun baru 900 m yang dioptimalkan.
Wisata pulau-pulau kecil Pulau Lanjukang, Pulau Langkai, Pulau Lumu-Lumu, Pulau Bonetambung-tradisi khas Makassar sperti songkabala, pa’rappo (Barrrang Caddi), Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Kodingareng Keke (Kodingareng), Pulau Barrang Lompo dan lain-lain.
Berdasarkan konsep waterfront city yang ditawarkan oleh masing-masing kota–kota di Indonesia termasuk kota Makassar menunjukkan bahwa terdapat pertimbangan-pertimbangan perencanaan kawasan waterfront city yaitu aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Sinergisitas pengembangan kawasan waterfront city dilakukan untuk menjaga sustainabilitas pembangunan. Namun ada beberapa kendala selain faktor modal, tenaga kerja ahli, problem klasik lainnya adalah:
        1. Masalah Birokrasi yang kompleks : Sinergisitas antar Stakeholder dan shareholder

·     Kinerja pembangunan kelautan adalah birokrasi yang kebanyakan masih memiliki etos kerja sangat rendah serta sarat KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Perilaku sebagian besar pengusaha yang hanya memburu keuntungan (rent seeker) kurang atau bahkan tak memikirkan kemajuan dan kemandirian bangsa. Perlunya kepastian dan konsistensi penegakan hukum dan keberpihakan pada masyarakat pesisir (nelayan kecil). Potensi  konflik kewenangan (jurisdictional conflict)  dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah.
2. Penggunaan Teknologi
·         Pada umumnya nelayan di Indonesia termasuk nelayan pesisir Makassar (Sulawesi Selatan) masih tradisional dan  sekitar 87% nelayan kecil (Lapan).  Belum menggunakan data satelit, kebiasaan pergi melaut lebih dari sehari saja (lebih luas lagi menjelajah samudera) tak banyak pelakunya. Bisa dikatakan hanya para nelayan dari Bagan Siapi-api, Pekalongan (Jawa Tengah), dan Makassar (Sulawesi Selatan). Kendala lain seperti kapal yang masih sederhana, tingginya harga BBM (solar). Sejak tahun 2002, Indonesia melalui Tim Produksi Zona Potensi Penangkapan Ikan dari Pusat Pengembangan Penelitian dan Teknologi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mulai memperkenalkan penggunaan informasi zona potensi penangkapan, alat bantu navigasi GPS (Global Positioning System), dan fish finder untuk mengakuratkan lokasi ikan saat di laut. Informasi  spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) diperoleh dengan mengaplikasikan dan mengembangkan beberapa  parameter  oseanografi,  yaitu  suhu  permukaan  laut  dan  konsentrasi  klorofil  yang diekstraksi dari data satelit  penginderaan  jauh  NOAA‐AVHRR  dan  Terra/Aqua (MODIS). Tinggal bagaimana program tersebut dikembangkan lebih lanjut melalui kerjasama dengan pemerintah pusat, perguruan tinggi, swasta, LSM, dan juga kelompok nelayan.

II.      Upaya membangun raksasa maritim
·         Revolusi Mindset (Stakeholder maupun shareholder)  kemaritiman yang dapat diawali dari sesat pikir tentang negara kepaluan adalah negara maritim itu sendiri.
·         Perencanaan yang berbasis pada sumberdaya manusia dan potensi wilayah.
·         Konsisten menerapkan Triple Stack Strategy sebagai pengganti Trcikle down effect
·         Sinergi kekuatan tiga pilar Masyarakat- swasta (dunia usaha) – pemerintah.
·         Sinkronisasi aturan (UU, PP, Perda dll) dan konsistensi menjalankan hukum (G-G baik pusat-daerah, daerah-dareh, antar kementrian dll).
·         Penguatan TNI-Angkatan Laut.

III.      Ancaman Sustainibiltas
·         Reklamasi laut yang gencar dilakukan di sepanjang pesisir Pantai Losari mengancam ekosistem pantai di areal tersebut. Biota laut yang menjadi sumber mata pencaharian nelayan lambat laun akan punah. Pembangunan kawasan kota baru di Makassar terus di perluas. Konsep kota baru tak hanya dikembangkan di kawasan Pantai Losari dengan hadirnya pengembang kakap seperti OSO Group,PT GMTD, dan Trans Kalla.
·         Sebaran kandungan residu logam berat (hg, Pb, Cg) pada air, tanah dan komoditas melebihi batas maksimum yang dibolehkan.
·         Kerentanan di jalur transportasi laut internasional menjadi lahan pembuangan limbah nuklir. Indikatornya, ditemukannya kandungan zat radiokatif pada beberapa pesisir pantai Makassar meskipun dalam kadar ph yang masih rendah.
·         Adanya alga beracun di semenajung sungai Tallo.
Jika ketiga hal di atas tidak diperhatikan dalam perencanaan pembangunan kota Makassar maka bukan tidak mungkin, visi yang indah “Makassar sebagai kota  Maritim” hanya sekedar ilusi.
*) Resume singkat presentasi Ekonomi Maritim, Syamsu Alam, Desember 2012